SAMOSIR, beritalima.com | Wakil Ketua Dewan Pakar Komite Masyarakat Danau Toba (KMDT), Prof. Dr. Edi Slamet Irianto SH M.Si, mengatakan, pemandangan di Danau Toba tidak kalah dengan Swiss maupun Selandia Baru.
Menurutnya, hal itu sumber daya yang luar biasa. Tinggal bagaimana memenej pengelolaan yang baik untuk mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat daerah setempat dan Indonesia pada umumnya.
Edi menyebut, keindahan Danau Toba adalah anugerah Tuhan untuk masyarakat di sana dan Indonesia. Terlebih, Danau Toba jadi perhatian pemerintah dimana dijadikan sebagai destinasi wisata super prioritas.
Untuk menjadikan Danau Toba sebagai sumber kesejahteraan masyarakat daerah setempat, Edi sebagai Wakil Ketua Dewan Pakar KMDT menyarankan, hal pertama yang perlu dilakukan adalah membuat kesepakatan bersama. Mengingat ada 7 kabupaten di wilayah ini, tanpa ada kesepakatan bersama dikhawatirkan pembangunan terkait Danau Toba malah jadi semrawut.
“Seluruh kabupaten di sana harus punya blue print yang disepakati semua tokoh adat. Jadi bila kepala daerah berganti, blue print tentang pembangunan Danau Toba dilanjutkan. Jadi, Danau Toba di 2045, Indonesia Emas, Danau Toba paling tidak sudah seperti Bali,” ujar Edi.
Edi menyebut, bila semua wilayah sekitar sepakat menjadikan Danau Toba sebagai sumber ekonomi yang bisa jadi sumber pendapatan bagi pemerintah unuuk menyejahterakan masyarakat, mau tidak mau harus dibangun bersama.
Dan ada tiga hal yang harus dibangun, tutur Edi, yakni safety atau keamanan, secure atau kenyamanan, serta satifie atau kepuasan.
Karena, lanjut dia, bila orang sudah merasa aman, nyaman dan senang saat berkunjung menikmati pemandangan Danau Toba dan puas saat pulang dari sana, maka wisatawan selalu ingin berkunjung lagi ke Danau Toba.
Untuk mencapai kesana, ucap Edi, harus menyatukan mindset masyarakat jika pembangunan Danau Toba semata-mata untuk kepentingan bersama. Bila itu tak terwujud, hal itu akan menyulitkan pembangunan di bidang pariwisata.
Wilayah yang bisa dijadikan contoh adalah Bali. Wisatawan yang pernah berkunjung ke Bali selalu ingin kembali kesana lagi. Alasannya, karena masyarakat Bali sepakat menjadikan daerahnya sebagai periuk nasi melalui wisatanya. Oleh karena itu, masyarakat di sana sadar betul bila harus menjaga dan merawat Bali agar periuk nasinya tetap aman.
Demikian juga masyarakat di Danau Toba, harus menyadari bila Danau Toba adalah sumber rezeki dari Tuhan sehingga harus dijaga dan dirawat. Setelah itu, pembangunan yang dilakukan 7 kabupaten saling melengkapi. Misalnya Kabupaten Samosir membangun dan mengembangkan wisata air, lalu kabupaten lain membangun wisata berbasis pertanian, budaya dan lain sebagainya.
“Jadi pembangunan saling melengkapi. Dengan demikian, wisatawan setidaknya berkunjung 7 hari untuk menikmati wisata yang ada di tujuh kabupaten di sekitar Dana Toba. Wisatawan akan berkeliling karena tidak one stop service,” paparnya.
Edi juga menekankan pentingnya menciptakan suasana yang berbeda. Misalnya, seluruh bangunan di wilayah Danau Toba harus mencerminkan unsur Batak. Dengan demikian, wisatawan akan merasakan suasana berbeda. Bila bangunan seperti layaknya di kota, maka wisatawan tidak akan merasakan deferensiasi dan suasana baru.
“Hal yang harus juga diperhatikan adalah penyikapan tuan rumah dalam hal ini masyarakat sekitar Danau Toba dalam menyambut wisatawan. Bila tuan rumahnya ramah, sangat welcome pada wisatawan yang notabene orang-orang baru dilihat, pelancong pasti akan senang dan ingin kembali lagi ke Danau Toba,” beber Edi.
Edi juga menekankan hal yang tak kalah penting, yakni soal kesehatan. Menurutnya, Danau Toba adalah wisata yang berhubungan air. Oleh karena itu, sanitasi dan kebersihannya harus sangat diperhatikan.
“Seperti yang telah saya katakan, pemandangan Danau Toba tidak kalah dengan Swiss dan Selandia Baru. Kalahnya hanya satu, yakni soal kebersihan,” tegasnya. (Gan)
Teks Foto: Wakil Ketua Dewan Pakar KMDT Prof Dr Edi Slamet Irianto bersama istri, Prof Dr Haula Rosdiana yang juga anggota Dewan Pakar KMDT.