TRENGGALEK, beritalima.com –
CSR (Corporate Social Responsibility) adalah pendekatan bisnis dengan memberikan kontribusi terhadap pembangunan yang berkelanjutan dengan memberikan manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan bagi seluruh pemangku kepentingan.
Dengan kata lain, CSR merupakan tanggung jawab sosial perusahaan kepada masyarakat lingkungan sekitarnya. Akan tetapi, ketika kontribusinya (CSR) tersebut belum secara maksimal dirasakan oleh masyarakat maka DPRD sebagai representasi rakyat harus mengupayakan penerapannya.
Sebagaimana yang dirasakan oleh para legislator dari Kota Mojokerto terkait akomodasi CSR dari perusahaan setempat, khususnya para rekanan pemenang tender. Sehingga, perlu adanya sharing pengalaman dengan melakukan kunjungan kerja ke Trenggalek.
Sekretaris DPRD Trenggalek, Muhtarom saat dikonfirmasi beritalima.com menyatakan jika pihaknya (kesekretariatan DPRD) menerima kunjungan kerja dari Komisi II DPRD Kota Mojokerto.
“Kunjungan dengan agenda sharing mengenai pengelolaan dan akomodasi CSR dari kontraktor (rekanan) pemenang tender pekerjaan,” sebut Muhtarom, Selasa (16/2/2021).
Pasalnya, secara nyata pemberian CSR di Kota Mojokerto dirasa belum sesuai dengan Permensos nomor 9 tahun 2017. Ini penting, mengingat akomodasi penarikan dana (dari CSR) itu bisa digunakan untuk pembangunan non APBD. Secara substansial, ini bagus karena bisa membantu pembangunan daerah melalui pembiayaan diluar APBD.
“Akan tetapi di Trenggalek sendiri masih sangat minim, sebab kelas penyedia jasa (kontraktornya) juga terbilang kecil. Kebanyakan, pemenang tender dengan nilai pekerjaan besar kontraktornya dari luar kota,” sambungnya.
Ditambahkan Muhtarom, sedangkan para kontraktor dari luar tersebut jika mengerjakan kegiatan di Trenggalek pun juga memerlukan biaya operasional cukup besar. Konsekwensinya, profit yang diterima tidak terlalu banyak sehingga kontribusi CSR jadi sedikit.
“Kalau di Trenggalek, selama ini yang CSR nya lumayan besar rata-rata dari perbankan. Diantaranya, Bank Jatim, BNI dan BRI,” imbuh Muhtarom.
Untuk regulasi, sambungnya, akomodasi dan pengelolaan CSR dari kontraktor selama ini dikelola oleh pemerintah daerah (pemda). Dengan leading sektor ada di Bappeda (Badan perencanaan pembangunan daerah) bantu oleh tim.
“Regulasi ataupun pengaturannya ada di Pemda semua. Untuk pemanfaatannya menyesuaikan kondisi, biasanya jika ada kegiatan yang menggunakan alokasi non APBD akan diambilkan dari sana,” ulasnya.
Sedangkan Rifki Pancasilawan yang merupakan ketua rombongan Komisi II dari DPRD Kota Mojokerto menimpali bahwa pihaknya bersama rombongan sebenarnya hanya ingin mencari referensi tentang kebijakan terkait dana CSR yang ada di Trenggalek.
” Yang nantinya akan kami jadikan referensi aplikasi CSR dari kontraktor (rekanan) pemenang tender,” kata Rifki.
Menurutnya, saat ini Kota Mojokerto tengah melakukan inisiasi bagi badan usaha atau kontraktor pemenang tender agar di pungut dana CSR dalam rangka ikut andil membangun Kota Mojokerto utamanya diluar APBD. Jadi, hingga saat ini masih dalam pengumpulan data referensi. Jika nanti ada daerah yang sudah melakukan itu akan dicoba di tarik dan diterapkan di Kota Mojokerto.
“Tujuannya, untuk merencanakan peraturan yang paling tepat dan realistis dengan sasaran utama adalah pengembangan dan pembangunan yang belum bisa di biayai oleh APBD,” pungkasnya. (her)