JAKARTA, Beriutalima.com– Anggota DPR RI Komisi IV DPR RI membidangi Pertanian, Kehutanan dan Lingkungan Hidup (LH), Dr H Andi Akmal Pasluddin menyarankan Pemerintah dalam hal ini Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi hingga Presiden Joko Widodo (Jokowi) sering-sering bertemu petani garam.
Itu dikatakan legislator Dapil II Provinsi Sulawesi Selatan ini menanggapi keputusan Pemerintah melakukan impor garam tahun ini dalam Rapat Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi beberapa waktu lalu.
“Pemerintah seringlah ketemu petani garam. Kasih support yang baik, ajak dialog dan kasih solusi. Ini kok malah bikin menjerit para petani secara spontan dan membuat kaget banyak pihak,” ungkap Andi Akmal dalam keterangan pers yang diterima awak media, Rabu (17/3).
Politisi senior Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mendapat banyak sekali keluhan dan curhat petani garam rakyat di berbagai daerah. Ia merasakan psikologis para petani garam ini karena besar dalam dilingkungan pantai di Bone, Sulawesi Selatan yang penduduknya bekerja sebagai nelayan dan petani garam. Artinya, mereka menggantungkan kehidupannya dari laut.
Persoalan ini, terutama garam industri mirip-mirip beras. Setiap tahun tak ada penyelesaian. Selalu memunculkan polemik. Padahal, semua pihak sudah memahami, kebutuhan bangsa kita akan garam ada pada kendala kualitas untuk memenuhi kebutuhan Industri. Sedangkan ketersediaan garam nasional, lebih dari cukup untuk memenuhi semua kebutuhan baik Industri maupun konsumsi bahkan berlebih jika pengelolaannya baik.
“Saya sejak masuk DPR 2014, saya sudah berteriak kepada pemerintah untuk menyelesaikan persoalan impor garam ini. Kini regulasi semakin longgar dengan adanya UU Cipta Kerja (Ciptaker), dimana impor legal sebagai istilah kedaulatan. Kedaulatan komoditas kita sudah melenceng dari arti sesungguhnya,” ucap Andi Akmal.
Andi Akmal mengaku, dia mendapat laporan dari beberapa petani terkait beratnya kehidupan karena harga garam semakin merosot. Pembinaan Pemerintahan Jokowi tidak mampu mengentaskan persoalan dihadapi petani garam. Bahkan harga garam sempat Rp.125.000 per sak, kini sudah merosot tajam hingga Rp 15.000, per sak.
Garam rakyat masih banyak yang belum terserap. Kalau impor diteruskan, ini sama saja pelan-pelan menenggelamkan kehidupan petani garam. Mereka saat ini membutuhkan keberadaan Pemerintah untuk menolong kehidupannya.
“Bukan keberadaan yang mengkerdilkan mata pencahariannya dengan impor yang tak seharusnya dilakukan. Impor jalan pintas untuk memenuhi kebutuhan garam industri, tanpa memikirkan keberadaan garam rakyat yang mesti ditingkatkan levelnya sehingga memenuhi syarat kebutuhan Industri,” demikian Dr H Andi Akmal Pasluddin. (akhir)