JAKARTA, beritalima.com | Koordinator Nasional Masyarakat Peduli Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (KORNAS MP-BPJS) melalui Tim Divisi Kajian Strategis Romadhon Jasn menyampaikan sejumlah catatan kritis dalam siaran pers yang disampaikannya di Jakarta pada 13/9/2020.
Pandemi Covid-19 berdampak pada peningkatan jumlah kasus PHK. Data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menyebut 3 juta kasus PHK. Sedangkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat 5 juta pekerja kena PHK dan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) 6,4 juta kasus PHK.
Dalam catatan pihaknya sepanjang tahun 2019, pembayaran klaim JHT BPJS Ketenagakerjaan atau dipanggil BP Jamsostek sebesar Rp 26,6 triliun dengan 2,2 juta kasus klaim.
Namun data Juni 2020, BPJS Ketenagakerjaan mencatat sebanyak 1,1 juta kasus klaim JHT sebesar Rp 14,34 trilun. Sedangkan pada Agustus 2020 mencapai angka 1,33 juta klaim peserta dengan jumlah Rp 16,47 triliun.
Bagaimana dengan kondisi yang akan terjadi hingga akhir tahun 2020 ini? Menurut Romadhon Jasn diprediksi kasus klaim JHT BP Jamsostek harusnya bisa lebih besar dari data yang dialami sepanjang 2019, bisa dua, tiga kali lipat bahkan lebih.
“Sebab sejak Corona terjadi PHK dimana-mana, data pemerintah dari Kemenkeu, Kemnaker saja sudah di atas data klaim JHT BP Jamsostek, Kadin bahkan lebih besar lagi,” katanya.
Menurutnya, namun dari data Agustus 2020 justeru klaim JHT BP Jamsostek berada bisa di bawah jumlah kasus klaim JHT di tahun 2019, padahal 2020 ada pandemi Covid-19.
Patut diduga ada jutaan peserta yang terhambat dalm pengajuan klaim JHT baik via daring dan luring. Selama proses klaim JHT di BP Jamsostek terbanyak gunakan cara daring 80% dan luring 20%.
“Untuk mengajukan klaim cara daring ini prosesnya sulit sekali bagi peserta, dari survei kami di 25 kantor cabang BP Jamsostek se Indonesia. Dengan 1000 responden dari 800 peserta klaim dengan cara daring, mayoritas 70% peserta gunakan pihak perantara untuk urus klaim,” pungkasnya.