JAKARTA, Beritalima.com– Komisi XI DPR RI membidangi pembangunan, perbankan serta keuangan meminta Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terbuka kepada parlemen dalam memberikan informasi mengenai perubahan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2020.
Itu disampaikan legislator senior yang juga ekonom lulusan Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Dr Hj Anis Byarwati dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi XI dengan Menteri Keuangan, Gubernur BI, Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Direktur Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pekan ini.
“Saya meminta Pemerintah terbuka tentang kejelasan alokasi anggaran pencegahan meluasnya wabah virus Corona (Covid-19) dan dukungan atas dampak ekonomi yang ditimbulkan terutama dihadapi rakyat kecil,” ungkap legislator Dapil Jakarta Timur tersebut.
Anis menjelaskan, posisi anggaran Rp 405,1 triliun yang diumumkan Pemerintahan Jokowi sebagai dana untuk penanganan pandemik Covid-19, tidak muncul dengan informasi cukup dalam Perpres 54 tentang Perubahan APBN 2020. Informasi yang terkandung di dalam perpres tersebut sangat terbatas, jauh berbeda apabila dibandingkan dengan muatan UU APBN Perubahan yang biasanya sangat transparan dan jelas.
Tidak transparannya Pemerintah menginformasikan dalam Perubahan APBN 2020 menyebabkan adanya kecurigaan dan publik berasumsi tambahan defisit Rp 545,7 triliun, karena turunnya penerimaan negara Rp 472,3 triliun ditambah tambahan anggaran belanja yang hanya Rp73,4 triliun. Dengan begitu, yang terlihat adalah kenaikan defisit menjadi Rp 852,9 triliun, bukan karena stimulus untuk penanganan pandemi Covid-19.
Namun, sebagian besarnya anggaran tersebut justru buat mengkompensasi penerimaan negara terutama pajak yang turun. “Jadi Perubahan APBN 2020 tidak terlihat untuk kepentingan penanganan wabah dan dampak yang ditimbulkan Covid-19,” kata mantan Ketua Bidang Pemberdayaan Ekonomi Keluarga pada Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEII).
Pada kesempatan itu, Anis juga mempertanyakan paket stimulus yang dijanjikan pemerintah Rp405,1 triliun. Dari jumlah tersebut alokasi untuk sektor kesehatan Rp75 triliun, perlindungan sosial Rp110 triliun, insentif perpajakan Rp70,1 triliun, dan bantuan kepada dunia usaha Rp150 triliun.
Namun, data Perubahan APBN 2020 mencatat anggaran belanja negara hanya naik Rp73,4 triliun. Dengan rincian anggaran Belanja Pemerintah Pusat (BPP) naik Rp167,6 triliun, dan anggaran Transfer Ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) turun Rp94,2 triliun.
Anis mengkritisi kenapa belanja Pemerintah Pusat yang naik tetapi anggaran beberapa kementerian terkait terkait dengan penanganan dampak virus Corona malah dipangkas. Misalnya anggaran Kementerian Sosial turun dari Rp62,8 triliun menjadi Rp60,7 triliun. “Ini menjadi pertanyaan, dimana disimpannya tambahan anggaran perlindungan sosial Rp110 triliun yang telah diumumkan?” tanyanya.
Catatan lain diberikannya terhadap anggaran belanja Kementerian Kesehatan yang naik hanya Rp19,1 triliun, dari Rp57,4 triliun menjadi Rp76,5 triliun. Sedangkan menurut paket stimulus, sektor kesehatan dapat anggaran tambahan Rp75 triliun. “Anggaran terkait kesehatan ini harus jelas. Sehingga tidak boleh ada kekurangan fasilitas dan alat kesehatan seperti masker, alat pelindung diri, ventilator dan lainnya di lapangan,” tegas Anis.
Pada kesempatan itu ibu delapan putra dan putri ini mengungkapkan masih ada Rumah Sakit yang mengeluhkan kekurangan APD, bahkan di Semarang puluhan dokter dan tenaga medis terpapar covid 19 karena tidak dilengkapi APD yang memadai.
Bahkan Anis mengingatkan Menkeu, Gubernur BI, ketua komisioner OJK, direktur LPS dan semua yang hadir dalam rapat merenungi, untuk siapa mereka ada dan untuk siapa mereka bekerja? “Kita ada dan bekerja untuk mengawal kepentingan rakyat. Di Saat krisis wabah Covid 19, sudah menjadi kewajiban negara hadir untuk melindungi rakyatnya,” demikian Dr Hj Anis Byarwati. (akhir)