JAKARTA, Beritalima.com– Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia, Muhammad Anis Matta mengatakan, pandemi Covid-19 yang sampai saat ini masih melanda tanah air telah ‘membajak’ bonus demografi dan mimpi anak-anak muda Indonesia.
Padahal, keuntungan demografi tersebut yang seharusnya bisa dinikmati sekarang menjadi sirna karena datangnya krisis sebagai dampak wabah pandemi virus Corona (Covid-19).
Alhasil, generasi muda Indonesia saat ini harus menanggung beban krisis 10 sampai 20 tahun mendatang tanpa memiliki banyak ruang gerak.
“Padahal ibarat bunga, ungkap Anis, mereka sekarang waktunya mekar, bukan layu sebelum berkembang,” kata Anis saat memberikan pengantar Gelora Talks dengan tema ’76 Tahun Anugerah Kemerdekaan: Pemuda dan Mimpi Besarnya tentang Indonesia’ di Media Centre Gelora Indonesia di Jalan Patra II Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (18/8) petang.
Dikatakan politisi senior tersebut, ketakutan akan varian-varian baru dari Corona dipenuhi peristiwa-peristiwa tumbangnya satu persatu korporasi bisnis dan sangat mungkin juga tumbangnya banyak pemerintahan di masa-masa yang akan datang.
“Kita bisa lihat di Malaysia, perdana menterinya (Muhyidin Yassin, red) sudah mundur karena tidak kuat, tidak mampu memikul beban krisis yang sekarang ini,” ungkap laki-laki kelahiran Waledo, Bone, Sulawesi Selatan, 7 Desember 1968.
Wakil Ketua DPR RI 200902914 Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat (Kokesra) itupun membuat puisi untuk menggambarkan dan curahan isi hati atas kekuatirannya mengenai masa depan generasi muda Indonesia.
Puisi tersebut diberinya judul ‘Melawan Layu’.
“Bisakah kita berlindung pada ingatan kemerdekaan, yang kini dibajak pandemi, yang menyerbu bagai hama, membunuh semua bunga di taman dan kita gugur di musim semi.
Dia berharap, pemuda harus tetap optimis dalam kondisi pandemi seperti saat ini yang tidak diketahui kapan berakhir. Sebab, pemuda merupakan bonus demografi akan menjadi kekuatan utama bagi kebangkitan Indonesia
“Apakah ini akan membajak mimpi saudara semuanya atau ini akan kita ubah menjadi satu peluang. Situasi di hari kemerdekaan ini menjadi tantangan, kita memiliki optimisme untuk menjadi tantangan ini sebagai peluang dan kebangkitan Indonesia,” tegas dia.
Diskusi ini dihadiri narasumber pengusaha muda dan penggiat Olahraga kalangan pemuda, Azrul Ananda, duo Pemain Sepak Bola Nasional & Ex Pemain Timnas PSSI Okto Maniani dan Titus Bonai serta enterpreneur muda Indonesia, Sally Giovanny.
Azrul mengatakan, pandemi Covid-19 memang memberikan efek secara ekonomi, tetapi hal itu akan menjadi tantangan tersendiri. Setiap pemuda harus membuat planing atau perencanaan dalam hidupnya.
“Intinya, kita harus membuat planning yang paling penting. Kita akan menemukan jalan dari ketidakpastian. Seperti ketika saya membuat Liga Basket Pelajar (DBL), akhirnya kita buat produksi sendiri sepatu, bola, kaos dan lain-lain,” kata Azrul, anak mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan tersebut.
Sally, pengusaha muda asal Bandung mengatakan, setiap pemuda harus berani melakukan inovasi dan bisa menyesuaikan dengan situasi yang terjadi sekarang seperti pandemi saat ini.
“Sebenarnya bisnis saya dimulai berjualan kain kafan karena dibutuhkan setiap orang. Dari sini berkembang menjadi bisnis batik, karena bahan dasarnya sama katun. Ya, alhamdullilah bisnis batik terus berkembang seperti sekarang. Di masa pandemi ini, saya buat masker batik dan laku keras. Intinya, inovasi,” kata Sally.
Okto Maniani dan Titus Bonai mengatakan, mereka berdua harus melalui masa-masa sulit sebelumnya menjadi pemain sepak bola nasional dan masuk Timnas Indonesia. Sejak awal telah ditanamkan dalam dirinya untuk menjadi atlet Sepak Bola Timnas Indonesia
“Saya jadi nelayan, pukul 04 pagi saya jualan ikan di pasar. Singkat cerita kehidupan saya ini tidak berubah, saya harus jadi atlet, sementara kakak Tibo sudah jadi atlet. Motivator saya adalah abang senior saya yang main di Timnas di umur 17 tahun,” ungkap Okto.
Atas dasar itu, Okto Maniani mengaku termotivasi untuk berjuang keras masuk Timnas Nasional, meski postur tubuhnya tak mendukung sebagai pemain sepak bola, tetapi dia memiliki keunggulan dalam kecepatan berlari dan gocekan dalam menggiring bola.
“Saya harus kerja keras, lari di pantai, lari di gunung agar menjadi pemain profesional. Kita punya motivasi sendiri, banyak teman-teman saya di Jayapura juga sama, karena keterbatasan akses. Kita terus latihan-latihan agar punya fisik kuat,” pungkas Otto. (akhir)