KUPANG, beritalima.com – Masih tingginya ketergantungan pasokan dari
provinsi lain bagi ketersediaan kebutuhan pokok seperti beras dan ayam
pedaging di NTT merupakan suatu tantangan bagi kita. Dibutuhkan kerja
keras dari instansi-instansi terkait untuk mengurangi ketergantungan
impor tersebut.*
Hal tersebut dikemukakan Gubernur NTT, Frans Lebu Raya saat
menyampaikan arahan pada pertemuan High Level Meeting (HLM) Tim
Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Provinsi NTT di Ruang Rapat Gubernur,
Kamis (6/4/2017) lalu.
Dengan ketersediaan beras di pasaran NTT yang dipasok dari Sulawesi
Selatan sebesar 62,3 % dan Jawa Timur sekitar 23,8 %, Gubernur Lebu
Raya meminta perhatian serius Dinas Pertanian NTT untuk mengambil
langkah-langkah teknis yang diperlukan.
Perluasan areal tanam padi hendaknya diikuti dengan upaya
intensifikasi atau peningkatan produktivitas per hektarnya. Upaya
mekanisasi akan terus digalakan oleh Pemerintah Provinsi NTT dengan
memberikan bantuan traktor dan alat-alat pertanian kepada petani
setiap tahunnya.
“ Kita harus tetap optimis, dukungan Pemerintah Pusat dengan membangun
tujuh bendungan di NTT akan dapat menigkatkan hasil pertanian.
Masyarakat juga perlu dimotivasi agar memanfaatkan lahan atau
pekarangan rumah untuk menanam lombok, sayur-sayuran dan tanaman
holtikultura lainnya,” demikian ungkap Frans Lebu Raya, sembari
mengingatkan Dinas Ketahanan Pangan Provinsi NTT agar semakin giat
mengkampanyekan konsumsi pangan lokal selain beras.
Ia menghimbau Dinas Perhubungan NTT agar melakukan upaya-upaya konkret
dalam memperpendek jangkauan distribusi bahan-bahan kebutuhan dasar
tersebut dengan mengoptimalkan fungsi pelabuhan-pelabuhan barang pada
kabupaten-kabupaten di NTT.
“Upaya memotong jalur distribusi ini diharapkan dapat membuat harga
barang-barang tidak melambung tinggi. Kepada Dinas Peternakan NTT dan
Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu NTT, agar
proaktif mencari investor di bidang industri pengembangbiakan
(breeding) ayam pedaging di Pulau Flores dan Sumba,”pungkas Lebu Raya
sambil mengharapkan BI dapat menambah sampel kota inflasi bukan hanya
Kota Kupang dan Maumere tapi juga di Labuan Bajo, Belu dan salah kota
kabupaten di Sumba.
Kepala Perwakilan Bank Indonesian (BI) Nusa Tenggara Timur, Naek Tigor
Sinaga dalam paparannya mengungkapkan, tingkat inflasi di NTT pada
Tahun 2016 adalah 2,48 %.
Angka ini merupakan tingkat inflasi terendah dalam kurun waktu 15
tahun terakhir sejak tahun 2001. Inflasi NTT ini juga berada di bawah
rata-rata inflasi nasional yang sebesar 3,02 %. Penyumbang inflasi
tertinggi adalah tarif angkutan udara dan komoditas pertanian seperti
sayur-sayuran,daging dan beras. Pada Tahun 2017, angka inflasi NTT
diprediksi pada kisaran 4,1 % hingga 5,1 %.
“ Seturut pengamatan kami selama beberapa tahun, tingkat inflasi
tertinggi biasanya terjadi pada triwulan keempat khususnya bulan
Desember. Hal ini terutama terkait erat dengan perayaan Natal dan
Tahun Baru,” ungkap Naek Tigor sembari mengajak Gubernur dan semua
peserta yang hadir untuk mengunduh aplikasi Pusat Informasi Harga
Pangan Strategis (PIHPS) Nasional dari HP Android agar bisa memantau
harga-harga kebutuhan pokok setiap harinya di Kota Kupang, Maumere dan
provinsi lainnya di seluruh Indonesia.
Sementara itu, Kepala Bulog NTT Sugeng Rahayu mengatakan persediaan
beras di NTT untuk empat bulan ke depan masih aman.
“Ada sekitar 450 ribu lebih ton beras yang tersedia pada gudang-gudang
Bulog di seluruh NTT. Bulog juga telah diizinkan untuk membeli beras
petani di atas harga rata-rata yang ditetapkan Pemerintah sebesar Rp
7.200 per kg, disesuaikan dengan kualitas berasnya. Kita juga terus
mendorong petani untuk memasok beras premium ke pasaran. Nama dan
kemasannya akan difasilitasi oleh Bulog. Bulog sudah memiliki merk
beras premium sendiri yang dinamakan Beras Bulog Kita,” urai Sugeng.
Acara High Level Meeting (HLM) Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID)
hadir perwakilan dari BPS NTT, Pertamina NTT, Telkom NTT, BUMN, BUMD,
Pimpinan OPD Lingkup Pemerintah Provinsi NTT dan undangan lainya.
(Ang)