SURABAYA, Beritalima.com-
Perhelatan akbar yang diinisiasi oleh Universitas Airlangga (Unair), melibatkan 1.500 peserta dari 66 negara se-Asia. ICAS-13 (International Convention of Asian Scholars) menyuguhkan berbagai kegiatan yang spektakuler.
Salah satu agenda kegiatan tersebut adalah Poster Presentation. Poster tersebut menampilkan berbagai karakter dari para peserta, diantaranya Esti Yunitasari, Natsuki Chubachi, Arief Hargono, Asoka Zoysa, Ahmad Purnawibawa, Bin Wu, Imke Meier, Nina Witasari, Hideyo Takemoto, Allen Kim, Joshua Tan, James Lander, Yen Yen Rahayu, Pradipa Rasidi, Harmilyanti Sulistyani, Siti Zahreni, Michela Bonato
Salah satu peserta tersebut adalah Pradipa Rasidi yang berasal dari Universitas Indonesia (UI).
“Poster saya ini judulnya The order Genzi Artificial Intelligence untuk Transformatif Lebar of The Working Class in Buzzer Industri. Jadi singkatnya saya pengen mencari tahu apa sih dampaknya legend terhadap industri buzer di Indonesia, dan bagaimana perubahan politik pasca Pemilu 2019 itu mempengaruhi industri buzer,” terangnya.
Pradipa menuturkan bahwa pihaknya fokus pada anak-anak muda yang kebanyakan latarnya working kelas, mantan driver gojek, mantan supir truk, kemudian masuk ke dalam industri digital dan menjadi kreatif.
Menurut Pradipa, acara ICAS-13 ini sangat menarik dan memiliki kegiatan spektakuler yang diinginkan oleh semua orang. Bukan saja akademika, praktisi dan eksekutif, tapi semua elemen masyarakat sangat tertarik untuk ikut mendapatkan informasi yang disuguhkan oleh para peserta.
“Acaranya bagus sekali. Dan harapannya bisa rutin diadakan, bukan hanya di Indonesia tapi juga di negara-negara lain. Tentunya dengan sesi-sesi yang juga sama menariknya.Saya bikin poster, utamanya sih supaya orang bisa baca tanpa harus datang ke sesi saya. Saya di antropologi UI. Saya memang bekerja di penelitian, kebetulan masih meneliti juga. Apa yang disampaikan dari poster ini mungkin kesimpulannya begini, argumen pertama adalah sebenarnya industri buzzer itu kan sekarang banyak di bahas. Saya kira banyak tawaran, solusinya itu sering kali meleset dan enggak nyasar dengan masalahnya. Jadi kalau argumen ini saya sih pengen bilang bahwa job market bagi anak muda itu hostel, enggak ramah dan sulit diakses. Jadi orang-orang harus mengambil alternatif untuk bisa mendapatkan kerja yang lebih layak,” pungkasnya.(Yul)