JAKARTA, Beritalima.com | Pandemi covid 19 sampai saat ini belum bisa diatasi sampai ditemukannya vaksin yang tepat untuk menanggulangi penularan virus corona tersebut. Oleh karena itu tentu tidak ada orang yang bisa memastikan kapan pandemi covid 19 akan berakhir. Jadi apa yang bisa dilakukan saat ini adalah berusaha mencegah kemungkinan terjadinya penularan dengan mematuhi protokol kesehatan yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah. Termasuk protokol kesehatan bagi setiap orang yang akan bepergian menggunakan moda transportasi udara, misalnya harus mengikuti swab test / PCR sehingga kalau dinyatakan negatif, bukti pemeriksaan tersebut harus ditinjukan dan memang akan diperiksa saat di bandara. Jika tidak membawa surat tersebut tentu tidak akan diizinkan naik ke dalam pesawat “, demikian dinyatakan oleh Dede Farhan Aulawi setelah mengikuti Swab Test PCR di Rumah Sakit Kramat Jati Jakarta, Senin (15/6).
Kedisiplinan dan kepatuhan untuk selalu mengikuti protokol kesehatan bukan sebuah pilihan, melainkan sebuah keharusan demi kesehatan bersama. Saat kita memasuki transisi new normal seperti saat ini, pada dasarnya masyarakat mulai diizinkan untuk beraktivitas kembali namun harus tetap mematuhi protokol kesehatan, seperti memakai masker setiap bepergian ke mana pun, rajin cuci tangan, menjaga jarak fisik dengan orang lain, dan selalu menjaga kesehatan serta kebersihan. Begitupun saat moda transportasi udara mulai beroperasi secara bertahap, wajib mentaati ketentuan dari Kementerian Perhubungan Republik Indonesia terkait Surat Edaran (SE) Dirjen Perhubungan Udara Nomor 13 Tahun 2020 tentang Operasional Transportasi Udara dalam Masa Kegiatan Masyarakat Produktif dan Aman dari Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Surat edaran tersebut berisi ketentuan yang harus dipatuhi terkait perjalanan dengan menggunakan pesawat di era new normal. Ujar Dede.
Selanjutnya Dede juga memberi penjelasan tentang metode yang dilakukan untuk mendeteksi virus corona, yaitu rapid test dan PCR (Polymerase Chain Reaction) swab test. Adapun perbedaan dari PCR swab dan rapid test adalah jenis sampel yang diambil. Jika metode Rapid test dilakukan dengan mengambil sampel darah, sementara pemeriksaan PCR swab menggunakan sampel lendir yang diambil dari dalam hidung atau tenggorokan.
Metode rapid test memeriksa virus menggunakan antibodi IgG dan IgM yang ada di dalam darah. Dimana antibodi tersebut terbentuk dalam tubuh saat mengalami infeksi virus. Jadi, jika di dalam tubuh terjadi infeksi virus, maka jumlah IgG dan IgM dalam tubuh akan bertambah. Hasil rapid test ini dapat memperlihatkan adanya IgG atau IgM dalam darah. Jika ada, maka hasil rapid test dinyatakan reaktif ada infeksi virus. Namun perlu diketahui, bahwa hasil tersebut bukanlah diagnosis pasti yang menggambarkan infeksi COVID-19. Oleh karenanya, jika seseorang dengan hasil rapid test reaktif maupun non reaktif akan dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan lanjutan, yaitu pemeriksaan PCR swab dengan mengambil sampel lendir dari dalam hidung atau tenggorokan. Dua tempat ini dipilih karena menjadi tempat virus menggandakan dirinya. Pemeriksaan ini dinilai lebih akurat, sebab virus corona akan menempel di bagian dalam hidung atau tenggorokan saat masuk ke dalam tubuh. Hasil akhir dari pemeriksaan PCR swab ini nantinya akan benar-benar memperlihatkan ada atai tidaknya virus SARS-COV2 di dalam tubuh seseorang.
“ Masing – masing metode di atas tentu memiliki kelebihan dan kekuarangan masing – masing. Jika menggunakan rapid test maka hasilnya akan lebih cepat untuk diketahui, tetapi kekurangannya hasil rapid test ini untuk menguji ada atau tidaknya virus dalam tubuh namun tidak bisa digunakan langsung untuk mendiagnosis pasti COVID-19. Sementara kelebihan metede Swab PCR terkait keakuratannya dalam mendeteksi virus corona. Namun kekurangan metode ini adalah pemeriksaannya yang sedikit lebih rumit dan membutuhkan waktu yang lebih lama “, pungkas Dede memberikan gambarannya.