SURABAYA – beritalima.com, Henry Jocosity Gunawan, Bos PT. Gala Bumi Perkasa (GBP) sekaligus terdakwa kasus ‘Akta Nikah Palsu’ yang dilaporkan Dirut PT. Graha Nandi Sampoerna, Iriyanto Abdoella, menunjukan tindakan tak terpuji pada saat tim penasehat hukumnya sedang membacakan nota pembelaan.
Tindakan tak terpuji itu dilakukan Henry dengan cara membentak-bentak dan menuding-nuding Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ali Prakoso, sebab dia sebelumnya dituntut hukuman 3,5 tahun penjara dan Iuneke Anggraini, istrinya dituntut 2 tahun penjara.
Ditengah keributan itu, Hakim Dwi Purwadi mengingatkan terdakwa Henry untuk tidak menuding-nuding orang. Namun anjuran hakim justru berbuah hujatan dari Henry dan berkata dengan nada tinggi menantang hakim.
“Apa, emangnya dia ketawa Pak, apanya yang sudah, kenapa, matiin saya gak apa,” jawab Henry pada hakim Dwi Purwadi dengan nada tinggi dalam persidangan diruang Garuda 1 Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin (17/12/2019).
Suasana persidangan yang sempat memanas sedikit mereda, setelah dua tim penasehat hukumnya yakni Hotma Sitompoel dan Jeffry Simatupang menghampiri Henry sambil berbisik bisik dan mengelus-elus pundak Henry.
Mendapati sikap kasar tersebut, Hakim Dwi Purwadi pun sempat mengancam akan mengeluarkan Henry dari ruang sidang.
“Pak Hotma, kalau terdakwa ribut terdakwa tak kasih keluar,” tandas hakim Dwi Purwadi kepada Hotma.
Selanjutnya, melihat kondisi sudah tenang, majelis hakim meminta tim penasehat hukum untuk melanjutkan membacakan nota pembelaan.
“Silahkan dilanjutkan,” lanjut hakim Dwi Purwadi yang disambut kata siap oleh Hotma Sitompoel.
Dari pantauan diruang sidang, selain tim penasehat hukumnya, Henry Jocosity Gunawan dan istrinya, Iuneke Anggraini terlebih dahulu membacakan masing masing pembelaannya.
Henry diberi kesempatan untuk membacakan nota pembelaannya kemudian dilanjutkan oleh Iuneke Anggraini dan dilanjutkan tim penasehat hukumnya secara bergantian.
Dalam pembelaannya, tim penasehat hukum terdakwa Henry Jocosity Gunawan dan Iuneke Anggraini meminta majelis hakim membebaskan kedua terdakwa karena dianggap tidak terbukti melanggar hukum.
“Menerima seluruhnya pembelaan, menyatakan terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum. Membebaskan terdakwa dan melepaskan dari tuntutan hukum. Mengembalikan alat bukti, mengeluarkan dari Rutan, merehabilitasi nama baik para terdakwa, bebankan biaya perkara pada negara,” pungkas Hotma.
Menanggapi pembelaan tersebut, JPU Ali Prakoso tidak mengajukan tanggapan (duplik) secara tertulis melainkan ditanggapi secara lisan.
“Setelah mendengarkan pembacaan pembelaan terdakwa maupun tim penasehat hukum, kami tetap pada tuntutan,” kata JPU Ali Prakoso diakhir persidangan.
Dengan sikap Jaksa tersebut, Majelis hakim memutuskan untuk menunda persidangan pada Kamis (19/12/2019) dengan agenda pembacaan putusan.
“Giliran majelis hakim akan bermusyawarah untuk putusan. Sidang ditunda hari Kamis tanggal 19,” pungkas hakim Dwi Purwadi menutup persidangan.
Perkara keterangan pernikahan palsu ini dimulai pada Juli 2010 ketika Henry J Gunawan dan Iuneke Anggraini mengaku sebagai pasangan suami istri (Pasutri) saat membuat 2 akta perjanjian pengakuan hutang dan personal guarantee. Namun faktanya, mereka baru resmi menikah baik secara agama Budha di Vihara Buddhayana Surabaya pada 8 November 2011 yang dinikahkan oleh pendeta Shakaya Putra Soemarno Sapoetra serta baru dicatat di Dispenduk Capil pada 9 November 2011.
Terpisah, usai persidangan JPU Ali Prakoso mengatakan, alasannya tidak mengajukan tanggapan (duplik) dikarenakan apa yang menjadi pembahasan pembelaan tim penasehat hukum kedua terdakwa sudah tertuang dalam surat tuntutanya.
“Karena selama proses pembuktian sudah jelas ketika para terdakwa datang ke kantor notaris statusnya bukan suami istri. Terkait pengingkaran kedua terdakwa mengenai proses penandatanganan akta itu hak mereka, tapi yang jelas pengingkaran itu sama sekali tanpa didukung saksi atau alat bukti. Disidang nyatanya PH tidak bisa mendatangkan saksi menguntungkan yg bisa mendukung pengingkaran kedua terdakwa,” pungkas Jaksa Ali Prakoso saat dikonfirmasi usai persidangan.
Sebelum kasus ini, Henry Jocosity Gunawan juga pernah tersandung beberapa perkara yakni, pada 16 April 2018, Henry divonis percobaan oleh hakim PN Surabaya atas kasus tipu gelap jual beli tanah di Celaket, Malang yang dilaporkan oleh Notaris Caroline C Kalempung. Namun vonis percobaan itu dianulir oleh hakim kasasi di Mahkamah Agung (MA) dengan menjatuhkan putusan 1 tahun penjara.
Pada 4 Oktober 2018, Henry kembali dihukum bersalah atas kasus penipuan terhadap pedagang Pasar Turi terkait proses jual beli stand. Dalam kasus ini, Henry divonis 2,5 tahun penjara oleh hakim PN Surabaya.
Tak lama kemudian, Pada 19 Desember 2018, PN Surabaya menjatuhkan hukuman 2 tahun dan 6 bulan penjara terhadap Henry karena terbukti melakukan penipuan terhadap tiga rekan bisnisnya yang merupakan kongsi pembangunan dan pengelolaan Pasar Turi. (Han)