SURABAYA – beritalima.com. Hakim tunggal Praperadilan JE terhadap Polda Jatim, Martin Ginting memutuskan menerima tambahan bukti yang diajukan JE. Jum’at (21/1/2022). Dengan tambahan bukti tersebut berarti JE semakin mempunyai kesempatan untuk membuktikan bahwa penetapan dirinya sebagai tersangka tidak memiliki bukti yang kuat serta berdasarkan fitnah belaka.
Berikut bukti-bukti tambahan yang diberikan JE melalui tim kuasa hukumnya Jefri Simatupang dkk.
Bukti tambahan P37, terkait pemberitaan di media massa bahwa Kejati Jatim telah mengembalikan berkas perkara dari Polda Jatim. Bukti tambahan P38, berisi percakapan WhatsApp (WA) antara Kasipenkum Kejati Jatim dengan wartawan terkait alasan-alasan pengembalian berkas perkara JE ke Polda Jatim.
Bukti tambahan P39 berisi surat pernyataan dari notaris mengenai keterangan ahli dimuka persidangan dibawah sumpah. Bukti tambahan P40 dan P41 keterangan saksi yang pada tanggal 22 bersama-sama dengan tersangka JE di Singapura.
Bukti tambahan P42 berupa analisa foto dari sisi arsiktur yang menyimpulkan tidak terjadi penciuman yang dilakukan oleh Pemohon Praperadilan terhadap saksi Pelapor.
Bukti tambahan P43 foto dikapal pesiar di tanggal kejadian yakni 22. P44 stempel imigrasi dan pasport tanggal 22. P45 Pasport milik JE. P46 bukti tahap satu Polda Jatim terhadap JE yang ditolak Kejati Jatim. P47 surat pernyataan notariil dari seorang wartawan terkait bukti tambahan P37 dan P38.
Bukti tambahan P48 putusan Praperadilan nomer 4 tahun 2015 PN Jakarta Selatan yang diajukan Komjen Pol Budi Gunawan.
P49 Surat edaran Kejaksaan Agung Nomer 3 tahun 2020, P50 kartu pers wartawan dan P51 Video Kasipenkum Kejati Jatim terkait P-19 kasus SPI.
Sempat terjadi keberatan dari pihak Termohon yakni Bidkum Polda Jatim dengan diterimanya bukti tambahan tersebut. Bidkum Polda Jatim beralasan perkara yang sedang disidangkan ini adalah penyerahan berkas kesimpulan dari kedua pihak. Bukan penyerahan bukti tambahan.
Sebelumnya ahli kriminologi Universitas Brawijaya, Prija Djatmika yang dihadirkan Polda Jatim sebagai saksi ahli menerangkan hal yang tidak jauh berbeda dengan keterangan para ahli sebelumnya, dimana alat bukti yang ada ditangan penyidik dalam perkara pidana akan dinilai oleh hakim sesuai dengan ketentuan KUHAP. “Keterangan saksi, Bukti surat, keterangan ahli, ini petunjuk saja, nanti hakim yang menilai, sesuai pasal 184 KUHAP,” terang Djatmika.
Untuk Saksi berantai atau lebih dari dua orang, lanjut Djatmika, keterangan yang dia sampaikan haruslah berkesesuaian dengan perkara yang sedang diperiksa oleh penyidik. “Rangkain saksi saksi yang mengarah pada perbuatan materiil, tapi apabila Saksi-saksi itu tidak berkesesuaian itu tidak masuk dalam kategori alat bukti petunjuk,” kata ahli
Kuasa hukum JE, Jefey Simatupang kemudian mempertanyakan saksi yang disebut sebagai saksi Testimonium De Auditu, atau saksi yang kesaksiannya atau keterangannya hanya mendengar dari perkataan orang lain, bukan mengetahui secara langsung suatu perbuatan tindak pidana.
Menurut Prija Djatmika, saksi yang demikian itu berada di luar kategori yang dibenarkan, sebab hukum pidana itu wajib berdasarkan kebenaran yang riil. “Hukum pidana itu berdasarkan kebenaran materiil, berdasarkan kebenaran yang sebenar-benarnya,” kata ahli.
Pertanyaan Jefry tersebut bukan tanpa alasan, sebab dari 22 orang saksi yang di BAP oleh penyidik dalam perkara dugaan pencabulan di Sekolah SPI adalah saksi yang dikategorikan sebagai saksi Testimonium De Auditu, yaitu saksi yang kesaksiannya atau keterangan-nya hanya mendengar dari perkataan orang lain. (Han)