TULUNGAGUNG, beritalima.com- Sebelum dilaunching oleh Pj. Bupati Tulungagung Heru Suseno pada bulan September, Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) Tulungagung, terlebih dahulu memfasilitasi pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Batik Lurik Bhumi Ngrowo guna melindungi karya Kabupaten agar tetap terjaga, lestari dan berkelanjutan.
Dibuktikan dengan pemegang Hak Cipta dari Badan Riset dan Inovasi Daerah Kabupaten Tulungagung berdasarkan Surat Pencatatan Hak Cipta nomor EC00202460293, tanggal 4 Juli 2024 sesuai Pasal 72 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta Ijin Produksi/Distribusi oleh Asosiasi Batik dan Wastra Tulungagung/Dekranasda Tulungagung.
Hal itu, disampaikan oleh Dr. Slamet Sunarto, M.Si Plt Kepala Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) Kabupaten Tulungagung. Kamis, (10/10/2024).
BRIDA diberi tugas tambahan dari Pj. Bupati Tulungagung untuk memfasilitasi apa yang menjadi pemikiran dari teman-teman pelaku wastra dan batik dalam bentuk menyodorkan atas Hak Kekayaan Intelektual (HKI), dan sekarang sudah terbit sebagaimana yang ada dan sudah dipegang oleh ketua asosiasi batik dan wastra.
“Pada prinsipnya, Kabupaten Tulungagung sangat support terkait kegiatan-kegiatan untuk meningkatkan atau menumbuhkembangkan ekonomi khususnya di usaha mikro, sehingga apa yang menjadi ide atau gagasan dari teman-teman itu selalu kita support,” ucapnya
“Alhamdulillah, perkembangan batik dan wastra sangat luar biasa, namun tetap kita ingatkan karena ini sudah di HAKI, maka nanti dalam pemasarannya harus benar-benar selektif,” tambah Slamet Plt BRIDA .
Dikatakan, saat ini Batik Lurik Bhumi Ngrowo digunakan sebagai batik Icon Tulungagung dan dijadikan pakaian dinas ASN di Pemkab Tulungagung,
Pakaian khas ini merupakan pakaian yang mengekspresikan identitas masyarakat Tulungagung, dengan memakai bentuk khas tradisional jawa. Bagi laki-laki menggunakan atasan bergaya beskap jawa dengan motif Batik Lurik Bhumi Ngrowo dengan memakai Udeng Tulungagung dan sarung bebet hitam.
“Sedangkan, bagi wanita memakai atasan bergaya kutu baru dan sarung bebet hitam. Baik laki-laki dan wanita memakai alas kaki berwarna hitam,” katanya.
“Batik khas ini, mengambil inspirasi dari wilayah Tulungagung yang dahulu kala berupa rawa rawa maka lahirlah Motif Batik “Lurik Bhumi Ngrowo”,” tutupnya.
Sementara itu, Prayogi S Gama Wijaya, ketua Asosiasi Batik dan Wastra Tulungagung mengungkapkan, dalam motif lurik batik Bhumi Ngrowo berupa banyu mili (air mengalir) berjumlah jajar 9 lekukan yang melambangkan aliran air yang terus mengalir menghadirkan kebaruan dan kejernihan. Sembilan merupakan angka terakhir yang menyimbolkan penyelesaian dan memiliki nilai tertinggi, juga mewakili puncak pengalaman dan kebijaksanaan.
“Jajar 9 alur garis motif sebagai simbol banyaknya Desa (Thani) yang mendapat penghargaan sima (pardikan/keistimewaan) oleh Raja Kertajaya yang tertulis dalam Prasasti Lawadan. Raja Daha terakhir tersebut membuat Prasasti Lawadan pada tanggal 18 November 1205 Masehi, dimana tanggal itu sejak tahun 2002 ditetapkan sebagai penanda Hari Jadi Kabupaten Tulungagung,” ungkapnya.
“Adapun sembilan Desa (Thani) yang tertulis dalam Prasasti Lawadan yang mendapat status perdikan diantaranya, Thani Lawadan (Wates Besuki), Thani Pamwatan (Tertek), Thani Jjang (Ngujang), Thani Wanwa Tengah (Karang Tengah), Thani Tanggul (Besuki), Thani Herasih, Thani Kunda (Kendal Pakel), Thani Glang dan Thani Turun Asih,” imbuhnya.
Pihaknya juga menjelaskan, pakaian batik khas Tulungagung ini memadukan dua warna yaitu hitam dan coklat Keemasan. Dalam budaya Jawa warna hitam mempunyai arti keberanian, kebijaksanaan, dan kesetaraan. Maka dari itu, warna hitam sering kali muncul dan mendominasi dalam berbagai jenis pakaian kebesaran, seperti pakaian kerajaan, busana pengantin, hingga pakaian batik tradisional.
Arti warna coklat secara umum adalah untuk memberikan kesan anggun, elegan dan klasik. Warna Coklat Keemasan melambangkan kestabilan, keamanan, keseimbangan, dan keakraban. Memberikan sensasi teduh kepada siapa saja yang melihatnya. Orang yang suka dengan warna coklat cenderung mempunyai sifat yang ramah.
“Kombinasi kedua warna ini menciptakan kontras visual yang mencolok, menawarkan keseimbangan antara keanggunan dan kesan membumi. Sangat mewakili ciri khas suku Jawa yang terkenal sopan, kalem, santun, ramah, sederhana dan pekerja keras. “Wong Jowo Ojo Nganti Ilang Jowone” artinya orang jawa jangan sampai kehilangan jati diri sebagai orang jawa,” pungkasnya. (Dst).