SURABAYA, beritalima.com|
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa memastikan bahwa Jawa Timur berkomitmen untuk terus menjaga stabilitas harga pangan dan mengendalikan inflasi pangan guna mencegah terjadinya inflasi pangan.
Hal tersebut dilakukan Pemprov Jatim dengan mendorong peningkatan produktivitas tanaman pangan serta meningkatkan pemanfaatan inovasi teknologi pertanian dengan penggunaan alat dan mesin pertanian (alsintan) yang modern.
“Antara pangan dan kedaulatan bangsa negara itu saling nyekrup. Maka peningkatan produktivitas tanaman pangan ini penting dilakukan untuk memperkuat stabilitas harga dan ketahanan pangan. Selain itu hal ini erat kaitannya dengan upaya pengendalian inflasi pangan,” ujar Gubernur Khofifah pada acara High Level Event Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) Jawa Timur Tahun 2023 di Ballroom Grand City Convention and Exhibition Surabaya, Jumat (17/3/2023).
Untuk itu, Khofifah menjelaskan, Pemprov Jatim memiliki sejumlah upaya strategis dalam peningkatan produksi tanaman pangan di Jatim Tahun 2023. Pertama yaitu dengan penggunaan varietas unggul (produksi tinggi dan tahan kekeringan/banjir) bermutu yang berumur genjah.
Kedua, penggunaan pupuk secara berimbang dengan ‘6 tepat’ yaitu tepat tempat, tepat harga, tepat jumlah, tepat mutu, tepat jenis dan tepat waktu. Ketiga, optimalisasi infrastruktur pertanian, antara lain jaringan irigasi dan pengelolaan sumber air.
Keempat, penyesuaian pola tanam/pengelolaan tanaman pangan. Dan kelima penekanan susut hasil panen padi dengan optimalisasi Alsintan pascapanen yang akan terus ditingkatkan bagi gapoktan di Jatim.
“Penggunaan alsintan modern ini dapat semakin meningkatkan produktifitas petani dan nilai tambah produk petani. Salah satunya combine harvester. Hal ini dilakukan untuk mengoptimalkan hilangnya (loss) produktivitas gabah saat panen,” katanya.
Tidak hanya itu, Pemprov Jatim juga melakukan digital farming atau digitalisasi pertanian melalui program digitalisasi SiJago (Sistem Informasi Jatim Agro). SiJago ini merupakan sistem informasi yang diinisiasi dengan tujuan untuk input data, pengolahan serta penyajian pada komoditas pokok pertanian di Jatim.
“Program sistem informasi Jatim agro ini terdiri dari virtual expo, virtual office, supply chain, directory Bussiness to bussiness serta layanan website berjejaring secara gratis yang diharapkan mampu memajukan pertanian di Jatim,” terang Khofifah .
Sebagai informasi, berdasarkan data BPS, produksi gabah dan beras Jatim tahun 2020, 2021 dan 2022 merupakan tertinggi di Indonesia. Dimana, untuk total produksi padi di Jatim tahun 2022 mencapai 9,69 juta ton GKG. Yang diiringi dengan NTP dengan indeks di atas 100, yang mengindikasikan peningkatan kesejahteraan petani atau produsen pangan.
“Jatim mempunyai peran vital dalam menjaga ketersediaan pangan nasional. Kemudian pada bulan Maret – April 2023, Jatim telah memasuki masa panen raya padi. Dimana potensi panen s.d April 2023 mencapai 828,72 ribu ha dan diperkirakan surplus 1,13 juta ton,” tukasnya.
Berikutnya, dari sisi permodalan, Khofifah berharap para petani bisa mendapatkan kemudahan permodalan khususnya grace period. Grace period adalah kelonggaran waktu (masa tenggang) dalam melakukan cicilan awal dan pelunasan pinjaman pokok maupun bunganya selama jangka waktu tertentu agar tidak memberatkan pihak yang bersangkutan.
“Grace period untuk gapoktan kita harapkan minimal dua tahun saja itu sudah luar bisa. Grace period ini akan menjadi harapan bagi para gapoktan terutama untuk bisa mengakses alsintan modern. Dengan begitu maka kedaulatan pangan negeri ini akan terwujud,” sambungnya.
Lebih lanjut menurutnya, dalam menghadapi tantangan pengendalian inflasi yang multidimensional, dibutuhkan kerja sama yang erat antara pemerintah daerah dan Bank Indonesia dalam Wadah tim pengendalian inflasi daerah TPID untuk menghasilkan inovasi dan sinergi kebijakan.
Untuk itu, orang nomor satu di Jatim ini mengusulkan 7 solusi percepatan pengendalian inflasi di Jatim. Pertama, pemerintah provinsi, pemkab dan pemkot se-Jatim bersama satgas pangan harus melakukan sinergi dan koordinasi dengan Gapoktan, PERPADI, distributor dan Perum BULOG, agar terwujud stabilisasi pasokan dan harga pangan (komoditas beras) di Jatim.
Kedua, memperkuat fungsi BULOG sebagai penyedia cadangan beras pemerintah (sebagai CBP, tidak boleh kurang dari 1,2 juta ton). Ketiga, secara on-farm, peningkatan ketersediaan pasokan dilakukan dengan menggalakkan masa tanam lebih cepat, serap gabah beras petani, penyusunan pola tanam dengan pendekatan teknologi pertanian terpadu, optimalisasi pengamanan produksi.
Keempat, digitalisasi pemasaran produk pertanian dan mendorong adanya food station. Kelima, perlu ditingkatkan kerjasama antar daerah. Keenam, operasi pasar dilakukan sewaktu-waktu oleh semua kab/kota apabila komoditas tertentu mengalami kenaikan harga yang signifikan. Serta ketujuh, optimalisasi penggunaan BTT untuk subsidi ongkos angkut.
“Jadi 7 solusi yang kami usulkan agar bisa dilakukan bersama sebagai upaya penanganan inflasi di masing-masing daerah di Jatim. Maka sinergi dan peran aktif dari pemkab/pemko, forkopimda, satgas pangan beserta seluruh stakeholder sangat diperlukan,” pungkas Khofifah.
Sebagai informasi, berdasarkan data BPS, pada bulan Februari 2023 capaian inflasi Jatim sebesar 0,10 (m to m). Capaian inflasi ini lebih rendah dari inflasi nasional sebesar 0,16 (m to m) sekaligus menjadi capaian inflasi provinsi terendah di Pulau Jawa.
Selain itu, dalam kegiatan ini juga dilakukan peluncuran gerakan Digitalisasi dan Inovasi Budaya Pertanian (Digdaya), Amankan Distribusi Pangan Strategis (Amukti), Pembiayaan Inklusif Pelaku Usaha Pangan (Palapa) sebagai gerakan bersama pengendalian inflasi pangan.
Di sisi lain, Mendukung upaya yang dilakukan oleh Pemprov Jatim, Menteri Koperasi dan UKM RI Tenten Masduki menyatakan bahwa pengendalian inflasi utamanya di sektor pangan menjadi fokus utama pemerintah pusat. Terlebih, secara khusus Presiden RI Joko Widodo telah memerintahkan jajarannya untuk melakukan intervensi pada sektor pertanian melalui program Korporatisasi Petani.
“Presiden memerintahkan untuk dilakukan konsolidasi terhadap petani-petani kecil perorangan ini dalam skala ekonomi kecil maupun koperasi. Koperasi ini nantinya akan menjadi Off Taker, Agregator Product dan sebagai konsolidator petani,” ungkap Menteri Teten Masduki.
Bukan tanpa alasan, Menteri Teten melanjutkan bahwa Korporatisasi Petani dianggap menjadi hal yang urgent mengingat hasil pertanian Indonesia masih mengandalkan teknologi sederhana bergantung pada alam. Padahal sektor pertanian ini sangat mempengaruhi inflasi pangan.
Tidak hanya itu, permasalahan biaya produksi yang tidak murah juga masih menjadi momok petani Indonesia yang mayoritas bersifat perorangan.
“Korporatisasi Petani ini nantinya akan didukung dengan sistem pembiayaan free financing sehingga ada kepastian harga dan market kepada petani,” pungkasnya.
Sebelumnya, Deputi Gubernur Bank Indonesia Juda Agung mengatakan, pada kesempatan ini Kantor Perwakilan BI Jatim meluncurkan Program Unggulan TPID dalam Sinergi dan Inovasi Pengendalian Inflasi Pangan Jawa Timur. Pertama DIGDAYA-Digitalisasi dan Inovasi Budidaya Pertanian.
Melalui berbagai program yakni Program digital farming Jawa Timur, Program 100 Green House, Implementasi penggunaan pupuk organik dan agen hayati, Bantuan alsintan dan saprotan untuk mendukung program mekanisasi pertanian serta Program kemandirian Ekonomi pesantren
Kemudian, AMUKTI (Amankan Distribusi Pangan Strategis) melalui program yakni Sembako murah bersama QRIS, Digitalisasi rantai pasok pangan dan operasi pasar serta Kesepakatan kerjasama perdagangan intra Jatim dan antar Provinsi.
“Serta PALAPA (Pembiayaan Inklusif Pelaku Usaha Pangan). Melalui berbagai program yakni program pembiayaan melalui Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB), subsidi bunga pinjaman melalui Program Kredit Sejahtera (PROKESRA) dan Program Kredit Pertanian Jatim (PKPJ),” tutupnya. (Yul)