SURABAYA, beritalima.com | Perjuangan petugas medis sebagai garda terdepan penanganan Covid-19 memang patut diapresiasi. Bagian kecil dari mereka adalah petugas yang melakukan penyelidikan epidemiologi atau tracing terdahap Orang Dalam Pemantauan (ODP) Covid-19. Dalam melaksanakan tugasnya, petugas dari puskesmas Dinas Kesehatan Kota Surabaya ini menghadapi berbagai macam pengalaman, mulai dimarahi-marahi hingga dicaci maki oleh para OTG dan ODP.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya Febria Rachmanita mengatakan banyak cerita dari tim surveilans atau petugas tracing di lapangan, mulai ditolak, dimarah-marahi, diusir hingga dicaci maki. Para ODP ini juga masih sering bilang bahwa dirinya sehat, padahal badannya sudah terkena virus, dan ketika didatangi ke rumahnya marah-marah.
“Banyak ceritanya begitu-begitu. Makanya petugas medis itu harus sabar, karena si ODP ini banyak yang belum menyadari bahwa mereka itu sakit,” kata Feny-sapaan Febria Rachmanita, Minggu (3/5/2020).
Oleh karena itu, Feny sangat berharap kepada masyarakat untuk bersama-sama memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Salah satunya dengan menumbuhkan kesadaran, jika memang dikatakan sakit oleh petugas medis, maka harus segera isolasi diri dan menjalankan protocol yang telah ditentukan.
Ia juga meminta stigma yang jelek tentang petugas medis harus dihindari. Sebaliknya, ia meminta masyarakat memberi dukungan penuh terhadap tim medis tersebut. “Wabah ini harus dihadapi bersama-sama, kami tidak bisa sendirian, ayo kita dukung tim medis,” ujarnya.
Adapun salah satu petugas surveilans yang pernah dimarah-marahi hingga dicaci maki oleh ODP adalah Ach. Fiqqy Fierly. Penanggungjawab surveilans dari Puskesmas Krembangan Selatan ini mengatakan bahwa dimarah-marah dan dicaci maki itu sudah sangat sering diterimanya selama wabah Covid-19 ini. Bahkan, hal itu selalu menjadi penyedap rasa setiap harinya.
“Di puskesmas itu kan ada beberapa tim yang diterjunkan. Tim itu punya grup WhatsApp, dan ceritanya di grup itu hampir sama semua, ya ada yang dimarah-marah lah dan ada yang dicaci maki,” kata Fiqqi memulai ceritanya.
Bahkan, Fiqqi mengakui bahwa di awal-awal melakukan tracing itu, berkali-kali dia dikatakan sebagai orang gila, tidak ada kerjaan, dan berbagai cacian yang sangat kurang enak di hati. Namun, karena itu tugas pekerjaan dan demi menolong warga Kota Surabaya, dia tetap melakukannya meski penuh dengan perjuangan.
“Yang paling sulit itu ketika ada OTG dan tidak sadar bahwa dirinya sakit, sehingga dia menolak untuk diisolasi dan diobati. Mereka selalu bilang saya ini sehat, kenapa harus diobati. Nah, yang seperti ini yang sangat butuh perjuangan. Luar biasalah pokoknya,” katanya.
Fiqqi juga menjelaskan bahwa Covid-19 dan orang yang terkena virus itu, termasuk para tim medisnya, seakan dianggap aib di tengah-tengah masyarakat. Karenanya, ia sangat berharap kepada warga untuk sadar bahwa virus ini bukan aib seperti layaknya HIV AIDS.
“Ini wabah yang harus kita hadapi bersama, makanya saya selalu miris ketika melihat masih banyak yang tidak pakai masker dan tidak jaga jarak. Padahal, kami ini berjuang mati-matian untuk menolong pasien Covid-19 ini. Bahkan, kami sampai tidak memikirkan diri sendiri dan keluarga demi membantu saudara-saudara kita yang terkena Covid-19 ini. Jadi, ayo kita hadapi ini bersama-sama,” pungkasnya. (*)