Dengan Kewenangan Baru, Anis Minta OJK Harus Junjung Fungsi Perlindungan

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Di tengah wabah virus Corona (Covid-19) yang semakin meluas melanda Indonesia dan memporak-porandakan kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat, Pemerintah dibawah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan ewenangan baru kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kewenangan baru yang diberikan Pemerintah memperbolehkan otoritas ini memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan (LJK) untuk melakukan penggabungan, pengambilalihan, integrasi dan atau konversi.

Terkait masalah tersebut, anggota Komisi XI DPR RI, Dr Hj Anis Byarwati memberikan catatan khusus kepada Dewan Komisaris OJK. Bahkan dalam Rapat Kerja (Raker) yang dilakukan secara virtual Komisi XI DPR RI dengan OJK, wakil rakyat dari Dapil I Jakarta ini mempertanyakan Perkembangan Industri Jasa Keuangan di tengah situasi Covid-19.

Malah Anis menanyakan kesiapan OJK dalam menjalankan kewenangan yang diberikan pemerintah kepada OJK.“Sejauh mana OJK menyiapkan human resources dan Standard Operasional Prosedur (SOP) yang handal, supaya kewenangan ini dapat digunakan dengan tetap memperhatikan tata kelola yang baik dan dapat pula dipertanggungjawabkan,” tanya Anis seperti keterangan pers yang diterima awak media, Rabu (8/4).

Sebagaimana diketahui, pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No: 1/ 2020, Pemerintah memberikan empat kewenangan dalam dan pelaksanaan kebijakan pada OJK. Pertama: memerintahkan LJK untuk melakukan/menerima penggabungan, peleburan, pengambilalihan, integrasi dan/atau konversi dan memberikan sanksi atas pelanggarannya.

Kedua: memberikan izin untuk OJK membuka ruang pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dengan system elektronik. Ketiga: mengecualikan prinsip keterbukaan di bidang Pasar Modal dalam rangka pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan untuk menghindari dampak negatif dari pelaksanaan prinsip disclosure. Dan, keempat: memberikan perlindungan hukum bagi pengawas sektor jasa keuangan dalam rangka melaksanakan tugas dan wewenangnya dan mengambil langkah pengawasan.

Terkait dengan kewenangan baru tersebut, Anis juga mempertanyakan poin ketiga yang tidak menyebutkan status dari pasal 1 angka 25 UU No: 8/1995 tentang Pasar Modal (UUPM) terkait dengan prinsip keterbukaan. Menurut Anis, wewenang OJK yang diberikan Perppu itu bertentangan dengan prinsip keterbukaan dalam UUPM yaitu kewajiban pihak tertentu untuk memenuhi kewajiban prinsip keterbukaan.

Pihak tertentu dijelaskan dalam penjelasan adalah sebagai emiten atau perusahaan public yang memiliki pernyataan pendaftaran telah menjadi efektif untuk mengikuti pasar modal.
“Bagaimana penjelasan detail dari OJK mengenai kondisi-kondisi yang memenuhi syarat ketika prinsip keterbukaan dapat dikecualikan?”

Karena itu, Anis meminta OJK untuk tetap menjunjung tinggi fungsinya dalam memberikan perlindungan kepada para konsumen. “Pelanggaran terhadap prinsip keterbukaan menimbulkan asymmetric information
untuk masyarakat khususnya pemodal, yang pada akhirnya dapat merugikan sehingga penggunaan wewenang ini harus dengan pertimbangan yang matang,” demikian Dr Hj Anis Byarwati. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait