SIDOARJO, beritalima.com- Dua karyawan PT Pionirbeton Industri, mengaku jadi korban ketidakbijakan perusahaannya. Mereka juga mengaku ‘dizalimi’ karena pemutusan hubungan kerjanya tidak sesuai peraturan yang berlaku.
Kepada media ini, kedua karyawan tersebut wanti-wanti agar namanya tidak ditulis agar tidak menjadi amarah perusahaan yang juga memberlakukan kepada rekan lainnya.
Sebut saja Toni. Pria asal Surabaya ini mengaku sudah bekerja delapan tahun di perusahaan tersebut. Namun pertanggal 14 November 2020, sudah tidak dipekerjakan lagi.
Alasannya, Karena Tony menolak dimutasi ke daerah Kanci Cirebon. Ia keberatan lantaran tidak ada alasan yang jelas dari perusahaan untuk memindahkannya. Apalagi Tony selama ini bekerja dengan baik dan tidak pernah melanggar aturan.
“Alasan perusahaan agar di tempat baru nanti saya bisa berkembang. Tapi saya tidak diberi apa-apa. Mulai transport, tempat tinggal selama di sana, dan juga tunjangan lainnya,” keluh bapak satu anak ini.
Tony menolak. Perusahaannya pun bergeming. “Manajer area PT Pionirbeton hanya memberi dua opsi. Mau offering (istilah mutasi di perusahaan ini,red.) atau mundur dari perusahaan,” ujarnya.
Nah, pilihan sulit ini juga diberikan kepada sebut saja Budi. Rekan Tony yang bekerja di sektor lain juga diberi opsi yang sama. “Mau dimutasi atau mundur? Dua pilihan ini yang sulit saya jawab Mas,” keluh bapak dua anak ini.
Apalagi menurut Budi, mutasi itu tidak sesuai dengan job disknya. “Perusahaan cari alasan saja, agar kami mundur dan tidak ada pesongan. Saya bekerja sudah lebih tujuh tahun,” terangnya.
Opsi itu, menurut dua karyawan tersebut, juga diberlakukan kepada sembilan rekan lainnya. Nasib mereka sama. Diminta mengundurkan diri jika enggan di-offering alias mutasi.
Dan, sejak November, mereka tidak bekerja lagi. Mereka menunggu kepastian nasib dengan minta perlindungan dan komunikasi dari pihak menajemen. Namun Manajer Area PT Pionirbeton, Fahrudin, tetap kekeh untuk meminta mereka mengundurkan diri.
Sayang, ketika hendak dikonfirmasi via telepun, Fahrudin tidak mengangkatnya.
Saat ditanya lewat Whatsapp Fahrudin mengaku masih visit di luar kantor. “Mungkin untuk lebih jelas bisa langsung ke team HR ya Pak. Kami diplan untuk operasional saja,” kilahnya.
Agar langkahnya tidak salah, kedua karyawan yang merasa dirugikan perusahaan itu, sudah mengirim surat pengaduan kepada Kadisnaker Sidoarjo. Surat tersebut mereka tembuskan kepada Kadisnaker Provinsi Jawa Timur, BPJS Ketenagakerjaan, BPJS Kesehatan, Kepala Kejaksaan Negeri Sidoarjo dan Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.
Ada sembila poin pengaduaan yang mereka sampaikan. Diantaranya tentang status keryawannya. Posisi terakhir yang tidak jelas dan tak sesuai jobdisk.
Kepersertaan Jamsostek yang tak sesuai dengan peraturan perundangan. Upahnya dibawah UMK/UMR. Selama ini bekerja seusai aturan dan tidak punya catatan negative.
Meminta Kadisnaker memediasi nasib mereka. Karyawan ini juga tidak minta lebih terhadap tuntutannya. Mereka hanya meminta perusahaan berlaku wajar sesuai dengan peraturan yang berlaku. (Red).