Jakarta — Penetapan status tersangka atas Kabasarnas Marsdya TNI Henri Alfiandi (HA) dan Letkol Afri Budi Cahyanto (ABC) oleh KPK terkait kasus dugaan suap proyek di Basarnas, diralat melalui konferensi pers KPK (28/7). Sebelumnya, TNI menyatakan keberatan atas penetapan tersangka tersebut.
”Keberatan TNI atas suatu proses hukum, tidak seharusnya dilakukan dalam bentuk intimidasi institusi,”kata
Hendardi, Ketua Dewan Nasional SETARA Institute mengomentari ralat KPK di Jakarta, Sabtu (29/7).
Menurut Hendardi dalih anggota TNI tidak tunduk pada peradilan umum adalah argumen usang yang digunakan untuk melindungi oknum anggota yang bermasalah dengan hukum.
”Jika pun TNI tidak sepakat dengan langkah KPK, seharusnya menempuh jalur praperadilan,”katanya.
Hendardi menjelaskan, Pasal 65 ayat (2) UU 34/2004 tentang TNI menegaskan bahwa yurisdiksi peradilan militer hanyalah untuk jenis tindak pidana militer. Sedangkan untuk tindak pidana umum, maka anggota TNI juga tunduk pada peradilan umum.
Demikian juga Pasal 42 UU 30/2002 tentang KPK, menegaskan kewenangan KPK melingkupi setiap orang yang diduga melakukan tindak pidana korupsi, baik ia tunduk pada peradilan umum maupun pada peradilan militer. Jadi, *tidak ada tafsir lain kecuali bahwa KPK seharusnya tidak menganulir penetapan tersangka tersebut.
Norma-norma dalam UU 31/1997 tentang Peradilan Militer yang mengatur subyek hukum peradilan militer seharusnya batal demi hukum karena UU TNI dan UU KPK telah menegaskan sebaliknya. Yakni, jika anggota TNI melakukan tindak pidana umum, maka tunduk pada peradilan umum.
”Ketidaksamaan di muka hukum dan _privilege_ hukum bagi anggota TNI harus diakhiri.”Katanya.
9