Dianggap Bertentangan Dengan Pakta Integritas, Mayoritas Peserta Koncab NU Sumenep ‘Menggugat’

  • Whatsapp

SUMENEP, beritalima.com- Konferensi Cabang Nahdatul Ulama (NU) Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, yang digelar di Pondok Pesantren Nasyatul Mutaallimin Gapura, satu minggu telah berlalu.

Namun rupanya, masih ada yang ‘mengganjal’ di hati beberapa peserta. Mereka merasa tidak puas dengan tata tertib pemilihan ketua Tanfidziyah dan merasa terperangkap dengan tatip yang bertentangan dengan pernyataan Pakta Integritas.

Dalam tata tertib yang dimaksud adalah tentang rangkap jabatan tidak sesuai dan/atau bertentangan dengan ketentuan yang dimaksud dalam AD/ART dan Peraturan Nahdatul Ulama hasil Munas Alim Ulama dan Konbes NU di NTB pada tahun 2017dengan beberapa alasan.

Bahwa ketentuan tersebut tentang Ketua PB/PW/PC yang mau mencalonkan diri sebagai pejabat publik, bukan mengatur pejabat publik/politik yang mencalonkan diri dan atau dicalonkan sebagai pimpinan PB/PW/PC NU. Kalau interpretasi dari AD/ART tidak boleh seorang pejabat publik/politik jadi Ketua PB/PW/PC NU maka mestinya Bupati Sigi Sulteng, Moh. Irwan. S. Sos M. Si, Solehin Abuasir Wakil Bupati Oku Selatan Sumsel. H. Hildi Hamid Bupati Kayong Utara Ketua PWNU Kalimantan Barat? kalau dianggap rangkap jabatan tidak dilantik oleh PB NU.

Ketentuan pasal tentang rangkap jabatan politik/publik tidak berdiri sendiri, melainkan menjadi ketentuan terkait yang diatur dalam Bab IV pasal 8, 9, 10 dan 11 hasil Munas Alim Ulama dan Konbes NU 2017 di NTB.

Pasal 9 sangat terkait dengan pasal 10 yang menjelaskan tentang Rangkap jabatan pasal 8 dan 9, yaitu, pengurus Nahdatul Ulama dengan jabatan sebagai mana dimaksud dalam pasal 8 dan 9 yang mencalonkan diri dan atau dicalonkan untuk menduduki jabatan politik sebagai mana dimaksud pasal 9 dan 10 maka yang bersangkutan harus mengundurkan diri sejak ditetapkan sebagai calon.

Juga tertuang dalam pakta integritas berbunyi pada ayat 5), melepaskan jabatan politik apabila saat ini sedang menduduki jabatan politik. Artinya, melepaskan jabatan kalau sudah terpilih bukan justru dilarang mencalonkan atau dicalonkan. Sebelum terpilih belum ada rangkap jabatan.

“Atas dasar tersebut, mayoritas peserta terus ‘menggugat’,” kata salah satu peserta yang tidak mau disebutkan namanya, Sabtu 3 Oktober 2020. (Red).

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait