Di Bawah Timor Leste, LIPI: Demokrasi Indonesia di Pinggir Jurang

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Demokrasi Indonesia yang lahir dari reformasi 1998 baru dua dekade. Namun, lima tahun belakangan ini demokrasi yang baru dinikmati rakyat Indonesia itu sudah tidak utuh.

Artinya, peringkat demokrasi Indonesia terus menurun. Bahkan saat ini peringkat demokrasi Indonesia berada di bawah Timor Leste, negara yang sebelum reformasi merupakan bagian dari Indonesia.

Hal tersebut dibenarkan Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Prof Firman Noor. “Hal ini sesungguhnya sebuah peringatan buat elite politik Indonesia, demokrasi Indonesia di bawah Timor Leste. Demokrasi di Indonesia saat ini sudah di pinggir jurang,” ungkap Firman kepada para awak media di Gedung Nusantara III Komplek Parlemen Senayan, Jakarta.

Menurut dia, demokrasi Indonesia ada di tepi jurang ditandai sejumlah fakta antara lain masyarakat tidak peduli dengan artikel yang bernuansa politik. “Fakta itu sangat terkonfirmasi lewat survei ketika pembaca lebih menyukai artikel dengan konten hiburan,” kata Firman.

Selain itu, kata dia, para elite politik tidak siap untuk melindungi institusi demokrasi. Elit politik tidak mengajak masyarakat berfikir objektif. Publik cuma ditarik perasaannya, tapi tidak didorong berpikir objektif dan kritis,” tegas Firman.

Yang lebih mengkhawatirkan, lanjut Firman, munculnya fenomena media sosial di tengah-tengah panggung politik Indonesia yang diboncengi oleh kehadiran buzzer team. “Buzzer ini sangat mengacaukan demokrasi kita.”

Diungkapkan, Amerika Serikat nyaman dengan demokrasi sebab elite dan warganya sangat menghargai perbedaan dan pemenang tidak punya semangat untuk menghancurkan yang kalah.

“Sampai kapan juga di Amerika Serikat, Partai Republik pasti berbeda dengan Partai Demokrat. Namun, masyarakat Amerika Serikat sama-sama menghargai perbedaan tersebut. “Masyarakatnya saling menghargai, bukan menghancurkan. di jelas berbeda dan perbedaan itu sama-sama dihargai, tidak untuk dihancurkan.

Karena itu, Firman mengusulkan, ke depan harus ada sosok yang diusung partai politik untuk meredam bahkan lepas dan remacht tadi. “Dan, tidak pernah ada dalam sejarah politik di Amerika Serikat ketua partai masuk kabinet,” demikian Firman Noor. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *