KUPANG, beritalima.com – Budaya Lefa (perburuan ikan paus tradisional) di Lamalera, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur yang sampai dengan saat ini tidak bisa dihilangkan. Karena budaya itu, tetap kita pertahankan sebagai brending pariwisata di Nusa Tenggara Timur.
Demikian dikatakan Kadis Pariwisata Nusa Tenggara Timur, Marius Jelamu kepada wartawan di Kupang, Jumat (4/11/2016) lalu.
Dia mengatakan, dalam Seminar Internasional Ikan Paus di Lembata beberapa waktu lalu ada pandangan pakar – pakar dari luar negeri supaya bisa beradaptasi dari memburu ikan paus ke menonton ikan paus.
Tentu pandangan itu, disesuaikan. Tapi khusus untuk Lamalera budaya penangkapan ikan paus itu terkait erat dengan filsafat hidup mereka, terkait dengan ritus keagamaan tapi tidak dalam konteks menonton. Karena mereka juga tidak menangkap seenaknya ikan paus yang ada.Tetap ada kearifan lokal dalam menangkap ikan paus. Misalnya mereka tidak menangkap ikan paus yang lagi bunting atau lagi beranak, ikan paus kecil, juga ikan paus orca.
“ Jadi masyarakat Lamalera, Kabupaten Lembata itu tetap memiliki kearifan lokal. Dalam Seminar itu direkomendasikan juga bahwa wisata menonton ikan paus tetap akan dikembangkan khususnya di Alor, Larantuka dan juga dibeberapa kabupaten lain yang ada di Nusa Tenggara Timur. Di 90 negara, wisata menonton ikan paus justru memberikan nilai tambah bagi pendapatan ekonomi rakyat”, ujarnya.
Karena tak kala turis ke tengah laut untuk menyaksikan ikan paus yang bergerombol mereka akan menggunakan kapal – kapal nelayan atau perahu nelayan disitulah masyarakat mendapatkan pendapatan dari wisata menonton ikan paus.
Kemudian rekomendasi berikutnya tentu kita akan menyesuaikan wisata menonton ikan paus ini dengan siapnya sarana – sarana prasarana.
“ Kita berterima kasih dan memberi apresiasi kepada masyarakat Desa Lamalera yang sejak ratusan tahun lalu, budaya lefa ini diturunkan oleh nenek moyangnya. Mereka tidak menggunakan alat modern dan mereka tetap menggunakan paledang (perahu) tradisional yang sangat menarik”, kata Marius menambahkan.
Menurut Marius, budaya penangkapan ikan paus ini diberi apresiasi oleh Benyamin Khan, Ahli Ikan Paus dari Australia dan juga Ahli Ikan Paus dari Inggris serta Akitivis Lingkungan bahwa masyarakat Lamalera memiliki kebijakan lokal. Dimana mereka tidak memanfaatkan teknologi modern.
Dikatakan, ke depan pemerintah provinsi Nusa Tenggara Timur akan mengembangkan wisata budaya menonton ikan paus di Laut Sawu.
“ Saya bersama dengan Ahli Ikan Paus dari Australia, Benyamin Khan sudah berdiskusi bagaimana mengembangkan wisata budaya menonton ikan paus di Laut Sawu. Sebab menurutnya, di Laut Sawu adalah merupakan tempat imigrasi ikan paus dari beberapa wilayah, yakni Laut Australia, Laut Banda dan India. Dan di Laut Sawu inilah tempat yang sangat cocok ikan paus dari seluruh penjuru dunia untuk beranak pinang, bercekeraman, dan sebagainya.
Karena itu, menurut Benjamin, kata Marius, potensi ini dikembangkan untuk wisata budaya menonton ikan paus. Setelah disukusikan dengan masyarakat adat di Lamalera, lanjut Marius, mereka tidak tertarik untuk mengembangkan wisata budaya menonton ikan paus. Karena bagi mereka budaya menangkap ikan paus bukan untuk ditonton, tapi ritus keagamaan. “ Kita pahami dan hormati itu, karena itu pengembangan pariwisata budaya menonton ikan paus di Laut Sawu, kita akan fokuskan di Alor, Flores Timur dan kabupaten lain di Nusa Tenggara Timur. Tapi bukan di Lamarea”, ujarnya.
Karena itu, dia sebagai penanggungjawab pariwisata NTT tetap mempertahankan Desa Lamalera sebagai salah satu destinasi wisata yang terkenal karena budaya penangkapan ikan paus secara tradisional. (Ang)