SURABAYA, beritalima.com – Mahfud MD, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), menegaskan, banyak cara yang bisa dilakukan DPR jika hanya untuk mengawasi kinerja KPK dalam pemberantasan korupsi.
“Jika memang hanya untuk sekedar melakukan pengawasan terhadap kinerja dan sepak terjang KPK dalam memberantas korupsi di negeri ini, DPR tidak perlu menggunakan hak angket,” kata Mahfud.
“Jadi ini tidak benar, ada banyak hal lain yang bisa diawasi DPR dengan menggunakan hak angket tersebut,” tandas dia dalam Diskusi Pro dan Kontra Panitia Khusus Hak Angket dalam Perspektif Hukum di Surabaya, Kamis (20/7/2017).
Diskusi nasional ini berlangsung di Auditorium Fakultas Hukum Universitas Surabaya (Ubaya). Sekitar 150 praktisi hukum, mulai dari dosen sejumlah perguruan tinggi, pengacara serta para mahasiswa hukum, hadir di acara yang digelar Ubaya bekerjasama dengan Asosiasi Pengajar HAN (Hukum Administrasi Negara) dan HTN (Hukum Tata Negara) se-Indonesia ini.
Menurut Mahfud, kasus BLBI, soal Bank Century, selayaknya yang bisa dilakukan DPR saat melakukan pemeriksaan dengan menggunakan hak angket.
“KPK itu bisa diawasi kinerjanya kok. Saya kira kalau pada akhirnya menggunakan hak angket, tentunya ada agenda lain di balik hak angket itu,” tegas Mahfud.
Ferry Amsari, Dosen Hukum Tata Negara Universitas Andalas yang hadir sebagai pembicara mengatakan, pengawasan KPK sejatinya memang sangat mudah.
“Karena KPK juga punya kelemahan. Kalau lembaga lain seperti MK, setelah anggota disetujui DPR, maka ketua dipilih langsung oleh anggota terpilih. Kalau KPK tidak,” ujar Ferry Amsari.
KPK, lanjut Ferry, justru setelah anggotanya terpilih oleh DPR, anggota tidak bisa memilih ketua. “Justru ketua KPK dipilih oleh DPR, dan bukan oleh anggota terpilih KPK sendiri. Ini lemah kan?” kata Ferry.
Lalu untuk apa DPR malah menggunakan hak angket? Menurut Ferry, ini sangat tidak masuk akal.
“Jangan-jangan malah ada jangan-jangan di balik jangan-jangan,” selorohnya yang disambut tawa dan tepuk tangan hampir semua praktisi hukum yang hadir.
Trimoelja D.Soerjadi, advokat yang juga hadir sebagai pembicara menegaskan, kalau toh hak angket tetap dipaksakan, maka hak angket di DPR terhadap KPK tersebut cacat moral.
“Karena dalam prosesnya saja kalau kita cermati sudah cacat hukum. Demikian juga ketika proses itu berlangsung sudah keliru pelaksanaannya. Jadi menurut saya hak angket yang dilakukan DPR terhadap KPK itu cacat moral,” tandas Trimoelja. (Ganefo)
Teks Foto: Suasana diskusi nasional di Universitas Surabaya, Kamis (20/7/2017).