Cara Hakim Bismar Menghargai Perempuan

  • Whatsapp

Oleh: H. Asmu’i Syarkowi
(Hakim Tinggi PTA Jayapura)

Di era tahun 80-an pernah hidup seorang Hakim legendaris bernama Bismar Siregar. Hakim berdarah Batak kelahiran Sipirok, Angkola, Tapanuli Selatan tanggal 12 September 1928 dan wafat di RS Fatmawati 19 April 2012– ini pernah menghukum seorang laki-laki yang tebar janji akan menikahi gadis. Singkat cerita laki-laki itu dengan seenaknya berpaling dari tanggungjawabnya setelah berhasil merenggut keperawanan pacarnya. Merasa dipermainkan sang pacar pun keberatan karena merasa dirugikan diri dan masa depannya. Kasusnya tentu bukan mengenai ada tidaknya delik perzinaan. Akan tetapi, mengenai ada tidaknya pasal yang mengatur tentang hubungan di luar nikah yang dilakukan atas suka sama suka dengan suatu janji oleh laki-laki akan menikahinya di kemudian hari. Ternyata, laki-laki itu setelah merenggut keperawanan pacarnya dia ingkar janji. Keperawanan yang manjadi mahkota hidupnya itu telah dirampas dengan semena-mena. Sang gadis malang itu pun lalu mengajukan tuntutan ke pengadilan.

Atas perkara itu Hakim Bismar telah nembuat putusan yang tidak lazim waktu itu. Meski ketika itu tidak ada hukum yang mengatur tentang hukuman intim di luar nikah namun bagi Hakim–yang mengawali karir sebagai hakim PN Pangkalpinang tahun 1961–ini perempuan itu telah diperlakukan tidak adil. Hakim mantan Jaksa itu tetap mengadili dan menghukum laki-laki itu. Asas ius curia novit tampaknya sudah merasuk ke dalam darah yang mengalir di setiap pembuluh otak dan hatinya. Bismar tetap memvonis laki-laki tersebut dengan delik penipuan. Bismar menafsirkan “vagina” perempuan dengan unsur barang. Sehingga seorang pria yang ingkar janji menikahi pasangannya namun telah digauli dapat dianggap telah menipu “barang” milik orang lain (Pasal 378 KUHP). Putusan Banding yang dijatuhkan dengan Nomor 144/Pid/1983/PT.Mdn tanggal 8 Agustus 1983 itu waktu terbilang sangat kontroversial. Hakim Bismar mengoreksi putusan pengadilan tingkat pertama. Hakim yang di usia senjanya sangat relegius ini, berpendapat bahwa terdakwa (MR Sidabutar) terbukti melakukan tindak pidana penipuan. Sebagaimana ditulis oleh Hukumonline.com ( 10 Juli 2015 ) amar putusan menjatuhkan hukuman 3 tahun penjara yang berarti lebih berat 10 kali lipat dari vonis hakim tingkat pertama. Yang membuat putusan Hakim Bismar mencuat—dan menyeretnya ke pusaran perdebatan hukum secara nasional–waktu itu ialah ketika ia menganalogikan “alat kelamin perempuan” sebagai barang, atau dalam bahasa Tapanuli dikenal “bonda”.
Meski ditentang oleh beberapa kalangan namun Bismar berhasil menjalankan tugasnya sebagai hakim dalam mengisi kekosongan undang-undang. Dan, yang lebih penting lagi, ia telah menorehkan sejarah perlindungan terhadap kaum perempuan dari penindasan seksualitas kaum lak-laki melalui mahkota putusannya. Bahkan, masyarakat hukum (para praktisi dan akademisi) yang dulu masygul dengan ‘ulah’ Hakim Bismar, diam-diam harus mengakui hakim yang relegius yang wafat ini sebagai salah satu hakim legendaris di Indonesia.

Apa yang sedang diperagakan oleh Hakim Bismar—yang mantan Hakim Agung 1984-2000)–ini dalam dunia penegakan hukum dan sering keluar dari pakem yang ada. Hakim yang pernah sempat mengenyam pendidikan di National College of The State Judiciary, Reno AS tahun 1973, America Academy of Judicial Education, Tescaloosa AS 1973 dan Academy of American and International Law, Dallas, AS 1980—ini sangat terkenal waktu karena sering berani melawan arus. Di samping terkenal sebagai Hakim yang tidak bisa disuap, menjadi salah satu legenda Hakim karena keteguhannya ‘berkaca’ kepada hati nurani. Sikapnya mengenai hal ini tentu karena didasari atas keyakinan agamnya. Kitab suci yang ia imani tegas-tegas menyatakan bahwa hati nurani merupakan salah satu segmen dari jiwa manusia yang tidak bisa berbohong.
Praktik penegakan hukum yang berangkat dari hati nurani telah memproduksi keadilan substantif yang sering sulit didekati dengan aturan hukum pakem. Secara simpel hukum dibuat untuk manusia. Sebagai makhluk sosial yang dinamis akibat interaksi sosial yang terjadi diperlukan aturan berupa norma. Saat interaksi terjadi sangat mungkin terjadi benturan kepentingan satu sama lain. Pada saat demikian sangat mungkin terjadi hukum rimba. Dalam hukum rimba tidak pernah terjadi keadilan karena yang kuat pasti akan selalu menang, sebaliknya yang lemah selalu menjadi mangsa yang kuat. Kekejaman manusia akibat hukum rimba pasti akan jauh lebih mengerikan ketimbang binatang. Seekor harimau lapar akan hanya menyantap makanan pokoknya dan akan tidur pulas jika telah menyantap seekor rusa. Kekejaman manusia akibat tidak ada hukum bisa melebihi itu. Manusia bisa ‘makan’ apa pun dan kapan pun ia mau.

Sebagaimana kita ketahui bahwa negara kita yang menganut sistim kodifikasi menjadikan hukum tertulis sebagai uacuan utama penegak hukum. Meskipun para hakim selalu diwajibkan menggali nilai-nilai keadilan yang berkembang, dalam praktik tugas demikian selalu terlebih dahulu merujuk kepada hukum tertulis. Akan tetapi sayangnya, hukum merupakan produk politik yang pembuatannya tidak secepat dengan perkembangan persoalan manusia yang akan diatur. Aturan hukum yang dibuat oleh lembaga politik selalu terlambat. Dalam dunia hukum sering terjadi saat hukum disahkan oleh lembaga yang berkompeten pada saat itu pula ketertinggalan aturan yang tertulis dalam pasal-pasal sudah mengalami aroma keusangannya. Apa yang sering diperagakan Hakim Bismar dalam penegakan hukum sejatinya merupakan wujud nyata praktik penegakan keadilan substantif. Ciri penegakan keadilan substantif di samping tidak (terlalu) terikat prosedur secara rigid juga tidak terlalu pusing oleh bunyi teks aturan, atau bahkan oleh ada tidaknya aturan. Akan tetapi, lebih kepada suatu pertanyaan mendasar: apakah akan yang akan diputuskan adil atau tidak. Untuk sampai kepada pertanyaan demikian hati nurani hakim memang perlu terus di asah dengan senantiasa membangun integritas dan otoritas pengetahuan yang memadai sebagai prasyaratnya.

Mengaca kepada realita di atas jelas, bahwa peran hakim sangat vital. Peran ini bisa bermuara kepada 2 hal. Pertama, menafsirkan ulang aturan-aturan dalam pasal yang dianggap sudah usang atau tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Kedua, mengisi kekosongan hukum akibat harus menghadapi peristiwa hukum kongkret yang belum diatur dalam hukum tertulis. Tentang urgensi peran penegak hukum demikian ini tentu kita ingat kata Bernardus Maria Taverne, seoraang Hakim Agung Belanda (1874-1944) yang (mestinya) tetap relevan untuk menjadi bahan refleksi para penegak hukum: “Geef me goede rechter, goede rechter commissarisen, goede officieren van justitien, goede politie ambtenaren, en ik zal met een slecht wetboeken van strafprocessrecht het geode beruken.”(Berikan aku hakim, jaksa, polisi dan advokat yang baik, niscaya aku akan berantas kejahatan meski tanpa undang-undang sekalipun). Maraknya kasus mutilasi dan/atau tindak kejahatan apa pun yang semakin canggih yang berbasis teknologi seperti saai ini, seharusnya harus dilihat dari idealita penegakan hukum versi demikian. Tanpa demkikian, efek jera yang menjadi salah satu tujuan adanya hukuman, tampaknya sulit dicapai. Atau, kita memang tetap senang melihat bilik-bilik penjara kita terus berjubel.
Untuk para penegak hukum kita ucapkan: “Selamat bertugas!”

BIO DATA PENULIS
Nama : Drs.H. ASMU’I SYARKOWI, M.H.
Tempat & Tgl Lahir : Banyuwangi, 15 Oktober 1962
NIP : 19621015 199103 1 001
Pangkat, gol./ruang : Pembina Utama Madya, IV/d
Pendidikan : S-1 Fak. Syari’ah IAIN Sunan Kalijaga 1988
S-2 Ilmu Hukum Fak Hukum UMI Makassar 2001
Hobby : Pemerhati masalah-masalah hukum, pendidikan, dan seni;
Pengalaman Tugas : – Hakim Pengadilan Agama Atambua 1997-2001
-Wakil Ketua Pengadilan Agama Waingapu 2001-2004
– Ketua Pengadilan Agama Waingapu 2004-2007
– Hakim Pengadilan Agama Jember Klas I A 2008-2011
– Hakim Pengadilan Agama Banyuwangi Klas IA 2011-2016
– Hakim Pengadilan Agama Lumajang Klas IA 2016-2021
– Hakim Pengadilan Agama Semarang Kelas I-A 2021-2022.
Sekarang : Hakim Tinggi PTA Jayapura, 9 Desember 2022- sekarang

Alamat : Pandan, Kembiritan, Genteng, Banyuwangi
Alamat e-Mail : asmui.15@gmail.com

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait