Buku ‘Ibu Khofifah’, Pengejawantahan Pemimpin Sejati

  • Whatsapp

SURABAYA, Beritalima.com| Bertepatan hari ibu 22 Desember lalu, telah dibedah buku ‘Ibu Khofifah Indar Parawansa’ yang ditulis oleh Trisnadi Marjan dan Fatimatuz Zahra. Duet jurnalis dan fotografer tersebut, telah menghasilkan ‘karya unik dan beda’ dengan karya-karya lain yang berusaha mengangkat seorang figur idolanya. Melainkan, duet keduanya yang terbentuk dalam buku setebal 207 lembar tersebut, menunjukkan betapa seorang pemimpin sejati memiliki beragam kisah dan pesan yang sangatlah sayang dilewatkan.

Dari bentuk bukunya saja, orang akan berkesimpulan bahwa ‘buku ini memang beda’. Jika umumnya setiap buku berbentuk persegi panjang vertikal, namun buku persegi dengan keempat sisinya memiliki ukuran yang sama. Desainnya pun bernuansa klasik dengan warna coklat elegan.

Eye catching. Satu kata tersebut akan sangat mudah tergambarkan ketika pembaca melihat sebuah foto ‘sang pemimpin’ yang menjadi fokus tulisan, sedang memeluk hangat seorang perempuan. Kesan kehangatan dan ketulusan sangat tergambar jelas dalam foto tersebut.

Sisi menarik pun terus ditampilkan dalam buku kumpulan fotografi yang sebenarnya, lebih terkesan mengajak pembaca mengikuti sebuah ‘tayangan dokumenter’ yang ditampilkan secara visual melalui perpaduan foto dan tulisan.

Sangat menarik memang, beragam jepretan yang layak membuat decak kagum. ‘Berkelas’. Satu kata itu sangat mewakili visualisasi foto sang fotografer. Dan jika ada satu lagi selain kata ‘berkelas’, maka kata ‘hidup’ bisa menjadi paduannya.

Betapa tidak? Foto ‘sang pemimpin’ yang ditampilkan dalam buku tersebut, terkesan ‘sangat hidup’. Melihat foto saja, pembaca akan diajak ‘mendeskripsikan’ makna foto tersebut. Luar biasa bukan? Jika umumnya sebuah foto memiliki keterangan agar bisa tampil secara ‘hidup’, namun foto-foto dalam buku tersebut tidaklah demikian. Bahkan, foto-foto mampu mengajak pembaca ‘berkomunikasi’.

Maka, tak dapat dibantah lagi, bahwa sang penulis berhasil melakukan upaya ‘persuasif, yaitu mengajak pembaca untuk memahami setiap dokumentasi aksi kepedulian ‘sang pemimpin’. Meski secara foto ‘terkesan’ sudah cukup memenuhi aspek estetika dan membangun rasa ingin tahu pembaca untuk menyelesaikan tuntas isi buku, sang penulis tidak ketinggalan melakukan eksplorasi penjelasan setiap foto.

Sangat jelas, ini bukan postingan di platform sosial media yang menayangkan sebuah foto dan keterangan terkait unsur 5 W 1 H dalam sebuah foto tersebut. Melainkan, diselipkan setiap pesan ‘sang pemimpin’ dalam setiap giat yang dilakukannya, mulai dari kisah beliau yang turun di berbagai wilayah pedalaman, hingga saat melakukan trauma healing untuk korban bencana alam.

Hal terakhir ini saya kira pamungkas yang sangat menarik. Bahwa dalam setiap kisah, ada pesan yang ingin ditinggalkan. Dan pesan itulah, yang menjadikan ‘setiap kisah memiliki kesan’.

Diantara pesan yang sangat ‘melekat di hati adalah saat ‘sang pemimpin’ memberikan perhatian hangat pada sahabat difabel. Beliau sampaikan: “Bantu menjadikan kekurangan mereka menjadi kelebihan. Karena sejatinya mereka bukan kekurangan, tapi butuh seseorang untuk membantu mereka berkarya.”
Dr. Lia Istifhama, penulis dan aktivis sosial. (red)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait