MALANG, Beritalima.com |
Cafe Donkope ini terinspirasi dari reses Dr Drs H Agus Dono Wibawanto M.Hum dengan petani kopi dari Dampit. Awalnya dikeluhkesahi masalah harga kopi yang ditentukan oleh tengkulak atau pengepul biji kopi. Jadi setiap tahun, mungkin ada 10 tahun sampai sekarang ini harga kopi itu stagnan. Kalau naik gak mungkin, tapi harga biji kopi cenderung turun. Penjelasan tersebut disampaikan oleh wakil Ketua fraksi Demokrat DPRD Provinsi Jatim Dr Drs H Agus Dono Wibawanto M.Hum
Politisi dari Komisi C ini mengisahkan perjalanan panjang dan perjuangan tiada henti untuk membantu petani kopi yang selalu merugi akibat nakalnya permainan para tengkulak. Mantan pengusaha SPBU ini berusaha menjembatani kepentingan para petani kopi.
“Saya mencoba untuk menjembatani kepentingan petani kopi untuk bisa disuarakan ke tingkat yang lebih atas, dengan harapan harga kopi bisa lebih baik. Makannya kemudian saya mendirikan cafe Donkope. Masalah kopi ini sebetulnya bukan hanya bergerak dibidang hilirnya, tapi membutuhkan campur tangan dan kehadiran pemerintah. Nasib para petani kopi dari dulu ya begitu-begitu saja, tidak ada peningkatan. Disaat panen justru banyak para petani yang rugi. Ada saja alasan para tengkulak untuk mengambil keuntungan dari SDM petani yang tidak memadai,” keluh Agus Dono.
Agus Dono mengakui jika cafe Donkope didirikan merupakan bentuk kepedulian dirinya atas keprihatinan para petani kopi. Agus Dono ingin mengajak para pengusaha untuk ikut membantu menyelesaikan permasalahan harga kopi.
“Saya belajar mendalami ilmu perkopian. Saya ingin terjun langsung dan melihat perjuangan petani kopi, bagaimana para tengkulak itu bermain, bagaimana biji kopi itu didistribusikan, kemana saja biji kopi itu dijual. Setelah paham, barulah saya mencoba menerjuni bidang perkopian dengan mendirikan cafe Donkope ini,” sambung Agus Dono.
“Dari tingkat petani budidaya kopi, panen kopi, proses pembakaran kopi sampai menjadi di bubuk kopi itu saya terjun secara langsung. Saya berharap para pengusaha cafe ikut andil memberdayakan hasil biji kopi petani. Ayolah hasil budidaya kopi kita wadahi agar para petani bisa meningkatkan kesejahteraan hidup keluarganya,” harap Agus Dono.
Sebagai mantan pengusaha SPBU, pihaknya berharap bisa mengubah mindset dari petani kopi maupun penikmat kopi. Artinya kalau selama ini penikmat kopi itu terutama kalangan milenial itu kan jarang mendapatkan informasi kopi yang lengkap, plus kebanyakan mereka Kalau ngopi itu kan kopi sachet ya, jadi kopi sachet itu sepertinya kurang bagus karena disitu banyak bahan-bahan tambahan yang sebetulnya itu kurang bagus untuk tubuh.
“Saya ingin memberikan edukasi bahwa kopi yang enak, kopi yang bagus di Malang ini banyak, terutama yang dari Dampit. Kita ini negara pengekspor kopi terbesar ke tiga di dunia.Tapi untuk kopi yang di kalangan bawah itu kopi-kopi yang bukan kopi murni, sehingga saya berinisiatif untuk mengenalkan kopi yang sesungguhnya. Disamping kopi memiliki kasiat menurunkan kadar gula darah, mengurangi kadar kolesterol, kopi juga kalau diproses dengan bagus yang dari lingkungan kita sendiri itu nggak kalah rasa nikmatnya dari kopi-kopi yang dari luar negeri.Terutama yang dijual di cafe-cafe,” lanjutnya.
Agus Dono mengungkapkan bahwa keinginan terakhirnya itu pengen menciptakan kopi sachet tapi itu kopi murni, bukan dicampur dengan bahan bahan tambahan yang kurang bagus bagi tubuh kita. Prospek bisnis perkopian sebenarnya sangat bagus. Meskipun di sektor-sektor yang lain menurun karena pandemi, justru kopi ini kalau nggak dibatasi dengan protokol kesehatan dan jam buka malam itu, pihaknya yakin pengunjungnya juga membludak dibandingkan dengan sektor yang lain.
“Warung kopi cenderung memiliki potensi untuk meningkatkan perekonomian masyarakat Jawa Timur, dari mulai bahan mentah sampai kemudian menjualnya memiliki nilai tambah yang prospektif. Saya berharap, Donkope ini bisa meringankan beban para petani kopi dan orang-orang yang memiliki usaha warung kopi. Dengan mengkonsumsi kopi lokal setidaknya masyarakat merasa memiliki harapan untuk kopinya bisa laku dan bisa di naik tingkat. Karena itu kita punya komunitas warung kopi, jadi kita kumpulkan teman-teman yang bergerak di bidang warung kopi itu, terutama yang ada di pantai Selatan Malang lebih 50 warung kopi,” terang Agus Dono.
Agus Dono menuturkan, komunitas warung kopi yang dihimpunnya menceritakan bahwa kopinya dijual per cangkirnya sampai Rp10.000,- artinya kalau satu cangkirnya Rp10.000,- 1 kilo itu dia bisa jadi 100 cangkir, karena kemasan kopi sachet isinya 10 gram, harga kopi per kilogram Rp 100.000,- kalau dia beli 1 kilogram bisa jadi 100 kan. Omsetnya bisa Rp 1 juta.
“Luar biasa besar itu kalau kita bandingkan dengan bisnis yang lain, keuntungan dari bisnis kopi ini bisa 400.%. Jadi dia cuman modal Rp100.000 menjadi Rp 1 juta berarti ada keuntungan Rp800.000,-. Harapan kami bisnis ini juga bisa menular ke temen-temen komunitas warung yang lain. Kita dirikan koperasi dari petani kopi maupun warung kopi. Harapan Kita di situ akan semakin berkembang, memang awalnya ini kita terkendala dengan modal.Ternyata putaran uang itu luar biasa. Kalau tahap awal ini kita harus cover banyak warung atau petani kopi, terus terang di permodalan kita yang belum mencukupi. Dengan program-program tersebut, mudah-mudahan dari provinsi memberi solusi bagaimana pemerintah mengcover pembelian biji kopi petani melalui lelang terbuka, kemudian banyak pengusaha yang ikut membeli biji kopi petani dan masalah penjualan kopi dengan harga pantas bisa terwujud,” tambahnya.
Agus Dono menambahkan, jika semuanya bergotong royong, saling menyadari pentingnya mencintai produk bangsa sendiri, membeli produk lokal, Insyaallah perekonomian akan bisa berputar Kembali dengan lancar, Insya Allah masyarakat masih bisa bertahan untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomiannya.(yul)