Di Depan Petani Sawit, LaNyalla: Koperasi Sebagai Jawaban Era Robotisasi Industri

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti memaparkan, salah satu ancaman bagi tenaga kerja industri saat ini dan kedepan adalah hadirnya era robotisasi dipadu dengan kecanggian Artificial Intelligent (AI). Era Robotisasi AI menggantikan manusia ini diramal terjadi 20 tahun ke depan. Da, bahkan bisa lebih cepat lagi.

Hal itu dipaparkan LaNyalla saat menjadi pembicara di depan kelompok koperasi dan petani sawit binaan PT Perkebunan Nusantara V di Pekanbaru, Riau. Acara yang digelar di Kantor Pusat PTPN V Riau pertengahan pekan ini tersebut diikuti seluruh perwakilan petani sawit yang ada di Provinsi Riau.

Dikatakan, di era Robotisasi AI itu, industri-industri besar terpaksa memilih melakukan re-investasi untuk membeli Robot AI. Jika tidak, perusahaan itu bakal kalah bersaing dengan perusahaan yang menggunakan Robot AI.

“Kenapa kalah bersaing? Robot AI tidak perlu digaji. Tak ada uang lembur, ganti shift, izin sakit. Apalagi cuti hamil. Dan, tidak perlu libur lebaran untuk pulang kampung. Sekarang sudah mulai terjadi dalam skala yang paling sederhana. Kita bisa lihat para petugas gardu jalan tol, yang dulu ada, sekarang tidak perlu lagi,” ungkap dia.

Dia juga mencontohkan di perkebunan kepala sawit. Saat meninjau ke kebun Distrik Timur PTPN V, LaNyalla melihat Drone yang dioperasikan untuk melakukan pengecekan perkebunan dan pertumbuhan tanaman. “Dulu dikerjakan banyak manusia untuk kebun seluas itu. Sekarang cukup satu operator Drone.”

Bukan tidak mungkin, tambah LaNyalla, bakal hadir Robot AI yang bisa memanen buah sawit. Lalu menempatkan buah sawit ke conveyer belt yang bergerak keluar kebun menuju quary. “Meski ini hanya contoh, tapi itu keniscayaan, dan bisa saja terjadi,” kata senator dari Provinsi Jawa Timur ini.

Pergerakan dan percepatan era Robot AI ini, lanjut LaNyalla, juga akan menghantam pabrik-pabrik dengan jumlah buruh yang banyak seperti pabrik rokok, pengolahan, manufaktur atau industri lainnya. “Bayangkan jika pabrik seperti Maspion Group, yang mempekerjakan puluhan ribu buruh, terpaksa menggunakan Robot AI. Kemana puluhan ribu buruh itu, bagaimana nasibnya?”

“Di sinilah kita harus berfikir. Harus siapkan skema menghadapi era tersebut dari sekarang.
Menurut saya, koperasi adalah jawaban. Saya percaya, para pendiri bangsa ini, khususnya Bapak Koperasi kita, Moh Hatta berpikir sangat jernih dan tajam ke depan.”

Koperasi, urai LaNyalla, harus dimaknai sebagai cara atau sarana atau alat untuk berhimpun dalam tujuan memiliki secara bersama alat industri atau sarana produksi yang pada akhirnya menjadi mesin uang bagi anggotanya. Bukan dalam makna yang sempit seperti sekarang. “Malah hanya jadi koperasi simpan pinjam atau hanya jadi KUD yang nasibnya begitu-begitu saja.”

Jadi, tambah LaNyalla, para anggota koperasi, sama persis dengan para pemegang saham yang membeli perusahaan melalui lantai bursa. “Saya akan beri ilustrasi sebagai contoh. Maspion Group yang punya puluhan ribu buruh. Ini hanya contoh saja, belum terjadi ya,” papar dia.

Anggaplah Maspion Group memiliki master plan bisnis akan investasi dengan membeli Robot AI, 10 tahun ke depan, di 2030. Robot itu, bisa menggantikan peran 10 ribu buruh. Nilai investasi untuk mendatangkan Robot AI itu misalnya Rp.2 trilyun.

Nah, yang harus dilakukan, dan ini harus didorong oleh pemerintah, adalah: pemilik Maspion Group menyampaikan master plan itu kepada 10 ribu buruh itu mulai dari sekarang. Pilihannya, apakah para buruh itu akan membentuk koperasi dan menyisihkan sekian persen dari gajinya untuk dikumpulkan selama 10 tahun ke depan, untuk ikut serta membeli Robot AI itu.

Atau pilihan kedua, pasrah menunggu nasib, sehingga 10 tahun ke depan pasti akan di-PHK. Kalau pilihannya yang pertama. Coba kita hitung di sini. 10 ribu buruh masing-masing menyisihkan gajinya setiap bulan Rp.500 ribu.

Artinya, setiap bulan terkumpul uang di koperasi itu Rp.5 milyar. Kalikan selama 12 bulan dalam setahun. Rp.5 milyar kali 12 terkumpul Rp.60 milyar. Kalikan selama 10 tahun. Artinya Rp.60 milyar dikali 10, terkumpul Rp.600 milyar rupiah. Apalagi jika uang itu dikonversi dalam logam mulia. Nilainya akan mengikuti standar dunia. Tidak terlalu tergerus di tahun ke-10.

“Tentu uang yang terkumpul dari koperasi Rp.600 milyar itu bisa digunakan untuk ikut membiayai –sebagian, sekitar 1/3 dari kebutuhan investasi itu. Artinya, para buruh itu di tahun ke-10, adalah para pemegang saham dari sebagian Robot AI sehingga mereka setiap bulan tetap mendapat pembagian hasil dari kinerja –sebagian– Robot AI itu.
Meski para buruh itu sudah di-PHK dan tidak lagi bekerja di pabrik itu.”

Inilah, lanjut LaNyalla, konsep Koperasi masa depan. Koperasi yang menjawab kegelisahan masa depan umat manusia di era Robot AI. Koperasi harus menjadi alternatif lantai bursa milik rakyat yang memproteksi dan melindungi warga bangsa. Itu semangatnya. Saya yakin, dengan dorongan pemerintah, gagasan besar para pendiri bangsa ini melalui koperasi bisa terwujud,” demikian AA LaNyalla Mahmud Mattaliti. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com beritalima.com beritalima.com

Pos terkait