BPKN Minta Ada Perpres Untuk Selesaikan Surat Ijo

  • Whatsapp

SURABAYA, Beritalima.com|
Konflik yang mewarnai status tanah seluas 1.200 hektar, dan berada di 23 kecamatan di kota Surabaya ini, sudah berjalan puluhan tahun tidak terselesaikan. Ada 46.811 pemilik lahan yang disebut HPL (Hak Pengelolaan Lahan) dan memiliki sertifikat hijau atau yang lebih dikenal dengan sebutan surat ijo.

Kehadiran rombongan yang dikomandani oleh Mufti Mubarok sebagai Wakil Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional, Kamis (2/12/2021) di beberapa lokasi, antara lain kampung Londo yang terletak di Peneleh, Dharmawangsa, dan Ngagel ini, diharapkan mampu mengurai permasalahan berkepanjangan terkait keberadaan surat ijo tersebut.

Dalam penjelasan yang disampaikan ke awak media, Mufti megungkapkan bahwa pihaknya sudah bertemu dengan walikota Surabaya, Eri Cahyadi. Dalam kesempatan tersebut, Mufti mengatakan bahwa Eri sudah menyerahkan ke pusat.

“Yang jadi pertanyaan itu, apa yang sudah diserahkan? Apa bentuk penyerahannya, apakah itu dokumen, data, atau apa, kita butuh penjelasan yang kongkrit. Mas Walikota cuma bilang, pokoknya seluruh data kalau kami diminta, kami sudah siap. Pemerintah kota Surabaya prinsipnya Siap,” terang Mufti.

Untuk mengurai benang kusut permasalahan surat ijo ini, Mufti bersama tim melakukan survei langsung ke rumah-rumah penduduk yang status tanahnya adalah surat ijo. Dari peninjauan tersebut, semua penghuninya minta agar status tanah yang mereka tempati ini bisa menjadi sertifikat hak milik (SHM), sehingga mereka tidak dibebani sewa Double.

“Karena selama ini, penduduk yang menempati tanah berstatus surat ijo, dikenakan pembayaran sewa lahan yang setiap tahun mengalami kenaikan, dan PBB. Ini yang memberatkan. Sementara walikota Surabaya masih bersikukuh bahwa masalah ini menurut Pemerintah Kota, sudah diserahkan ke pusat. Bentuknya apa yang sedang kami tanyakan tadi, Ini modelnya seperti apa, kalau aset yang diserahkan ke negara harus ada bentuknya kan, berita acara kayak apa, surat resmi dari walikota ke Kementerian terkait data itu, tapi kan mana buktinya. Misalnya kita minta bukti itu supaya kita koordinasi dengan seluruh Kementerian. Karena menyangkut antar menteri, menteri keuangan, menteri Dalam negeri, sebenarnya kan kalau Aset semesti kaitanya dengan menteri keuangan. Tapi sementara itu menteri keuangan juga enggak berhak,
Jadi, saya rasa penyelesaian surat ijo ini harus ada campur tangan presiden,” sambung Mufti.

Mufti menyebutkan, setelah melakukan sidak ini, pihaknya
akan memberikan rekomendasi kepada presiden supaya menjadi disekresikan Perpres. Menurut Mufti, karena persoalan ini nggak bisa diselesaikan dengan cara hukum. Kalau secara hukum ya pasti menuntut pemerintah.

“Kajian-kajian itu yang sedang kita dorong dalam investigasi ke lapangan. Ini yang benar-benar warga dan ini memang perjuangannya untuk melegalkan status tanah yang mereka tempati puluhan tahun. Kita sama-sama tahu, seperti yang selama ini kita pelajari, ini adalah kepentingan politik. Bersama presiden kita menjadi keputusan politik, karena beberapa kasus di kota-kota lain kan seperti itu, diputuskan cara politik baru diselesaikan menurut peraturan masing-masing. Kalau sendiri-sendiri seperti ini sektoral namanya. Kementerian ini ngomong ini, kementerian ini ngomong ini, jadi yang harus kita dorong ke sana adalah kesepakatan kementerian-kementerian berdasarkan Perpres. Itu jalan satu-satunya,” pungkasnya.(Yul)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com beritalima.com beritalima.com

Pos terkait