BANYUWANGI, beritalima.com – Gerakan tolak Politik Dinasti terus bergaung di Kabupaten Banyuwangi, selain banner yang bertebaran, Gelora suara tolak politik dinasti juga ramai di kalangan Akademisi.
Menurut Danu Budiyono, Salah satu Deklarator Tolak Politik Dinasti di Banyuwangi menyampaikan bahwa sudah lama menyuarakan tolak politik dinasti, bahkan kami bergerak sebelum ada kontestasi pilkada ini.
“Saya jelaskan Gerakan Tolak Politik Dinasti itu sudah lama saya gaungkan bersama rekan rekan, Sebelum kontestasi Pilbup di kabupaten Banyuwangi sekarang ini.” ungkap Danu.
Masih menurut Danu, Masyarakat harus memahami apa itu Dinasti politik dengan politik Dinasti agar tidak salah menentukan pilihan.
“Dinasti menurut kamus besar bahasa indonesia (KBBI) diartikan sebagai keturunan raja raja yang memerintah, semuanya berasal dari satu keluarga.
Pengertian tersebut diperjelas dalam laman wikipedia.org. bahkan Politik dinasti dapat diartikan sebagai sebuah kekuasaan politik yang dijalankan oleh sekelompok orang yang masih terikat dalam hubungan keluarga. dan Dinasti politik lebih identik dengan kerajaan iya.
Sebab, kekuasaan akan diwariskan secara turun temurun dari ayah kepada anak, agar kekuasaan akan tetap berada di lingkaran keluarga. Lalu apa yang terjadi suatu negara atau daerah menggunakan politik dinasti? Termasuk di banyuwangi.” Tanyanya.
Lebih Luas, Danu juga menjabarkan bahwa politik kekerabatan itu gejala awal neopatrislomialistik.
“Politik kekerabatan itu sebagai gejala neopatriomialistik. Benihnya sudah lama berakar secara tradisional. Yakni berupa sistem patrimonial, yang mengutamakan regenerasi politik berdasarkan ikatan geneologis, ketimbang merit system, dalam menimbang prestasi. Politik dinasti jelas bertentangan dengan budaya demokrasi yang sudah tumbuh di negeri kita tercinta ini dan akan mengebiri demokrasi kita.” jabarnya.
Meskipun menurut Danu, Keputusan MK membatalkan aturan yang melarang politik dinasti.
“Keputusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan aturan yang melarang politik dinasti dalam UU Nomor 8 tahun 2015 merupakan jalan bagi siapapun untuk sescara sah dan menyakinkan maju kepertarungan politik, meski untuk ditengarai punya relasi patron klein dengan penguasa setempat, misal bupati. Bahwasanya jelas politik dinasti itu mengabaikan kompetensi rekam jejak, bahkan politik dinasti bisa mengebiri peran masyarakat dalam menentukan pilihannya.
Politik dinasti juga rentan menciptakan sifat koruptif. Kekuasan besar yang dimiliki bupati sangat rentan digunakan untuk melanggengkan kekuasaannya, dan arah itu juga ada dipilkada dibanyuwangi ini. Itulah sedkit alasan kami menolak dan melawan praktek politik dinasti diawal.Dan hingga kini setidaknya ada empat komunitas yang terbentuk.” bebernya.
Mengakhiri Wawancaranya, Danu berharap Rakya harus cerdas dalam berpolitik.
“Namun sebagai rakyat kita harus cerdas. Sebab sesungguhnya, kita sebagai masyarakat adalah stakeholder demokrasi, pemegang kuasa yang menentukkan pilihan. Bukan obyek yang terus diekploitasi untuk kebodohi oleh kepentingan neopotistik. Maka saatnya kita sebagai rakyat cerdas dalam memilih.” pungkasnya. (Abi)