MADIUN, beritalima.com- S (40), Pekerja Seks Komersial (PSK) yang mangkal di belakang Kantor Pos Jiwan, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, mengaku mampu melayani hingga 17 laki-laki hidung belang dalam waktu satu malam.
Padahal, tempat prostitusi ilegal tersebut, tidak ada kamarnya. Tempat mereka praktek, hanya berupa hamparan tanah kosong dengan kamar darurat yang terbuat dari bekas spanduk. Karena itu, tempat ini dikenal dengan istilah Hotel 57 (Seket Pitu). Nama Seket Pitu merupakan singkatan dari Lemek,e Suket Bantale Watu (Alasnya rumput bantalnya batu). Ada juga yang menyebut nama tersebut dengan Hotel Kasur Ijo. Madsudnya hanya beralaskan rumput.
Kembali ke kisah SS, jika tidak turun hujan, dalam satu malam ia mampu melayani hidung belang hingga 17 orang. Namun jika turun hujan, perempuan yang mengaku berasal dari Magetan, Jawa Timur, ini mengaku paling banyak melayani 10 hidung belang.
“Asal tidak hujan, bisa dapat tamu sampai 17 orang. Apalagi kalau malam minggu, rame, Mas. Kalau hujan, paling banyak 10 orang. Kalau tarifnya, Rp.30 ribu sekali kencan,” kata S, kepada beritalima.com, usai melakukan ritual di Sendang Tundung Mediun, Sabtu 28 Januari 2017, malam.
Menurutnya lagi, tarif Rp.30 ribu itu, masih bisa ditawar jika sudah lepas jam satu malam. Bahkan bisa ditawar hingga Rp.15 ribu. “Kalau sudah malam atau jam satu lebih, Rp.15 ribu gak apa-apa. Khan ibarat orang dagang, sore sudah laris. Jadi malam tinggal bathennya (untungnya),” tambahnya.
N, yang tidak begitu cantik dan berbody bonsor, rupanya menggunakan cara-cara klenik agar mendapatkan tamu yang banyak. Dituturkannya, agar ‘dagangannya’ laris manis, ia mengaku rutin melakukan ritual di Sendang Tundung Mediun yang terletak di Jalan Sendang, Kelurahan Kuncen Kecamatan Taman Kota Madiun.
“Hampir tiap malam Selasa Kliwon, Jumat Kliwon dan malam Jumat Legi, kadang malam minggu atau sebelum berangkat ‘praktek’, saya melakukan ritual di Sendang Tundung Mediun. Ya biar laris aja,” katanya.
Sebenarnya, tempat mesum di belakang Kantor Pos Jiwan, Kabupaten Madiun, sudah sering dirazia oleh petugas. Tapi para PSK nekad praktek di tempat tersebut, karena mereka menyetor upeti ke seseorang. Jadi merasa sedikit aman.
“Setiap orang (PSK), tiap malam wajib setor Rp 15.000 ke seseorang. Kalau malam Minggu naik menjadi Rp 25.000 setorannya. Katanya untuk uang keamanan,” cerita N, yang tidak mau menyebutkan nama orang yang menerima upeti dari PSK.
Padahal di tempat tersebut, saat dilakukan razia, pernah ada seorang PSK yang kedapatan terjangkit AIDS/HIV setelah dilakukan pemeriksaan. (Rohman/Dibyo)