SURABAYA – beritalima.com, Herawati Diah SH, warga jalan Baruk Utara 13/ ND-65, Kedung Baruk, Rungkut, harus menjalani persidangan dengan agenda pemeriksaan saksi di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya sebagai terdakwa penipuan sebanyak Rp 1,2 miliar, Kamis (17/5/2018).
Modusnya, perempuan berusia 56 tahun itu minta tolong kepada korbannya untuk mencarikan orang yang mau membeli rumah milik terdakwa, asalkan korbannya bisa memberikan pinjaman lebih dulu untuk membayar pelunasan tunggakan angsuran pinjamannya di Bank BRI dan angsuran rumahnya.
Pada persidangan ini, saksi Yatiningsih Madjid SH MH yang berprofesi sebagai notaris dihadirkan oleh jaksa Agung.
Kepada majelis hakim saksi mengungkapkan beberapa langkah licik terdakwa guna memuluskan dugaan tindak pidana penipuan yang dilakukannya.
Salah satunya, menyuruh notaris tersebut membuat akte pembelian kembali (buy back) ketika Andi Sinarto (pembeli) sudah pulang dari kantor notaris. “Saya merasa dikelabuhi oleh terdakwa, akte itu saya buat saat Andi tidak ada. Terdakwa mengaku urusan ini sudah dikuasakan ke orang yang bernama Subi, dan Andi telah menyetujui hal itu. Seandainya sejak awal saya tahu niat terdakwa, maka saya tidak akan mau membikinkan akte,” ujar saksi.
Namun, keterangan saksi tersebut dibantah oleh terdakwa. “Saya tidak pernah bertemu dengan saksi, walaupun akte ikatan jual beli itu dibikin melalui kantor notaris milik saksi,” bantah terdakwa.
Terdakwa Diah Herawati juga mengkalim bahwa semua akte bukan permintaan dirinya, dan sudah dipersiapkan semua oleh notaris. “Andi tidak datang hanya diwakilkan ke Subi, kuasa hukumnya,” ungkapnya.
Sedangkan, kesaksian saksi kunci lainnya, yaitu Rahmad Hidayat dibacakan oleh jaksa. Inti keterangan saksi Rahmad adalah membenarkan adanya isi dalam akte yang dibuat pihak Andi Sinarto dengan Herawati. Secara tegas Rahmad juga mengatakan atas perbuatan terdakwa, korban Andi mengalami kerugian sebesar Rp 1,2 miliar.
Sedangkan penasehat hukum terdakwa, Alexander Arif, sepanjang sidang menyoal terkait kenekatan notaris yang bersedia membuatkan akte buy back, yang saat ini oleh undang-undang sudah tidak diperbolehkan. “Bukannya anda sebagai notaris sudah tahu, bahwa aturan akte buy back sudah dihapus oleh undang-undang, mengapa masih anda berlakukan,” tanya Alex.
Perkara ini berawal dari pertemuan Herawati dengan Rahmad Hidayat pada Desember 2014 lalu. Kepada Rahmad, Herawati meminta tolong untuk mencarikan pembeli rumahnya yang terletak di jalan Baruk Utara 13/ND-65, Kedung Baruk, Rungkut, Surabaya. Rencananya, uang hasil penjualan rumah tersebut untuk melunasi pembayaran hutang Herawati di bank BRI sebanyak Rp 690 juta.
Oleh Rahmad, Herawati lalu dikenalkan oleh Andi Sinarto (korban). “Pak andi tolong bantu saya melunasi pinjaman saya di bank, jika sudah lunas pak andi beli saja rumah saya,” ujar jaksa menirukan ucapan Herawati saat itu.
Bahwa atas pernyataan terdakwa tersebut, saksi Andi Sinarto menjadi tertarik untuk membeli rumah terdakwa dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 1894/Kel. Kedung Baruk, Rungkut Surabaya atas nama Herawati Diah, SH tersebut yang kemudian saling disepakati dengan harga Rp 1,2 miliar.
Pembayaran mulai dilakukan oleh korban secara bertahap. Namun setelah dibuatkan akte ikatan jual beli di hadapan notaris, terdakwa mengingkari dan meminta lagi kepada korban uang untuk kompensasi pengosongan senilai Rp 300 juta.
Lagi-lagi terdakwa berulah, setelah jatuh tempo pengosongan rumah yang sebelumnya sudah disepakati pada 31 Mei 2015, terdakwa juga belum mau pergi dari rumahnya.
Terdakwa berdalih bahwa akte yang para pihak buat tersebut adalah sebagai pernyataan jaminan hutang Herawati atas uang yang sudah dikirimkan oleh korban.
Merasa ditipu, akhirnya korban melaporkan Herawati ke pihak berwajib. Atas perbuatannya, oleh jaksa, terdakwa dijerat pasal 378 KUHP tentang penipuan. (Han)