Jakarta | beritalima.com – Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) melalui Deputi Pengendalian Perubahan Iklim (PPI TKNEK)dan Tatakelola Nilai Ekonomi Karbon menyampaikan transisi CDM ke mekanisme perdagangan karbon Internasional baik berupa persyaratan, proses, maupun peran terhadap otoritas nasional yang ditunjuk (DNA).
Deputi PPITKNEK, Ary Sudijanto, M.S.E.menjelaskan update progres penyiapan perdagangan karbon dibawah Pasal 6 persetujuan Paris. Ary Sudijanto menegaskan koridorisasi dukungan pendanaan dalam penyiapan building blocks 2025-2026.
“Fokus pada penyiapan kerangka kebijakan l, peraturan dan kelembagaan yang memastikan srtiap kredit karbon yang diterbitkan memiliki intensitas tinggi,” tegas Ary saat presentasi, di Hotel Fairmont, Jakarta, Jum’at (12/9/2025).
Presentasi yang disampaikan Ary Sudijanto selaku Deputi PPITKNEK, dalam rangka pelaksanaan Pertemuan Koordinasi Transisi Clean Development Mechanism (CDM) ke Article 6.4 Paris Agreement. Pertemuan itu merupakan bagian dari tanggung jawab Designated National Authority (DNA) dan Host Party dalam memfasilitasi request for transfer dari para Project Proponent.
Lanjutnya, kerangka kerja dan tatakelola Building Blocks 2025-2026 tidak terlepas dari DNA, Strategi Nasional Perdagangan Karbon (National Carbon Market Framework) yang terdiri dari konteks nasional yang menyangkut kebijakan lingkungan dan perubahan iklim serta identifikasi aksi sektoral pada kondisional maupun unkondisional NDC.
“Kerangka kerja tersebut menyangkut manajemen resiko dan safeguard baik overselling risk da resikonlainnya maupun pada kerangka pengaman. Juga kerangka kerja dan tatakelola building blocks itu menyangkut peta jalan perdagangan karbon,” terang Ary.
Lebih jauh update progress penyiapan perdagangan karbon terutama pada low hanging fruit dalam rangka pencapaian NDC dan mengelola resiko overselling. Baik menyangkut penyusunan kriteria kelayakan dan identifikasi ruang lingkup aksi mitigasi (2.c) yang dapat dipartisipasikan dalam perdagangan karbon pada sektor maupun sub sektor.
“Dalam rangka pencapaian NDC dan mengelola resiko overselling ini menyangkut kriteria otorisasi dan identifikasi pemanfaatan unit redit karbon(2.e),” tandasnya.
Pungkas Ary, Indonesia membuka peluang MRA dan kolaborasi kerjasama bilateral seluas luasnya dengan berbagai pihak baik di dalam negeri maupun di luar negeri untuk unlocking dan pengembangan Implementation Agreement yang lebih luas dalam rangka percepatan ekosistem perdagangan karbon di Indonesia.
Jurnalis : dedy/abri






