SURABAYA – beritalima.com, Pengakuan jujur disampaikan Adolf Newyn Panahatan alias Aldo kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Jatim, Winarko. Aldo mengaku bahwa sabu seberat 1,5 kilogram yang dikirim Bahruji (DPO) itu adalah milik dia dan istrinya Erlinta Larasanti.
Hal itu diungkapkan Aldo sewaktu menjalani sidang penyelundupan narkotika jenis sabu seberat 18 kilogram dari Malaysia ke Madura di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya,
“Tidak 18 kilo, punya saya hanya 1,5 kilo,” katanya kepada Ketua Majelis Hakim Pujo Saksono, Kamis (29/8/2019).
Tak hanya itu saja, Aldo bahkan mengaku sebetulnya barang haram itu jumlah totalnya seberat 30 kilo, tapi entah kenapa kok hanya 18 kilo saja yang dikirim Bahruji ke dari Malaysia ke Sampang, padahal mertua Aldo yakni alamarhun Edy Priyanto, semasa hidupnya pernah mentransfer uang kepada melalui rekening Anton Laksamana Wijaya sebesar Rp 50 juta.
“Edy Priyanto itu mertua saya, sebelum meninggal dia berpesan kepada saya untuk mengambil barang kepada Bahruji. Jadi Itu bukan barang saya, Pak, tapi milik almarhum mertua saya,. Saya hanya disuruh ambil barang oleh mertua,” tutur Aldo.
Namun keterangan Aldo ini justru membuat majelis hakim marah. Hakim menyesalkan perbuatan Aldo yang mau hanya mewarisi bisnis narkoba tinggalan almarhum mertuanya saja, sementara pada saat dirinya ditangkap dia malah berusaha mengelak. padahal selama ini Aldo hakim menilai kalau Aldi terkesan sangat menikmati bisnis peredaran barang tinggalam almarhum mertuanya tersebut.
“Dari tadi Anda (terdakwa) mengaku tidak tidak tahu, tidak tahu kalau kiriman dari Bahruji itu narkoba, sabu itu tinggalan mertuamu, kamu pewarisnya. Jadi kamu yang bertanggung jawab. Kalau belum ditangkap kamu enak-enak saja, tapi kalau sudah begini kamu mengelak,” tegas hakim kepada terdakwa Aldo.
Dalam sidang ini, hakim Pujo Saksono juga dibuat marah pada saat Aldo tidak mengakui kalau buku kecil berisi transaksi narkoba yang ditemukan polisi di lemari rumahnya, diakui bukan miliknya. Aldo mengelak dengan cara kalau tulisan tangan di buku kecil itu bukan tulisan tangan dirinya.
“Yang saya tanyakan benar atau tidak buku (catatan) ini ditemukan sama saksi penagkap didalam lemarimu. saya tidak tanya yang lainnya,” ujar hakim Pujo dengan nada tinggi.
Kedua terdakwa akhirnya menyerah dan mengakui adanya buku catatan tersebut, saat di tunjukkan oleh JPU Winarko berkas surat penggeledahan yang di tanda tangani oleh terdakwa Aldo.
“Ya benar yang mulia, buku itu ditemikan dalam lemari rumah saya,” aku Aldo. .
Sementara itu, penyidik yang dihadirkan JPU di persidangan membenarkan bahwa sesuai informasi masyarakat sebetulnya Aldo akan menerima kiriman 30 kilo sabu dari Malaysia, namun kenyataannya pada saat dilakukan penggrebekan hanya didapati 18 kilo saja, dan fakta tersebut juga berkesesuaian dengan berita acara pemeriksaan penyidik.
“Di BAP memang 18 kilo dan bukan 30 kilo. 18 kilo yang tercatat di BAP itu sesuai fakta pada saat dilakukan penggrebekan. Aldo ada saat disidik juga tidak dilakukan penekanan,” terang saksi
Diketahui, pasangan suami isrti (pasutri) Adolf Newyn Panahatan alias Aldo dan Erlinta Larasati serta Hasul, Wati Sriayu, Febriadi alias Ipet dan Iskandar serta Bahruji (DPO) dijerat dengan dakwaan Pasal 114 ayat (2) junto Pasal 132 atau kedua Pasal 112 ayat (2) junto Pasal 132 Undang-Undang (UU) Republik Indonesia (RI) Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika lantaran menyeludupkan narkotika jenis sabu dengan berat 18 kilogram dari Malaysia ke Sampang, Madura melalui pelabuhan tikus Damai.
Nama Aldo dan Erlinta Larasti terkenal sebagai aktor intelektual pengendalian narkotika jenis sabu di Sampang, Madura. Disebut-sebut jaringan bisnis sabu yang dikendalikan oleh Aldo dan Erlinta adalah warisan dari alamarhun Edy Priyanti dan Bahruji (DPO).
Sedangkan Hasan dan Hasul berperan sebagai kurir dari Malaysia menuju ke Sampang, Madura. Sementara Febriadi alias Ipet, Wati Sriayu dan Iskandar sebagai pemilik sebagian sabu sekaligus pihak yang membantu menggerakkan jaringan mereka. (Han)