JAKARTA, Beritalima.com– Hampir satu dasa warsa terakhir, DPR RI boleh dikatakan tidak mampu menjalankan fungsinya sebagai wakil rakyat seperti yang ditugaskan Undang-undang (UU).
Hal itu, ungkap mantan dekan Fakultas Ilmu Komunikasi (Fikom) Institut Ilmu Sosial Ilmu Politik (IISIP) Jakarta, Muhammad Jamiluddin Ritonga kepada Beritalima.com di Jakarta, Rabu (11/8) siang, karena kuatnya koalisi partai pendukung Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di parlemen.
“Saya melihat fungsi pengawasan DPR RI terhadap jalannya roda pemerintahan mandul. Demikian pula dengan dua tugas DPR RI lainnya yakni hak membuat undang-undang serta hak budget,” kata pria yang akrab disapa Jamlit tersebut.
Ya, enam partai politik yakni PDIP, Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB serta PPP merupakan partai pendukung pemerintah dengan menguasai lebih dari 70 persen suara di parlemen. Yang berada di luar pemerintahan Jokowi tinggal Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) serta Partai Amanat Nasional (PAN).
Dari ketiga parpol tersebut, hanya Partai Demokrat dan PKS yang tampak menjalankan fungsinya sebagai wakil rakyat. Namun, suara kedua partai ini tidak cukup lantang mengkritisi Pemerintahan Jokowi. “Kedua partai ini tak punya suara signifikan karena kalah kalau harus bersaing dengan parpol pendukung pemerintah. Istilahnya, gaung yang didengungkan kalah nyaring,” kata bapak dua putra tersebut.
Sementara PAN seperti ‘banci’. Perempuan bukan, laki-laki pun tidak. “PAN bagaikan orang mengenakan pakaian perempuan tetapi berjenis kelamin pria,” kata pengajar Universitas Esa Unggul Jakarta ini memberi istilah partai yang sudah ditinggal Prof Dr Amin Rais tersebut.
Memang belakangan ini, lanjut Jamil, beberapa anggota DPR RI dari PDIP coba melayangkan kritik ke Pemerintah Jokowi, khususnya terkait soal penanganan virus Corona (Covid-19) yang sudah 18 bulan tidak kunjung tuntas diredam Pemerintah. Pemerintah sudah menerapkan berbagai cara. Namun, sampai saat ini malah semakin banyak korban yang meninggal maupun harus mengalami perawatan medis.
Walau mulai terdengar suara kritik dari PDIP sebagai parpol pendukung utama Jokowi sebagai presiden tetapi kritik yang dilayangkan masih jauh dari makna fungsi yang melekat bagi setiap anggota DPR RI.
Meski begitu kritik yang disampaikan beberapa anggota DPR RI dari PDIP setidaknya ada indikasi kemajuan.
“Kritik sebagai bentuk fungsi pengawasan seperti itu seyogyanya diikuti juga anggota DPR RI dari partai pendukung pemerintah lainnya.
Itu perlu dilkukan agar anggota DPR benar-benar melakukan fungsinya, khususnya fungsi pengawasan.
Sebab, jelas Jamil, sangat ironis bila seseorang mengaku anggota DPR RI tapi tidak melaksanakan fungsi pengawasan.
“Jadi, untuk meningkatkan fungsi pengawasan, sudah selayaknya DPR RI membentuk Panitia Khusus (Pansus) khususnya untuk mengawasi penggunaan dana penanganan Covid-19 yang jumlahnya lebih Rp 1.000 triliun dan pengadaan vaksin.”
Melalui pembentukan Pansus itu diharapkan DPR RI bakal diketahui alokasi penggunaan dana penanganan Covid-19 yang sebenarnya. Termasuk tentunya penyimpangan yang mungkin terjadi.
Hal yang sama juga akan diketahui alokasi dana pembelian vaksin dari berbagai produk.
Akan terkuak juga kenapa Indonesia membeli paling banyak vaksin Sinovac yang efektifitasnya paling rendah diantara produk vaksin lainnya yang digunakan Indonesia.
“Kalau hal itu dilakukan DPR RI, berarti lembaga terhormat itu sudah kembali fungsinya. Para anggota DPR RI bukan lagi penyandang jabatan yang tidak melaksanakan fungsinya atau dicap hanya sebagai tukang stempel,” demikian Muhammad .
Jamiluddin Ritonga
. (akhir)