Citizen Reporter
Laporan: Siti Apriani
Mahasiswa Komunikasi Unismuh Makassar
Melaporkan dari Takalar
TAKALAR. Muhammad Rian, panggilan akrabnya Bombong, bocah berusia (12) adalah pekerja keras karena desakan dan tuntutan ekonomi keluarga dan orang tuanya
Sehingga dia rela mengorbankan masa depan tidak lanjut sekolah dan memilih jadi kuli bangunan hingga nelayan kecil.
Dahsyatnya deraan kemiskinan yang harus dijalani di tengah keadaan kondisi ekonomi yang begitu sulit, akhirnya dia memilih memutuskan tidak lanjut sekolah ke jenjang SLTP dan bekerja membantu orang tuanya.
Kepada media, Sabtu siang (25/4/2020) di Tamanroya Desa Aeng Batu-Batu Kecamatan Galesong-Utara Kabupaten Takalar.
Dia katakan, tidak lanjut sekolah ke SLTP sejak tahun 2019 lulus SD, ”Saya tahu diri kemiskinan dan serba kekurangan ekonomi orang tua sehingga terpaksa tidak melanjutkan sekolah karena faktor biaya ”, tegasnya.
Melihat teman sebayanya melanjutkan sekolah ke jenjang SMP perasaannya sangat sedih, bahkan nyaris dia tidak ingin keluar rumah karena malu dengan teman-temannya.
Dia bercita-cita jadi pengusaha, impiannya bertekad membuka tempat usaha di sekitar rumahnya.
Sebagai nelayan kecil ketika memiliki waktu senggang menyempatkan turun melaut bersama ayahnya menangkap ikan menggunakan lanra puka (jaring ikan tembang).
Namun hasil tangkapan kadang tidak menentu biasanya dia dan ayahnya pulang dengan tangan kosong.
Ketika pendapatan sebagai nelayan tidak mencukupi, dia mencari kerjaan sampingan sebagai kuli bangunan.
Pendapatan berupa upah harian yang diperoleh sebagai kuli bangunan dihargai sebesar Rp.30.000,- perhari akan diterima setiap akhir pekan hari Sabtu.
Uang hasil kerja kuli bangunan langsung diserahkan kepada ibunya tanpa memikirkan dirinya.
Setiap hari dia bekerja jadi kuli bangunan bersama ayahnya di Barombong Kecamatan Tamalate Kota Makkassar.
Keluarganya juga semakin parah karena dililit hutang, setiap minggu penagih hutang silih berganti datangi rumahnya baik dari pihak bank, serta tagihan lainnya.
Orang tuanya bernama Bado’ Daeng Beta dan ibunya bernama Diana Daeng Jia. Dia merupakan anak kedua dari 4 bersaudara, dua perempuan dan dua laki-laki. Kakaknya bernama Rahmi dan kedua adiknya bernama Rania dan Riky.
Hal inilah yang membuat dia dan ayahnya harus bekerja keras pagi, siang bahkan sampai malam tiba.
Dia sangat bersyukur kepada Allah SWT, masih diberikan kesehatan untuk tetap bekerja dan membantu orangtuanya.
Tetapi, ketika dia jalani kerja sebagai kuli bangunan teman-teman sebayanya mengejek dan merendahkannya.
Terkadang dia sedih ketika temannya mengatakan hal seperti itu, sehingga dia tidak terlalu akrab dengan teman sebaya.
Malah dia lebih suka mengobrol dengan bapak-bapak nelayan dan kuli bangunan.
Tapi kini, dia sedih karna akibat pandemi wabah virus Covid-19, tidak bisa bekerja dikarenakan pemerintah menerapkan sosial distance serta semuanya harus tinggal dirumah.
Padahal pekerjaannya di kota sebagai kuli bangunan masih belum selesai tetapi sang bos dengan berat hati harus memberhentikan pekerjaan demi kesalamatan bersama.