SURABAYA, beritalima.com – Empat perusahaan diduga kuat telah melakukan pencemaran lingkungan dan beberapa penyimpangan lainnya. Lebih dari itu, usaha mereka tidak sesuai perijinan. Parahnya, pelanggaran yang mereka lakukan dilindungi oknum aparat.
Keempat perusahaan tersebut, sebagaimana yang ditemukan LSM Aliansi Wong Cilik Bersatu (AWCB) Jawa Timur, masing-masing PT PRIA dan PT TJS di Mojokerto, PT SKM di Surabaya, dan PT SWM.
“PT PRIA dan PT TJS ini satu manajemen tapi beda lokasi,” kata Ketua Umum AWCB, Yossy Chandra Kurnia Warta SH, pada beritalima.com di Surabaya, Selasa (25/10/2016).
Yossy menyebutkan, keempat perusahaan tersebut ijinnya adalah usaha pengelolaan limbah, serta ada juga yang ijinnya sebagai perusahaan pengelola dan transpoter limbah.
Akan tetapi, tegas Yossy, keempat perusahaan tersebut sama sekali tidak ada yang mengelola limbah. “Semuanya abal-abal, hanya sebagai perusahaan jasa transporter pembuangan limbah,” tandas Yossy.
Diungkapkan, keempat perusahaan tersebut praktiknya cuma sebagai pembuang limbah industri yang tergolong bahan berbahaya dan beracun (B3) yang didapat dari pabrik mitra mereka.
Sudah demikian, yakni melanggar perijinan usaha, perusahaan-perusahaan tersebut masih melakukan pelanggaran lain, yakni membuang limbah-limbah berbahaya itu secara sembarangan.
Sejumlah lokasi di Jawa Timur yang berhasil ditelusuri AWCB, organisasi yang pernah jadi tim sukses Soekarwo di Pilkada Gubernur Jawa Timur lalu, sebagaimana diungkapkan Yossy, diantaranya di kawasan Bumi Marinir di Kecamatan Karangpilang, Surabaya, di lahan TNI AU kawasan Kenjeran Surabaya, dan diduga kuat di Arhanud, Sidoarjo.
Adapun limbah berkategori B3 (bottom ash, limbah batu bara, dll) ini berasal dari pabrik di Jawa Timur, yaitu PT WIlmar Nabati Indonesia di Gresik, PT Tjiwi Kimia di Mojokerto, hingga PT Pabrik Kertas Indonesia (Pakerin).
“Kami ingin mereka membuang limbah sesuai prosedur, tidak hanya ditimbun di tanah yang menimbulkan polusi tanah dan udara. Kalau dalam tanah, limbah itu akan diserap air tanah dan akan menjadi racun bagi warga yang mengonsumsi air tanah tersebut,” tegasnya.
Harusnya, kata Yossy, sesuai dengan izin yang dicantumkan perusahaan tersebut, mengolah limbah menjadi bahan yang bermanfaat. Seperti batako, pupuk, dan lain sebagainya.
Namun, perusahaan PT PRIA dan perusahaan lainnya bukannya mengolahnya, tetapi langsung menimbunnya di lokasi pembuangan. Anehnya, praktik tersebut didukung oleh aparat yang seharusnya menindak perbuatan melanggar itu.
“Kami menemukan aparat diduga jadi beking dalam praktik ini. Dari Polres hingga oknum TNI. Alurnya, dari arah Tol Perak hingga menuju ke lokasi pembuangan di Kenjeran dan Karangpilang, semua diawasi oknum aparat agar praktik ini berjalan mulus,” kata Yossy.
Yossy menyebut, dalam sehari tidak kurang dari 100 dump truk milik transporter mengangkut limbah B3 untuk dibuang. Karena perusahaan transporter itu tidak bisa mengolah limbah, hanya sebagai jasa pengangkut.
“Ini yang perlu disikapi oleh aparat penegak hukum untuk bisa masuk dan menindak perusahaaan itu serta oknum-oknum yang terlibat di dalamnya. Karena uang yang dihasilkan dalam sehari dari praktik ini mencapai miliaran rupiah. Makanya bisnis ini tumbuh subur dan tak tersentuh hukum,” jelasnya.
Yossy mendesak agar Pemerintah Daerah di Jawa Timur membuat tempat pengolahan limbah, agar permasalahan limbah ini tidak berlarut-larut. Saat ini, tempat pengolahan limbah yang resmi masih terpusat di Jawa Barat.
“Jadi di Jawa Timur belum ada tempat pengelolaan limbah. Yang banyak jasa transporter atau pengangkut, seperti PT PRIA. Bukan perusahaan pengelola,” tegas pria yang juga sebagai Ketua Forum Komunikasi Warga Dukuh Pakis Surabaya ini. (Ganefo)
Teks Foto: Ketum Umum AWCB Jatim, Yossy Chandra Kurnia Warta.