Bolehkah Calon Rektor Bukan Doktor?

  • Whatsapp

            Pimpinan perguruan tinggi Muhammadiyah (PTM) se-Sulawesi Selatan mempertanyakan berbagai hal pada Rapat Koordinasi Perguruan Tinggi Muhammadiyah se-Sulawesi Selatan, di Mini Hall FKIP Unismuh Makassar, Sabtu, 01 Oktober 2016.

            Salah satu pertanyaan yang diajukan yaitu bolehkah calon rektor bukan berkualifikasi doktor (S3)? Bagaimana jika pada proses pemilihan rektor, tidak ada calon rektor yang berkualifikasi doktor yang memenuhi syarat?
Menjawab pertanyaan tersebut, Wakil Ketua Majelis Dikti-Litbang PP Muhammadiyah, Dr Irwan Akib, mengatakan, idealnya calon rektor harus berkualifikasi doktor.
“Idealnya bergelar doktor, tetapi kalau ini diterapkan, maka kemungkinan akan banyak kendala yang dihadapi oleh perguruan tinggi Muhammadiyah, karena kadang-kadang doktor yang ada, tidak memenuhi syarat sebagai calon rektor,” ungkap Irwan, seraya menambahkan bahwa dalam aturan di Muhammadiyah, calon rektor minimal berijazah S2.
Pertanyaan lain yang mengemuka pada pertemuan tersebut yaitu tentang status atau posisi direktur program pascasarjana pada Sekolah Tinggi.
            “Bagaimana status atau posisi direktur program pascasarjana pada sekolah tinggi, apakah sama dengan dekan atau sama dengan ketua program studi. Kalau sama dengan dekan, berarti sama statusnya dengan ketua sekolah tinggi. Lalu bagaimana koordinasinya secara organisasi,” tanya Ketua STISIP Muhammadiyah Rappang, Dr Jamaluddin Ahmad.
            Terkait pertanyaan tersebut, Irwan Akib yang mantan Rektor Unismuh Makassar mengatakan, status direktur program pascasarjana pada sekolah tinggi, harus berada di bawah ketua.
“Tidak boleh sama posisinya dengan ketua, harus di bawahnya,” kata Irwan.
Mengenai standar kurikulum dan beban SKS (satuan kredit semester) mata kuliah Al-Islam dan Ke-Muhammadiyah-an (AIK), Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulsel Prof Ambo Asse mengatakan, sebaiknya mata kuliah AIK diwajibkan pada setiap semester.
“Mata kuliah AIK diwajibkan pada setiap semester, tetapi SKS-nya bisa diatur. Misalnya pada akademi yang hanya tiga tahun kuliah, SKS-nya cukup enam, tetapi diwajibkan pada setiap semester. Jadi, setiap semester cukup satu SKS, sehingga tidak ada semester yang kosong mata kuliah AIK-nya,” tutur Ambo Asse, yang sehari-hari menjabat Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Alauddin Makassar.
Selain penjelasan umum oleh Ketua PWM Sulsel Prof Ambo Asse, Rakor PTM se-Sulsel yang dipandu Ir H Saleh Molla MM (Wakil Ketua PWM Sulsel), juga membahas empat materi, yaitu Kebijakan Pimpinan Pusat Muhammadiyah terkait Perguruan Tinggi Muhammadiyah (Dr H Irwan Akib MPd), Tugas Pokok dan Fungsi, serta Kewenangan Badan Pembina Harian Perguruan Tinggi Muhammadiyah (Ir HM Syaiful Saleh MSi).
Kebijakan Keuangan pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah (Prof Dr Gagaring Pagalung Msi AkCA), serta Kebijakan Pembinaan Kemahasiswaan pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah (Ir H Abdurrakhim Nanda MT).
 
 
Keterangan gambar:
RAKOR PTM. Ketua PWM Sulsel Prof Ambo Asse (kedua dari kiri) didampingi Sekretaris Dr Irwan Akib (paling kiri), Wakil Ketua Saleh Molla (ketiga dari kiri), Prof Gagaring Pagalung (kedua dari kanan), dan Syaiful Saleh, memberikan pengarahan sebelum menutup secara resmi Rakor PTM se-Sulsel, di Mini Hall FKIP Unismuh Makassar, Sabtu, 1 Oktober 2016.
beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *