Cahaya Ilmuwan Muslim Warisan yang Abadi, Ibnu Rusyd: Sang Cahaya dari Cordoba

  • Whatsapp
Ibnu Rusyd: Sang Cahaya dari Cordoba

Cepu, beritalima.com| – Filsuf, dokter, dan hakim Andalusia Ibn Rushd (1126–1198) adalah salah satu tokoh filsafat besar dalam konteks Muslim, dan merupakan sumber dasar bagi pemikiran Eropa pasca-klasik. Puisi esai ini ditulis dengan inspirasi dari biografi Ibnu Rusyd di https://plato.stanford.edu/entries/ibn-rushd/#pagetopright

Di Cordoba, di bawah langit Andalusia yang biru,

seorang anak lahir, membawa api pengetahuan dalam dadanya.

Namanya, Ibnu Rusyd.

Dia adalah anak zaman,

zaman di mana kitab-kitab Yunani kuno berbisik pada dunia Islam,

di mana filsafat dan agama saling berdebat dalam gelap,

mencari terang.

 

Ayahnya, seorang hakim, mengajarkannya hukum,

tapi jiwanya merindukan lebih dari sekadar pasal dan ayat.

“Apa artinya hidup,” bisiknya pada malam,

“jika kita hanya mengulang, tanpa pernah memahami?”

 

Maka, dia pun melangkah,

menyusuri lorong-lorong perpustakaan,

menyelami teks-teks Aristoteles, Plato, dan Al-Farabi.

“Filsafat,” katanya, “adalah jalan untuk mengenal Sang Pencipta.”

 

Tapi zaman tak selalu ramah pada pencari kebenaran.

Di Marrakesh, di istana Khalifah Abu Yaqub Yusuf,

dia dipanggil, diuji, dan akhirnya diangkat sebagai penasihat.

“Jelaskan padaku,” kata sang Khalifah,

“apakah akal dan wahyu bisa bersatu?”

Ibnu Rusyd menjawab, dengan suara tenang namun penuh keyakinan,

“Akal adalah anugerah Tuhan, dan wahyu adalah petunjuk-Nya.

Keduanya adalah dua sungai yang mengalir ke samudera yang sama.”

 

Tapi, oh, betapa beratnya membawa obor kebenaran

di tengah kegelapan fanatisme.

Dia menulis “Tahafut al-Tahafut” (Keruntuhan atas Keruntuhan),

membela filsafat dari serangan Al-Ghazali.

“Jika akal bertentangan dengan teks suci,” tulisnya,

“maka teks itu harus ditafsirkan ulang,

karena kebenaran tak mungkin bertentangan dengan kebenaran.”

 

Tapi api tak selalu diterima dengan sukacita.

Di usia tuanya, dia diasingkan,

bukunya dibakar, pemikirannya dituduh sesat.

“Mengapa,” tanyanya pada langit yang diam,

“kebenaran selalu ditakuti?”

 

Tapi dia tak menyerah.

Dari pengasingan, dia terus menulis,

menerjemahkan, mengajar,

menjembatani dunia Islam dengan warisan Yunani.

 

Dan ketika waktunya tiba,

dia meninggalkan dunia yang masih gelap,

tapi meninggalkan cahaya yang tak pernah padam.

Karyanya diteruskan ke Eropa,

menginspirasi Renaisans,

membuka jalan bagi Descartes, Aquinas, dan Spinoza.

“Averroes,” panggil mereka,

“Sang Penjaga Akal.”

 

Kini, di Cordoba, di mana dia pertama kali membuka mata,

angin masih berbisik tentang namanya.

Di setiap buku yang dibaca,

di setiap debat tentang akal dan iman,

di setiap upaya manusia untuk memahami dirinya dan Tuhannya,

Ibnu Rusyd masih hidup.

Dia adalah bukti bahwa kebenaran,

sekalipun dibungkam,

akan selalu menemukan jalannya.

Oleh Gunawan Trihantoro, Rumah Kayu Cepu (Jawa Tengah), 22 Maret 2025

Catatan:

  1. Ibnu Rusyd (Averroes) adalah filsuf, dokter, dan hakim Muslim Andalusia yang hidup pada abad ke-12. Kontribusinya yang paling terkenal adalah dalam bidang filsafat, di mana dia membela rasionalisme Aristotelian dan mencoba mendamaikan akal dengan wahyu.
  2. Karyanya, seperti “Tahafut al-Tahafut” dan komentarnya tentang Aristoteles, memengaruhi pemikiran Eropa selama Abad Pertengahan dan Renaisans.
  3. Dia juga menulis tentang kedokteran, hukum, dan astronomi, menunjukkan betapa luasnya minat intelektualnya. Pengaruhnya masih terasa hingga hari ini, terutama dalam diskusi tentang hubungan antara sains, filsafat, dan agama.
beritalima.com
beritalima.com beritalima.com beritalima.com beritalima.com beritalima.com beritalima.com beritalima.com

Pos terkait