Depolitisasi Sektor Energi bisa Menjadi Solusi untuk Mencapai Ketahanan Energi

  • Whatsapp

beritalima.com | Pandemi Covid-19 menyentakkan dan menyadarkan bahwa banyak sektor dalam perekonomian Indonesia secara fundamental lemah. Hal ini disampaikan Dr. Widhyawan Prawiraatmaja Gubernur OPEC 2015-2016, Dosen SBM-ITB dalam diskusi daring via aplikasi Zoom dengan tema “Apa Kabar Ketahanan Energi Kita?” yang digelar oleh Sekolah Kebijakan Publik Institut Harkat Negeri (HKN) dan dimoderatori Sudirman Said selaku Ketua HKN dan Dosen PKN STAN.

Menurut Widhyawan, Indonesia masih mempunyai peluang dalam memperbaiki fundamental ekonomi di bidang energi. Yang pertama, kata dia adalah langkah depolitisasi sektor energi.

“Menjadikan kebijakan serta pengambilan keputusan di sektor energi lebih berdasarkan pada analisa teknokratik dibandingkan dengan pertimbangan politis yang akan melemahkan sektor ini dari sisi keberlangsungannya,” ucap Widhyawan.

Ia melanjutkan, saat ini adalah momentum paling tepat mengubah subsidi harga pada bahan bakar menjadi subsidi bantuan langsung bagi yang berhak. Selain itu, Widhyawan juga mengatakan bahwa sangat penting menghilangkan semua faktor yang memberatkan sektor energi berupa pungutan tidak berdasar.

“Kebijakan-kebijakan pada energi bersih yang lebih jelas dari pemerintah. Jika ini dilakukan niscaya investasi di sektor energi akan kembali bergairah dan menjadikannya sebagai sektor penunjang ekonomi yang bisa diandalkan,” tambah Widhyawan.

Sementara itu pembicara kedua Fabby Tumiwa Direktur Eksekutif Institute for Essential Serivces Reform (IESR) mengatakan Indoensia menempati ranking ke-44 dari 150an negara dalam keamanan energi.

” Beda jauh dari Jerman yang menduduki nomor 1 (satu) karena kebaragaman (diversity) energi terutama yang bisa diperbaharui (renewable) lebih tinggi,” ungkapnya.

Fabby melanjutkan bahwa paradgima kebijakan energi di Indonesia maaih “fossil fuel minded” hal ini lantaran sejak 1981 kebijakan tersebut memang dijalankan sangat komprehensif dan dijadikan acuan.

“Waktu itu energi yang banyak di Indonesia minyak. Sekarang harusnya lebih ke yang sustainable atau yg terbarukan, bukan fossil fuel lagi kebijakannya,” kata dia.

Namun untuk mengarah pada energi terbarukan, kata Fabby, memang sulit lantaran masih adanya kepentingan untuk tetap menggunakan energi fosil seperti batubara.

“Adanya kepentingan karena batubara masih banyak, jadi pembuat kebijakan (policy maker) untuk pindah ke energi terbarukan jadi berhati-hati, ini jadi problem,” imbuhnya.

Dalam kuliah daring tersebut Fabby terus menekankan bahwa harusnya energi terbarukan bertambah, tapi pada kenyataannya pertumbuhannya tidaklah siginifikan. Menurutnya, saat ini di negara momentum penurunan harga minyak dimanfaatkan untuk menigkatkan konsumsi energi terbarukan, namun tidak terjadi di Indonesia.

“Tapi di Indo nggak dan selalu didebat mahal, Di Indonesia pemakaian energi terbarukan tidak signifikan hanya di kisaran 11-12.5% dalam beberapa tahun. Sementara itu Investasi energi terbarukan didominasi panas bumi memakan waktu 10-15 tahun. Indonesia masih tertinggal pengembangan energi terbarukan di ASEAN, padahal daya tarik terhadap energi terbarukan penting untuk dapat investasi karena menjadikan lebih kompetitif,” tutup Fabby

Sebelumnya, sebagai moderator dalam kuliah online tersebut, Sudirman Said memberikan pengantar bahwa satu dari tiga aspek yang menjadi indikator kekuatan suatu bangsa adalah ketahanan dan kedaulatan energi.

“Perebutan sumber daya energi menjadi salah satu pemicu konflik antar bangsa, antar negara. Sudah cukup lama Indonesia menghadapi tantangan nyata di bidang ketahahan energi yaitu: menurunnya potensi energi fosil, tidak efisiennya supply chain di bidang migas, eksploitasi batu baraberorientasi ekspor, dan tertinggalnya pembangunan energi baru terbarukan,” ungkap Sudirman.

Sebagai informasi, Seri Diskusi Sekolah Kebijakan Publik Insitut Harkat Negeri (IHN) adalah forum akademik, bersifat terbuka, obyektif, dan independen. Diskusi diselenggarakan secara tatap muka dan daring, membahas berbagai isu di bidang kebijakan publik, di berbagai sektor. Diskusi bertema “Apa Kabar Ketahanan Energi Kita? merupakan seri ke-59.

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com beritalima.com

Pos terkait