Jakarta, beritalima.com| – Sejarawan asal Belgia David van Reybrouck menyatakan, salah satu peristiwa penting di Indonesia yang turut mengguncang dunia dalam penelitiannya, adalah terselenggaranya Konferensi Asia-Afrika di Bandung (1955), dimana menjadi pemersatu banyak negara yang baru merdeka untuk lebih berani dalam menjaga kemerdekaannya. Tercatat 29 negara dari Asia Afrika hadir di Bandung (Jawa Barat) dalam konferensi internasional ini.
David mengutarakan hal tersebut ketika menjadi pembicara dalam diskusi buku yang ditulisnya berjudul Revolusi: Indonesia and the Birth of the Modern World di Kolese Kanisius, Jakarta (21/10). Acara ini merupakan kerjasama Gamechangers Book Club dan PRAKSIS (Pusat Riset dan Advokasi Serikat Jesus), dihadiri lebih dua ratus peserta, mulai dari pelajar, akademisi, pengamat dan masyarakat umum.
Menurut Reybrouck, revolusi kemerdekaan Indonesia (1945) dan Konfrensi Asia-Afrika (1955) menjadi tonggak sejarah penting dan mencuri perhatian internasional, karena memicu banyak pemimpin dari belahan dunia lain untuk merdeka, lepas dari kungkungan kolonialisme.
Ini artinya, lanjut David, perjalanan revolusi Indonesia tak hanya merupakan sejarah lokal. Melainkan bagian penting dari sejarah internasional. Sejarah proklamasi kemerdekaan Indonesia berikut perang revolusi untuk mempertahankan kemerdekaan merupakan bagian dari sejarah dunia. “Indonesia adalah negara pertama yang menyatakan kemerdekaan setelah era Perang Dunia Kedua,” ucap David.
Berbeda dengan penulisan sejarah Indonesia sebelumnya yang bersifat Nerlandosentris dan kemudian elitis, Reybrouck menawarkan sebuah alternatif. Ia menggunakan sumber-sumber dari orang kebanyakan. Ia, misalnya, menggambarkan penulisan bukunya sebagai upaya menyusun kepingan-kepingan kecil mozaik yang kemudian disusun menjadi sebuah narasi besar tentang sejarah Indonesia.
Fokusnya adalah revolusi kemerdekaan Indonesia (1945-1949), namun ia menempatkan periode itu dalam konteks sejarah yang lebih luas, termasuk konteks periode kolonial. Dengan menggunakan peristiwa tenggelamnya kapal Van der Wijk, contohnya, ia menggambarkan susunan lapisan masyarakat kolonial, berikut relasi antara masing-masing lapisan.
Di samping studi arsip, Reybrouck melengkapi penelitiannya di Indonesia dengan metode sejarah lisan. Untuk itu ia mewawancarai dan mencatat kisah dari ratusan “orang kecil” yang memiliki kaitan dengan perang revolusi kemerdekaan Indonesia. Ia pun mendatangi sejumlah daerah di Indonesia, tak hanya di kota besar saja.
Ketika ditanya mengapa dia tertarik untuk menulis sejarah revolusi Indonesia, Ia menjawab, “Saya bukan orang Indonesia. Saya juga bukan orang Belanda. Tetapi saya merasa bahwa sejarah Indonesia adalah sejarah milik saya juga.”
Menariknya lagi, tambah David, dalam revolusi kemerdekaan Indonesia terjadi banyak sekali kekerasan. Kekerasan itu dilakukan baik oleh pihak Belanda, para pemuda Indonesia maupun tentara Gurkha. “Waktu itu tindak kejahatan perang dilakukan oleh semua pihak,” terangnya.
Buku karya David ini aslinya berjudul Revolusi terbit pada 2022 dalam bahasa Belanda. Pada 2024 buku itu diterbitkan dalam bahasa Inggris dan menjadi best seller (sangat laris). Di Indonesia buku tersebut telah diterjemahkan dan diterbitkan oleh Penerbit Gramedia, Jakarta dengan judul Buku Revolusi: Indonesia dan Lahirnya Dunia Modern.
Jurnalis: rendy/abri

