KUPANG, BERITALIMA.COM – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Klimatologi Kelas II Kupang, menggelar sekolah lapang iklim (SLI) tahap 3, di Kelurahan Kolhua, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang.
Sebelumnya, Stasiun Klimatologi Kupang telah melaksanakan sekolah ini sejak tahun 2010.
” SLI yang telah dilaksanakan antar lain, SLI Tahap II 10 kali, kemudian SLI Tahap III sudah empat kali, dan SLI kali ini sudah masuk yang kelima, serta tiga kali kegiatan sosialisasi agroklimatologi,” kata kepala BMKG Stasoiun Klimatologi Kelas I Kupang, Apolinaris S. Geru, dalam laporannya saat pembukaan SLI Tahap III di Kelurahan Kolhua, Kota Kupang, Selasa (2/4/2019).
Ia mengatakan, kegiatan SLI sendiri pertama dilaksanakan tahun 2010, yaitu di kelompok tani Kahifuingu, Kelurahan Babau, Kecamatan Kupang Timur, kabupaten Kupang. Kemudian SLI Tahap II dilaksanakan pada tahun 2016 di kelompok Tani Kawastuan, Kelurahan Oelnasi, Kecamatan Kupang Timur, Kabupaten Kupang.
Kemudian tahun 2017 dilaksanakan di SLI Nekemese, Kecamatan Nekemese, Kabupaten Kupang, dan tahun 2018 juga SLI dilaksanakan di Gapoktan Oentuka, Kecamatan Batuputih, kabupaten Timor Tengah Selatan, dan SLI kali ini di wilayah Kota Kupang.
SLI yang dilaksanakan di kebun Kol, Kompas Tani ini berlangsung mulai dari 2 April hingga 31 Juli 2019, atau 120 hari dengan panen jagung pipilan kering. “ Setiap 10 hari dilaksanakan pertemuan antara para fasilitator dan juga para peserta,” katanya.
Pada beberapa tahun belakangan ini, kata Apolinaris, kondisi iklim sangat berfariasi dan merupakan tantangan utama dalam pengelolaan sektor pertanian, anual iklim kadang tidak diketahui dan disadari oleh petani, sehingga sering menyebabkan gagal dalam mengatasinya, yaitu banjir kekeringan maupun angin kencang, dan akhirnya kegagalan panen, dan kerugian pertani terus meningkat.
Hal ini yang terus perhatian beberapa kalangan, tentang potensi terganggunya potensi ketahanan pangan nasional, akibat fariatas anomali iklim ini, sehingga perlu dilakukan berbagai upaya pendekatan untuk mengantisipasi dan mengatasi masalah iklim tersebut.
Dikatakan Apolinaris, BMKG berperan aktif dalam menindaklanjuti program Kepres No. 2 Tahun 2015, tentang Nawacita no 7 yaitu Mewujudkan Kemandirian Ekonomi dengan Menggerakan Sektor – sektor Strategis Ekonomi Domestik. Langkah tersebut dituangkan Stasiun Klimatologi Kupang dalam bentuk pelaksanaan Sekolah Lapang Iklim.
Menurut dia, kegiatan SLI merupakan upaya peningkatan pemahaman para petani, penyuluh pertanian, dinas dan pemerintah daerah maupun swasta terkait infomasi iklim dan pemanfaatanya.
“ Informasi yang dikeluarkan oleh BMKG memuat berbagai batasan kriteria, terminalogi, serta istila teknis yang perlu dipahami oleh pengguna sehingga pemanfaatannya lebih optimal, melalui SLI BMKG memberikan bimbingan kepada penyuluh dan petani dengan menterjemahkan bahasa teknis tersebut dalam bahasa yang sederhana sehingga lebih muda untuk dipahami,” kata Apolinaris menjelaskan.
kegiatan SLI juga merupakan suatu bentuk kegiatan mendukung keamanan dan kedaulatan pangan khususnya di Kota Kupang dan Provinsi NTT.
Deputi Klimatologi pada Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Pusat, Herizal, ketika membuka kegiatan SLI ketiga mengatakan, beberapa negara saat ini mulai mencontohi program Sekolah Lapangan Iklim (SLI) yang dilaksanakan oleh BMKG untuk para petani. Dua negara yang sangat tertarik dengan model SLI adalah Timor Leste dan Pakistan.
“Di hadapan Bapak Ketua Komisi V DPR RI, saya perlu sampaikan bahwa SLI yang dilaksanakan oleh BMKG sejak tahun 2010, ternyata sangat diminati oleh beberapa negara untuk dicontohi. Yang sudah ikut program ini adalah Timor Leste dan sekarang Pakistan meminta kita mengajari mereka program ini,” kata dia.
Menurutnya, ketika bicara soal pertanian yang muaranya pada ketahanan pangan rakyat, ada tiga komponen yang saling berkaitan. Yakni soal bibit, lahan dan iklim. “ Masalah bibit dan lahan, sekarang sudah bisa direkayasa. Tapi soal iklim, belum ada rekayasanya. Iklim memang jadi faktor pembatas, yang hanya bisa kita kenali dan analisa lewat ilmu pengetahuan dan teknologi,” jelasnya.
Namun demikian, tambahan pengetahuan kepada para petani soal iklim, diyakini mampu meningkatan produktifitas pertanian.
“Itulah sebabnya, sekolah lapangan seperti ini akan terus kita tingkatkan,” katanya.
“ NTT punya ptensi tinggal bagaimana kita kembangkan, sehingga tetap menjadi daerah lumbung pangan di level nasional, ujarnya.
Sementara Ketua Komisi V DPR RI, Fary Francis mengapresiasi kegiatan sekolah lapang iklim (SLI) yang diselenggarakan setiap tahun. “ Komisi V mengapresiasi betul sekolah lapang iklim yang kita laksanakan ini. Betul – betul kita mendefinisikan, yang namanya sekolah lapang itu, kita belajar langsung di lapangan, belajar langsung di alam, dan kita bisa merasakan bagaimana mendapatkan pelajaran berkaitan dengan situasi dan kondisi di lapangan,” kata Farry Francis.
“ Kami di komisi V memberikan dukungan penuh terhadap yang sifatnya memberikan informasi, pendidikan dan pemahaman kepada masyarakat, berkaitan dengan iklim”, kata Fary menambahkan.
Acara pembukaan SLI tahap III ini, diakhiri dengan penanaman jagung kumala dan lamuru secara simbolis oleh Deputi Klimatologi pada Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Pusat, Herizal, Ketua Komisi V DPR RI, Fary Francis, Kepala Pusat Layanan Iklim BMKG, serta undangan lainnya. (L. Ng. Mbuhang)