Pulangpisau(beritalima.com),– Mengingat kebakaran lahan yang terjadi disetiap tahun, sehingga berdampak sangat luar biasa bagi kehidupan sosial ekonomi masyarakat bahkan membuat banyak masyarakat lokal Kalimantan Tengah khususnya di kabupaten Pulang Pisau enggan keladang untuk bekerja.
Indonesia Nature Film Society (INFIS) Bekerjasama dengan USAID Lestari dalam upaya penanggulangan kebakaran kawasan gambut dan pemanfaatan kanal. Dari hasil studi yang dilakukan USAID Lestari pada tahun 2015 lahan yang terbakar Katingan-Kahayan mencapai 304.133 Hektar, dan kerugian perkebunan karet masyarakat Rp 821 juta atau Rp 7,5 juta per hektar.
USAID Lestari bekersama dengan pemerintah beserta berbagai lembaga kemasyarakatan, berusaha menanggulangi dampak dari kebakaran hutan dan lahan, serta pengaturan tata air melalui pemanfaatan kanal di Taman Nasional Sebangau Kabupaten Pulang Pisau.
Petris Perkasa salah satu kontraktor DAM dari WWF-USAID Lestari mengatakan, penampang kanal Kahayan-Sebangau-Lampangan-Bahaur dibuat sesuai dimensi dan kondisi saat ini serta kedalaman air dengan adanya kanal dapat memperlambat arus dari tinggi muka air tanah, bahkan dampak pasca kebakaran pada tahun 2015 tingkat kerusakan sangat parah. Penabatan yang dibuat di taman nasional sebangau sebanyak 1000 lebih DAM, bahkan akan menambah beberapa DAM.
“Dalam pembuatan DAM, kami bekerjasama dengan masyarakat mencari solusi kubah gambut dengan memonitoring lokasi DAM sesuia kesepakatan dengan mengukur muka air tanah dengan tipe berbeda dibuat secara permanen dan sederhana, bahkan dampak dari penabatan masyarakat sekitar mendapatkan dampak yang sangat positif karena menjadikan air lebih bagus serta meningkatkan hasil ikan”,ujarnya.
Pembuatan kanal, lanjut Petris, tanpa menggunakan alat berat, tanpa hutan dibabat karena mengukuti pola kayu yang tumbuh secara alami dengan pola daerah yang sering terbakar.
Sementara itu, Ketua Forum Masyarakat Sebangau, Sabran M.Usin mengatakan, dampak dari pembuatan DAM sangat baik bagi masyarakat, karena sebagai bentuk kesadaran masyarakat sebagai lingkungan asli Taman Sebangau,
“Karena hutan bukan warisan nenek moyang tapi warisan anak cucu kita”, ungkap Sabran.
Menurutnya pada tahun 1973-1974 kondisi taman sebangau sangat alami, sedangkan sejak 15 tahun terakhir hutan dan lahan hampir tidak ada tempat berpijak, dan kini masyarakat telah menyadari dampak dari akibat kebakaran.
“Sehingga dalam upaya menanggulangi kebakaran lahan dan gambut, pihaknya berharap agar tidak hanya melalui WWF dan USAID Lestari saja namun pemerintah juga ikut membantu masyarakat yang sangat merasakan dampaknya”, Jelasnya.