Demikian hal itu disampaikan Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Andi Eka Sakya. Ia menyatakan bahwa pada bulan Maretr 2016, BMKG telah merilis wilayah Indonesia diprediksi awal musim Kemarau 2016 mundur. Hal itu sesuai hasil evaluasi awal musim kemarau sampai denngan bulan Mei 2016 menunjukkan baru sekitar 31,6% daerah yang sudah memasuki musim kemarau.
“Saat ini kondisi angin monsun timuran mulai menguat, menunjukkan bahwa kita berada pada musim peralihan (transisi – red) dari musim hujan ke musim kemarau.
Masih dikatakan Andi, BMKG memprediksi peluang La Nina mulai muncul pada periode Juli, Agustus, dan September (JAS) 2016 dengan intensitas lemah sampai sedang. Namun menurutnya bersamaan munculnya La Nina, terdapat fenomena lain yang perlu diperhatikan yaitu Dipole Mode Negatif atau kondisi suku muka laut di bagian barat Sumatera lebih hangat dari suhu muka laut di pantai timur Afrika. Sehingga menyebabkan tambahan pasokan uap air yang dapat menyebabkan bertambahnya cura hujan untuk wilayah Indonesia bagian barat.
“Indeks Dipole Mode diprediksi menguat pada bulan Juli sampai dengan September yang dapat memicu bertambahnya potensi curah hujan di wilayah barat Sumatera dan Jawa. Jawa timur, Bali, NTT tidak berdampak dipole mode dan sifat hujan di wilayah itu pada musin kemarau 2016 diprediksi normal,” tandasnya.
Sedangkan daerah-daerah yang diprediksi menurutnya, mengalami curah hujan atas normal pada periode musim kemarau Juli, Agustus, dan September meliputi Sumut bagian barat, Sumbar bagian barat, Sumsel, Lampung, Jawa bagan barat, Kalimanan utara, Kaltim, Kalteng, Kalbar, Kalsel, Sulut, Sulteng, Sulawesi Tenggara, dan Papua.
“Perlu diwaspadai terjadinya fenomena Nina yang bersamaan dengan terjadinya indeks Dipole mode negatif, dapat berdampak pada meningkatnya potensi curah hujan pada periode musim kemarau 2016 dan periode musim hujan tahun 2017,” tuturnya. dedy mulyadi