Damai Karena Berani

  • Whatsapp

(Sebuah refleksi)

Oleh : Brigjen TNI Bangun Nawoko

“Dunia yang kita ciptakan itu adalah proses berpikir kita. Itu tidak bisa diubah tanpa mengubah pemikiran kita.”

~Albert Einstein~

Papua adalah sebuah provinsi, sebuah wilayah yang tidak terpisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia sejak Negara ini direncanakan dan didirikan oleh para founding fathers pada tahun 1945. Namun selama 76 tahun sejak NKRI diproklamasikan, kedaulatan Negara di provinsi Papua terkesan belum bisa didapatkan secara utuh akibat masih berkelanjutanya konflik dan gangguan keamanan terhadap jalannya pemerintahan dan stabilitas sosial masyarakat. Bahkan Pepera tahun 1969 yang menghasilkan keputusan rakyat Papua untuk menjadi bagian dari NKRI pun masih sering dipertanyakan legalitas dan prosesnya oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan atas Papua dan sering memicu terjadinya konflik bersenjata yang merugikan Negara maupun masyarakat Papua sendiri. Proses pembangunan di pulau Papua terus menerus mengalami gangguan yang menyebabkan masyarakat Papua semakin tertinggal oleh masyarakat di wilayah lain di NKRI.

Untuk mengatasi persoalan tersebut, berbagai pendekatan telah dilakukan oleh Negara dan dilakukan evaluasi serta perubahan secara terus menerus. Namun upaya itu sepertinya belum membuahkan hasil seperti yang diharapkan, walaupun telah berlangsung selama lebih dari 50 tahun sejak Pepera tahun 1969. Konflik politik maupun bersenjata masih terus terjadi hingga saat ini dan bahkan terlihat kecenderungan terjadinya peningkatan gangguan keamanan terhadap masyarakat maupun aparat TNI Polri sepertinya tak kunjung padam serta memakan korban jiwa dan kerugian harta benda yang tidak sedikit, terutama di wilayah pegunungan.

Bulan April 2020 adalah titik awal saya memulai penugasan dan pengabdian saya sebagai Danrem sekaligus Dankolakops Korem 174/ATW. Sebuah tantangan besar menunggu di depan mata saya, seorang prajurit yang diberi amanah tertinggi dari Negara untuk bertugas di daerah yang identik dengan konflik berkepanjangan. Apalagi wilayah penugasan yang saya hadapi mencakup Kabupaten Mimika yang beberapa waktu sebelumnya terjadi penyanderaan terhadap 1.300 orang warga masyarakat oleh kelompok bersenjata. Peristiwa itu terjadi pada akhir tahun 2017 di Kampung Banti Kimbely, wilayah pegunungan bagian utara Kabupaten Mimika yang berdekatan dengan area PT. Freeport Indonesia.

Mengawali penugasan saya sekitar 20 bulan yang lalu, saya memiliki keyakinan sekaligus tekad bahwa pendekatan yang digunakan dalam menghadapi masyarakat Papua yang masih belum sadar harus dirubah. Mereka yang masih terus melakukan aksi-aksi gangguan keamanan adalah bagian dari masyarakat yang kehidupannya relatif terisolir dengan keterbatasan akses pada dunia dan budaya lain yang lebih maju, serta kurang terjangkau oleh geliat pembangunan kesejahteraan. Oleh karena itu, tidak seharusnya Negara hadir kepada mereka hanya dengan pendekatan keamanan yang cenderung represif. Mereka adalah saudara-saudara kita yang harus dirangkul, disentuh hatinya dan dibantu untuk meningkatkan kualitas hidupnya karena mereka belum tahu.

Perubahan itu memang bukanlah hal yang mudah, karena karakter dasar para prajurit yang menjadi anggota saya adalah manusia yang dididik dan dilatih untuk bertempur atau menghadapi situasi-situasi kekerasan. Namun demikian, saya memiliki keyakinan dan tekad bahwa itu harus dilakukan jika ingin melihat wilayah Papua semakin damai dan maju. Sebagaimana kalimat bijak dari Albert Einstein, “dunia yang kita ciptakan itu adalah proses berpikir kita. Itu tidak bisa diubah tanpa mengubah pemikiran kita”, hal mendasar yang harus saya lakukan adalah merubah mindset para prajurit saya yang bertugas menjaga kedaulatan Negara di wilayah Kolakops Korem 174/ATW.

Sebagaimana sesanti Korem Anim Ti Waninggap yang berarti “Kami Saudara Yang Baik”, maka setiap prajurit secara perorangan maupun satuan yang melaksanakan tugas di wilayah Kolakops Korem 174/ATW harus memiliki semangat untuk menjadi saudara yang baik bagi masyarakat Papua. Sebagai saudara yang baik, maka setiap prajurit wajib meniatkan bhaktinya untuk Papua dengan mencintai, melindungi, membantu dan menjaga harkat serta martabatnya masyarakat Papua. Prajurit dan masyarakat harus bisa hidup berdampingan, saling membantu dan saling menjaga.

Para prajurit TNI yang akan melaksanakan tugas menjaga kedaulatan NKRI di Papua harus mau merubah mindset nya dengan tidak mengedepankan cara berpikir kekerasan dan berorientasi pada kuantitas “kontak” dengan kelompok bersenjata serta hasil yang didapatkan sebagai tolak ukur keberhasilan pelaksanaan tugas. Jika sasaran akhirnya adalah dimenangkannya hati dan pikiran rakyat, maka ketiadaan gangguan dari kelompok bersenjata di wilayah penugasan suatu satuan dan tingkat penerimaan masyarakat terhadap satuan tersebut justru seharusnya dijadikan sebagai ukuran keberhasilan, bukan malah dianggap bahwa satuan tersebut malas melakukan patrol dan sebagainya.

Sebagai hasil, di wilayah Papua Selatan yang menjadi tugas dan tanggung jawab Kolakops Korem 174/ATW Merauke, terjadi penurunan frekuensi dan kualitas gangguan keamanan yang dilakukan oleh KSB sejak tahun 2020 hingga tahun 2021 secara signifikan, bahkan dapat dikatakan tidak ada setetes darahpun yang tertumpah selama kurun waktu tersebut. Puncaknya, Pekan Olahraga Nasional (PON XX) yang diselenggarakan di wilayah Merauke dan Mimika berjalan dengan lancar, aman dan sukses tanpa gangguan dari KSB. Hal tersebut menjadi salah satu cerminan bahwa kedamaian dan keamanan bisa tercipta di bumi Papua jika terjadi harmoni yang sesungguhnya antara negara dan masyarakat Papua.

Kesimpulan dari itu semua, untuk menciptakan kedamaian di tanah Papua seluruh stakeholder termasuk para Prajurit TNI yang bertugas di Papua harus benar benar memiliki keberanian untuk merubah mindset dalam melaksanakan tugasnya. Masyarakat Papua bukanlah musuh yang harus diperangi, melainkan saudara kandung yang harus dicintai, dilindungi, dibantu dan dijaga harkat dan martabatnya. Jika keberanian tersebut dapat dibangun dengan sungguh-sungguh dalam hati dan pikiran semua pihak yang melaksanakan tugas di Papua, maka keberhasilan tidak akan sulit untuk dicapai, karena pada dasarnya PAPUA ADALAH TANAH DAMAI.

20 bulan masa pengabdian di Tanah Papua telah menorehkan makna dan cerita tersendiri dalam perjalanan hidup saya yang mungkin tidak didapatkan di wilayah lain di NKRI. Semoga kehadiran saya di Tanah Papua, juga bisa memberi manfaat bagi masyarakat Papua, khususnya wilayah Kolakops Korem 174/ATW. Papua Tanah Damai dan damai itu bisa tercipta jika kita berani. Berani mencintai, melindungi, membantu dan menjaga harkat serta martabat masyarakat Papua. Mari bersama-sama, bersatu hati dan bersatu tujuan untuk mewujudkannya.

Izakod Bekai, Izakod Kai

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait