GRESIK,beritalima.com- Bagi bangsa Indonesia, tradisi budaya adalah identitas yang harus dijaga untuk mengenal jati dirinya.
Di era peradaban modern yang ditandai kemajuan Teknologi Informasi (TI) yang kian canggih, tidak lah mudah mempertahankan eksistensinya.
Tradisi budaya Nusantara saat ini cenderung semakin ditinggalkan karena arus transformasi budaya luar kian masif menawarkan nilai baru yang kadang bertentangan dengan karakter bangsa Indonesia.
Tradisi warisan leluhur yang kian pudar salah satunya yakni sedekah bumi yang identik dengan tradisi budaya petani Jawa.
Padahal, sedekah bumi merupakan ritual yang penuh sarat nilai moral dan agama. Karena mengajarkan rasa syukur dan kerukunan serta kegotong royongan.
Dimana masyarakat diajak berkumpul bersama dengan membawa makanan hasil bumi yang kemudian dilakukan ritual doa ucapan rasa syukur dan mohon kelancaran rejeki.
Di Kabupaten Gresik, Jawa Timur, kearifan lokal tersebut, masih tetap dipertahankan atau dilestarikan di sebagian desa saja. Salah satu desa yang terus merawat tradisi tersebut, adalah Desa Petiyintunggal.
Desa yang terletak di Kecamatan Dukun ini tiap tahun melaksanakan ritual sedekah bumi yang dilaksanakan secara turun temurun.
“Alhamdulillah Desa ini masih terus merawat tradisi sedekah bumi. Ini bagian dari menjaga warisan leluhur kami,” ujar Kepala Desa (Kades) Petiyintunggal, Mat Asroful, Senin (09/09/2024).
Ia menyampaikan, jika ritual sedekah bumi di desanya sudah berlangsung cukup lama. Sejak Ia masih kecil sudah ada tradisi ini. Bahkan diperkirakan mungkin sudah berusia ratusan tahun yang diwariskan secara turun temurun.
Kades meyakini, Desanya sulit meniadakan kearifan lokal tersebut, karena menjadi mitos jika tidak mengadakan upacara sedekah bumi, akan terjadi musibah atau hasil buminya tidak maksimal.
“Masyarakat sini rasanya nggak enak, kalau tidak ada sedekah bumi. Dulu ada cerita, pernah sekali tidak mengadakan sedekah bumi, trus terjadi musibah,” tuturnya.
Kades menjelaskan, sedekah bumi ini untuk mensyukuri atas melimpahnya hasil bumi di desanya, dimana desanya merupakan daerah yang subur sehingga menjadi centra pembibitan padi di Kabupaten Gresik.
Kades juga menyampaikan, kegiatan sedekah bumi di Desanya bertujuan menjaga dan memupuk kerukunan antar warganya. “Ini bisa menjadi sarana merawat kebersamaan, melestarikan nilai kerukunan dan menjaga gotong royongan,” sambungnya.
Untuk kegiatan sedekah bumi tahun ini (2024) Pemerintah Desa (Pemdes) Petiyintunggal mengadakan rangkaian kegiatan selama 4 hari, mulai 3 sampai 6 September.
Adapun kegiatan tersebut antara lain, doa bersama sekaligus mengadakan pengajian dimasing-masing dusun yakni Dusun Petiyin, Jajar dan Petis yang diadakan pada, Selasa (03/09/2024) dan Rabu (04/09/2024).
Hari berikutnya, Kamis (05/09/2024) mengadakan ritual ‘Metu Ambeng Sedekah Bumi’ yang dilaksanakan bergiliran di setiap rumah pada pagi hari. Kemudian malamnya, nanggap kesenian tradisional (pagelaran Wayang Kulit dan Campursari) di Balai Desa setempat.
Kegiatan hari terakhir, Jumat (06/09/2024) mengadakan doa bersama Majlis Al-khidmad dan pengajian. Lokasinya, dibalai Desa setempat.
Kades menyampaikan, rangkaian kegiatan tahun ini hampir sama persis dengan sedekah bumi tahun lalu yakni berlangsung 4 hari dengan menggelar rangkaian kegiatan perpaduan tradisi budaya dan religi.
Alasan mengapa memadukan antara kegiatan tradisi budaya dan agama? Ia menjelaskan bahwa antara tradisi budaya dan ajaran agama merupakan satu kesatuan yang harus saling mengisi. Karena tradisi budaya, sebagai alat atau sarana efektif untuk syiar agama.
Selain itu, Ia menuturkan, dengan nanggap kesenian tradisional wayang kulit dan campursari ini, bisa ikut berkontribusi melestarikan kesenian tradisional yang peminatnya semakin berkurang ditengah ancaman modernisasi.
“Alhamdulillah masyarakat bisa terhibur dengan pertunjukkan campursari dan wayang kulit,” kata Kades muda ini.
Dia juga berharap, dengan rangkaian kegiatan tersebut, masyarakatnya semakin guyup rukun. “Semoga tahun depan bisa mengadakan sedekah bumi lebih meriah lagi,” pungkasnya. (Moh Khoiron).