Oleh:
Rudi S Kamri
Entah mengapa saya sedang senang membahas tentang ojeg online (Ojol). Transportasi super bermanfaat yang telah meringankan hidup kita sehari-hari selama ini. Dengan multi fungsi yang disandang Ojol, seolah secara tidak sengaja telah menciptakan kemudahan, kebiasaan dan budaya baru dalam kehidupan masyarakat kita.
Tinggal pencet HP, cari makanan, cussss makanan akan datang di depan pintu rumah kita, tanpa kita harus capek-capek keluar rumah. Dampak positif yang terjadi para pengusaha rumahan juga tumbuh menjamur menjadi mitra aplikator Ojol. Omzet restoran dan warung makan pun terbantu. Belum lagi Ojol adalah alat transportasi super lincah, murah dan cepat yang bisa membawa kita meliuk- liuk di tengah kemacetan. Begitu banyak manfaat Ojol yang bagi hidup kita.
Jadi saya tidak heran pada saat rasa solidaritas sosial masyarakat terbangun sebagai akibat Covid-19, Ojol menjadi obyek sasaran yang diberikan bantuan pertama. Disamping Ojol yang paling dekat dengan kehidupan kita sehari-hari selama ini, secara fisik Ojol juga paling mudah kita temui di pinggiran dan sepanjang jalan. Akhirnya banyak drama yang kita lihat selama ini. Ada Ojol yang rendah hati, ada yang besar kepala merasa paling sengsara dan ada juga oknum Ojol yang memprovokasi.
Betulkah Ojol merupakan kelompok yang paling terdampak akibat Covid-19 ini? Jawabannya jelas TIDAK. Ojol hanya merupakan butiran remah rengginang dari berbagai kelompok masyarakat yang terdampak. Ribuan kelompok masyarakat kecil lainnya yang terdampak namun tidak terlihat di permukaan. Ribuan kelompok masyarakat yang tidak bisa saya sebut satu persatu.
Lagi pula menurut saya, para perusahaan aplikator Ojol yang seharusnya wajib mengurusi kesejahteraan para driver Ojol tersebut. Perusahaan aplikator Ojol ini menjadi besar dan kaya raya juga hasil jerih payah para mitra driver. Mitra driver Ojol dalam konstelasi bisnis online, bukan sekedar sarana bisnis semata tapi merupakan mitra strategis dan aset utama perusahaan. Sudah selayaknya para pengusaha aplikasi Ojol menunaikan kewajiban sosialnya kepada para mitra strategisnya. Jangan limpahkan semua tanggungjawab kepada Pemerintah. Kalau hal ini dilakukan, bantuan sosial Pemerintah maupun masyarakat bisa dialihkan ke kelompok masyarakat lain yang juga sangat memerlukan bantuan.
Empati kita juga harus diberikan kepada para pengusaha berbagai bidang usaha yang harus menanggung beban gaji dan Tunjangan Hari Raya (THR) dengan kondisi mesin produksi uang sedang berhenti total. Kalaupun harus ada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) mereka tetap harus menyediakan pesangon yang nilainya tidak sedikit. Semua terlilit dilema. Tapi inilah keadaan faktual yang terjadi. Mudah-mudahan skema bantuan Pemerintah untuk kaum pengusaha bisa bermanfaat dan menolong para pengusaha. Pada saat para pengusaha terbantu, berarti lapangan kerja juga akan tersedia buat masyarakat.
Dan jangan lupa, kondisi ekonomi kaum kelas menengah yang menjadi kelompok dominan dalam struktur masyarakat kita juga tidak sepenuhnya aman. Di samping tabungan yang semakin berkurang, masa depan pekerjaan mereka pun sedang di persimpangan jalan.
Inti tulisan ini, mari kita melihat dengan hati apa yang tidak terlihat di depan kita. Agar kita bisa bijak bersikap dan tidak merasa paling menderita di tengah bencana yang melanda. Di samping memperkokoh solidaritas sosial, kita juga harus tawadhu dan berusaha keras memperkokoh diri sendiri agar tidak limbung dan menjadi beban orang lain.
Dan pada dasarnya kita semua adalah hanya remah rengginang yang berserak yang tidak terlihat di permukaan. Termasuk saya…….
Salam SATU Indonesia
18042020