Dalam Sidang Pemeriksaan Terdakwa, Budi dan Klemens Patahkan Dakwaan Jaksa

  • Whatsapp

SURABAYA – beritalima.com, Budi Santoso dan Ir Klemens Sukarno Candra, dua orang terdakwa penipuan dan penggelapan jual beli Apartemen Royal Avatar World (PT Sipoa Grup) senilai Rp 12 miliar, menjalani sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis (1/1/2018).

Dihadapan majelis hakim yang diketuai I Wayan Sosiawan, kedua terdakwa menjelaskan secara runtut apa yang sebenarnya terjadi dalam perkara ini.

Menurut keterangan terdakwa Budi Santoso, sejak tahun 2013 hingga 2015, PT. Bumi Samudra Jedine mengalami 3 kali pergantian direksi. Ir. Klemens Sukarno Candra menjabat sebagai Dirut pada 26 Juli 2013, berdasarkan Akte No. 135, hingga tanggal 17 Februari 2014. Kemudian Yudi Hartanto menjadi Dirut, berdasarkan Akte No. 30 tanggal 17 Februari 2014, hingga April 2015. Dan dari bulan April tahun 2015 hingga kini terdakwa Budi Santoso menduduki jabatan Dirut, berdasarkan Akte Berita Acara Rapat PT. Bumi Samudra Jedine Nomor: 75 RUPS, tanggal 27 April 2015.

“Pada periode kepemimpinan Ir. Klemens Sukarno Chandra inilah membukukan hasil penjualan unit sebesar Rp. 22,141,572,500,-. Pada periode Yudi Hartanto sebesar Rp. 120,32,184,205. Sedangkan pada periode Dirut Budi Santoso sebesar Rp. 19.238.725.471,” ujar Budi.

Menurut Budi, pada saat dirinya ditetapkan sebagai Dirut PT Bumi Samudra Jendine, kondisi keuangan persero saat itu sudah mengalami krisis liquiditas. Krisis liquiditas inilah yang menjadi faktor penyebab terjadinya keterlambatan serah terima unit kepada konsumen apartemen Avatar.

“Kas PT. Bumi Samudra Jedine kosong ketika saya mulai menjabat Dirut. Penyebabnya, ada kebijakan Dirut Yudi Hartanto pada tahun 2014-2015, yang melakukan pengeluaran uang besar-besaran hingga mencapai sebesar Rp. 180 milyar, dan mengalir ke Teguh Kinarto dan kawan-kawan. Di dalamnya mayoritas terdapat uang konsumen. Uang modal persero sebesar Rp 20 milyar pula ikut terbawa keluar,” ujar terdakwa Budi.

Ketika dipertanyakan, apakah tidak ada upaya mediasi dengan 71 orang konsumen yang membuat laporan pidana ke Polda Jawa Timur sebelum perkara ini bergulir ke pengadilan?,

Budi Santoso menjawab, sebenarnya atas bantuan kawannya di Jakarta, persero telah memiliki kesiapan dana sebesar Rp. 12,5 milyar, sesuai besarnya jumlah dana yang diperlukan untuk kepentingan refund 71 orang konsumen yang melapor ke Polda Jawa Timur. Hal ini dimaksudkan agar dirinya bersama Ir. Klemens Sukarno Candra memperoleh Surat Penghentian Penyidikan (SP3) dari penyidik.

Lantaran sudah ada preseden hukum sebelumnya dimana penyidik menerbitkannya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) No: S.Tap/59/III/RES.1.11/2018/Ditreskrimum tanggal 29 Maret 2018, terkait Laporan Polisi: LBP/009/I/2018/UM/JATIM tanggal 4 Januari 2018 atas nama Pelapor Siti Nurbaya, SH sebagai kuasa hukum Agus Sadono, pemesan unit apartemen Royal Avatar World E1623, sesuai surat pesanan No. 2746/SP-TAW/E1623/I/2015, tanggal 20 Februari 2015, dengan pertimbangan telah dilakukan refund (pengembalian uang) sebesar Rp. 342.365.661, kepada pihak pelapor.

Namun apa lacur yang terjadi, kepemimpinan Polda Jawa Timur yang lama menolak, dan persero diminta menyiapkan uang sebesar Rp. 162 milyar, dengan dalih untuk refunds 1104 orang konsumen.

“Permintaan ini agak janggal, karena persero tak siap dengan dana Rp. 162 milyar, dalam perkembangan berikutnya kami berdua ditahan penyidik. Setelah ditahan kegiatan operasional persero termasuk upaya untuk menghadirkan investor baru pun terkendala,” ujarnya.

Namun menurutnya, meskipun direksinya tengah dipenjara, Sipoa Group berkomitmen untuk tetap memberikan refunds kepada konsumen yang menginginkan, dengan memberikan jaminan asset yang dimiliki persero.

“Sampai saat ini sudah 35 orang konsumen yang telah menerima refunds. Dan 200 konsumen dari Tim Baik-Baik (TB2) menerima jaminan pengembalian refunds, dan 300 orang konsumen lagi yang sudah menyatakan bergabung dengan paguyuban TB2,” ujarnya lagi.

Usai sidang, kuasa hukum terdakwa yakni Arifin SH merinci pengeluaran yang sudah dilakukan oleh Yudi Hartanto, antara lain mengalir kepada ; 1. Tee Teguh Kinarto dan Widjijono (PT. Solid Gold Prima) sebesar Rp. 60 milyar, 2. Widjijono Nurhadi sebesar Rp. 20,2 milyar, 3. Nurhadi Sunyoto sebesar Rp. 10,38 milyar, 4. Hariyono Soebagyo sebesar Rp. 41,140 milyar, 5. Miftahur Royan (LDII) sebesar Rp. 31,1 milyar. Hal ini memaksa klien kami haru berjuang mencari investor baru,” ujar Arifin.

Sementara Sabron Pasaribu menyatakan, kasus pidana penipuan dan penggelapan yang menjadikan kedua kliennya menjadi terdakwa ini, sepanjang sejarah peradilan di Indonesia tergolong aneh dan langka. JPU mendakwa kedua terdakwa telah melakukan penipuan dan penggelapan terhadap 73 orang konsumen apartemen Alfatar World yang menjadi pelapor dalam perkara ini, dengan nilai kerugian korban sebesar Rp. 12,5 milyar.

Namun lucunya harta benda milik kedua terdakwa yang disita oleh penyidik nilainya mencapai Rp 800 milyar, berupa sebidang tanah dengan status HGB No. 71/Desa Kedungrejo, Kecamatan Waru, Kabupaten Sidoardjo, Luas 59.924 m2, berikut 2500 tiang pancang dan ijin-ijin yang telah diterbitkan, yang di atasnya akan dibangun 14 Tower Apartemen Royal Afatar World. Lazimnya dalam perkara penipuan dan penggelapan, nilai kerugian korban jauh lebih besar dari harta benda milik pelaku yang disita penyidik.

“Sejak awal kasus ini tak lebih merupakan sebuah modus perampokan asset yang dilakukan para mafia, dengan memakai tangan aparat penegak hukum. Penyidik dan Jaksa yang ‘pesta’ lalu kini majelis hakim yang cuci piring kotornya” tutup Sabron, SH lagi. (Han/wankum)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *