JAKARTA, Beritalima.com– Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI, Dr H Mulyanto mengajak masyarakat ikut mengawasi serta mengkritisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Panca Sila (HIP) yang baru saja disahkan dalam rapat paripurna DPR-RI.
Menurut anggota Komisi VII DPR RI itu, RUU HIP tersebut perlu mendapat perhatian dari masyarakat karena ada bagian tertentu dalam RUU ini yang sangat sensitif yaitu tidak dicantumkannya Tap MPRS XXV/1965 tentang pelarangan PKI dan penyebaran ideologi komunisme, marxisme dan leninisme.
“Sejak pembahasan di tingkat Panitia Kerja (Panja) Fraksi PKS sudah meminta agar dalam RUU HIP, terutama di bagian ‘mengingat’ dicantumkan Tap MPRS XXV/1965. Sebab Tap itu sangat relevan dijadikan landasan utama dalam pembuatan UU Haluan Ideologi Panca Sila.
Tap MPRS itu merupakan penegasan bahwa Panca Sila menentang ideologi komunisme, marxisme dan leninisme,” tegas Mulyanto dalam diskusi online bertema ‘Mewaspadai Bangkitnya Komunisme Melalui RUU HIP’, Sabtu (23/5).
Diskusi yang diselenggarakan Rumah Panca Sila bekerjasama dengan Rosyied College Art and Maritime (RCAM) diikuti 100 akademisi, politisi, purnawirawan TNI dan aktifis politik Islam. Selain Mulyantoi, diskusi yang dipandu Agus Maksum dari Rumah Panca Sila itu juga menampilkan sejarawan Prof. Dr. Aminudin Kasdi dan Prof Dr Daniel M Rosyied dan pembahas Prof Dr Muhtasor Guru Besar ITS sebagai nara sumber.
Mulyanto menjelaskan, saat ini draft RUU HIP sudah disetujui paripurna DPR RI untuk menjadi RUU HIP serta akan dibahas bersama Pemerintah. RUU HIP merupakan RUU inisiatif DPR yang sebelumnya draft RUU tersebut disusun dan dibahas Panitia Kerja (Panja) Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.
Setelah dibahas di tingkat Panja, selanjutnya RUU HIP dibahas di tingkat pleno Badan Legislasi dan setelah itu diajukan ke paripurna DPR RI untuk diputuskan apakah draft tersebut disetujui menjadi RUU inisiatif DPR atau tidak. Dalam rapat paripurna DPR RI, Selasa (12/5) draft tersebut akhirnya disahkan menjadi RUU inisiatif DPR.
Mulyanto menyebut pengesahan draft RUU HIP menjadi RUU dalam paripurna DPR diambil sangat tergesa-gesa. Saat itu tidak disediakan sessi penyampaian pandangan fraksi sehingga tidak diketahui fraksi mana saja yang setuju dan mana yang menolak. “Saat itu seluruh mic atau pengeras suara tidak aktif sehingga anggota tidak dapat menyampaikan interupsi.”
Melihat proses pengambilan keputusan di DPR yang terburu-buru itu maka PKS mengajak masyarakat untuk bersama-sama mengkritisi setiap tahap pengampilan keputusan terkait RUU HIP ini. PKS berharap masyarakat dapat menyuarakan pendapat terkait tidak dicantumkannya Tap MPRS XXV/1965. Tujuannya agar partai politik dan Pemerintah mau mendengar dan mempertimbangkan keputusan sesuai aspirasi yang berkembang. (akhir)