beritalima.com | Dari ‘Aisyah ra., dia berkata: Lalu Nabi SAW kembali (dari goa hira’) kepada Khadijah dengan gemetar hatinya. Lalu Khadijah membawa beliau kepada Waraqah bin Naufal, Laki-laki yang (di masa jahiliah) masuk Nasrani dan membacakan Injil dengan bahasa Arab. Lalu Waraqah betanya: “Apakah yang kamu lihat?”, Beliau memberitakan (apa yang dialaminya di goa hira’) kepada Waraqah, lalu Waraqah berkata: “Itu Namus (sang pemegang rahasia, malaikat Jibril), yang dahulu diturunkan Allah kepada Musa. Dan bila aku mengalami hari (peristiwa)mu niscaya aku membelamu dengan pembelaan yang kuat.” (Shahih Bukhari, hadis nomor 3235).
Peristiwa tersebut terjadi pada 17 Ramadlan 2 H. Dengan begitu, kita pun mendapati begitu banyak kisah hikmah yang terjadi dalam sejarah bulan Ramadlan, yang mana sebelumnya, yaitu pada 16 Ramadlan 58 H, kita diingatkan pada peristiwa kepergian Sayyidah ‘Aisyah binti Abu Bakar, istri tercinta Rasulullah SAW.
Pada 17 Ramadlan, kita pun diingatkan akan pentingnya Al-Qur’an sebagai pondasi hidup kita, sebagai bentuk peringatan malam Nuzulul Quran. Nuzulul Qur’an yang berarti peristiwa turunnya Alquran, terjadi tatkala Malaikat Jibril menurunkan Wahyu berupa surat al-Alaq ayat 1-5 pada Nabi Muhammad SAW yang tengah berkhalwat di Gua Hira, Jabal Nur.
1. Pentingnya membaca (ilmu)
Hikmah Pertama adalah pentingnya bagi umat manusia untuk membaca, sesuai arti Aya pertama surat al-Alaq: Iqra’ (bacalah). Membaca dalam arti ini, menunjukkan pentingnya mendapatkan ilmu dan wawasan dari kemampuan kita membaca sesuatu hal. Dalam surat Al Mujaadilah ayat 11, Ilmu dijelaskan sebagai bentuk tingginya derajat seseorang. Keutamaan ilmu juga dijelaskan dalam hadis nomor 80 Shahih Bukhari, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya sebagian dari tanda-tanda kiamat adalah dihilangkannya ilmu, ditetapkannya kebodohan, diminumnya khamer dan nampaknya perzinaan.”
2. Bacaan dalam Shalat
Dalam hadis nomor 931, 732, 733, dan 734 kitab Shahih Bukhari, dijelaskan bahwa Rasulullah SAW membacakan bacaan Al-Qur’an dalam sholat. Hal ini menunjukkan bahwa Al-Qur’an tidak lepas dari ibadah wajib umat Islam, yaitu menunaikan shalat. Dengan begitu sholat dan Al-Qur’an adalah hal yang tidak bisa dipisahkan sebagai ibadah kita pada Allah SWT (‘ubudiyyah)
3. Sifatnya, penuh keistimewaan
Al-Qur’an bukan hanya memiliki keutamaan atas hikmah dari diturunkannya secara berangsur-angsur, yaitu selama 22 tahun, 2 bulan, 22 hari; melainkan juga menjadi pengikat dua kota suci, Makkah dan Madinah. Diantara keistimewaan lainnya adalah, bahwa setiap surat memiliki keutamaan dan makna kandungan yang khusus.
4. Mengajarkan metodologi pengumpulan data untuk pertama kalinya.
Al-Quran yang semula diturunkan dalam bentuk ayat-ayatnya dalam kurun waktu hampir 23 tahun, atas kuasa Allah SWT, ternyata dapat terkumpul secara rapi dalam 114 surat. Hal ini menjadi bukti bagaimana kemudian sebuah pengumpulan data, dokumen, dan kesaksian serta ingatan para sahabat Rasulullah SAW, terkumpul menjadi satu. Tentu ini bukan hal yang bisa diterima logika, terlebih masa-masa pengumpulan mushaf Al-Qur’an pun, justru dimulai sejak Rasulullah SAW wafat. Hal tersebut jikalau tanpa kehendak Allah SWT, tentu tidak mungkin dilakukan. Dalam kitab Shahih Bukhari, yaitu hadis nomor 4742 sampai dengan 4759, dicontohkan cara pengumpulan mushaf Alquran. Sebagai contoh, sahabat Ibnu Abbas bertanya pada Umar bin Khattab sehingga didapatkannya sebuah ayat. Contoh lainnya, sahabat Abu Ishaq berusaha mengingat-ingat sahabat nabi lainnya yang dimungkinkan mendengar ayat suci Al-Quran yang disampaikan Rasulullah SAW, maka kemudian Abu Ishaq menemukan sahabat-sahabat yang dimaksud, diantaranya Al-Barra’ dan ditulisnya satu demi satu ayat.
5. Membaca Al-quran menurunkan ketenangan dan Malaikat
Suatu ketika Rasulullah SAW meminta sahabat Ibnu Khudair membacakan ayat suci Alquran, Ibnu Khudair terkejut karena tatkala ia membaca al-Quran, ia seakan melihat ada bayangan di langit seperti lampu, ia pun bertanya pada Rasulullah SAW dan Rasulullah pun bersabda: “Itu adalah Malaikat yang mendekat karena suaramu (membaca al-qur’an)”. ( Shahih Bukhari, hadis nomor 4770).
6. Wasiat Rasulullah SAW untuk menjadi solusi permasalahan sesama umat.
“Kemarilah, tulislah untuk kalian sebuah kitab (catatan) di mana kalian tidak bakal tersesat sesudahnya.”, Begitu sabda Rasulullah SAW jelang ajalnya di usia 63 tahun. Salah satu ahlul bait (keluarga Rasulullah SAW) mempertajam maksud Rasulullah, yaitu bahwa pentingnya menulis kitab (sesuai apa yang telah disampaikan Rasulullah SAW) merupakan sumber penyelesai atas perbedaan pendapat dan keributan. (Shahih Bukhari, hadis nomor 4215).