Dicopot dari Jabatannya Sebagai Pendeta, Markus Lewi Santoso Menggugat Majelis Pusat Jemaat GPPS

  • Whatsapp

SURABAYA – beritalima.com, Tidak terima karena dicopot dari jabatannya sebagai Pendeta dan Sekertaris Majelis Daerah Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS). Markus Lewi Santoso menempuh jalur hukum.

Pertama, dia mengajukan gugatan perdata dengan menuntut majelis jemaat GPPS membatalkan dan mencabut surat keputusan No. 0156/MP/SK/X/23 tentang pemberhentiannya dengan memberikan ganti rugi material dan immateriil sebesar Rp. 2.092.500.000. Kedua cucu dari Ishak Lewi Santoso ini melaporkan perkaranya ke Polresrabes Surabaya.

Dr. Habib Aji SH. MHum, notaris sekaligus ahli di bidang kenotariatan dihadirkan Markus Lewi dalam perkara perdata ini berpendapat bahwa, AD/ART adalah dokumen hukum yang mengatur hubungan organisasi dengan anggotanya. Sifat AD/ART mengikat bagi pengurus dan anggota organisasi.

“Karena itu AD/ART sangatlah penting karena akan menjadi acuan utama dan mendasar dalam menjalankan suatu Organisasi,” katanya di ruang sidang Garuda 2 Pengadilan Negeri Surabaya. Selasa (15/10/2024).

Ditanya oleh tim kuasa hukum GPPS asas hukum apa yang dipakai bila suatu peraturan itu telah terbit lebih dahulu sebelum ada pelanggaran. Ataukah si pengurus bisa diberikan sangsi dengan menggunakan peraturan yang baru setelah kejadian itu berlangsung,?

Menjawab pertanyaan itu ahli berpendapat harus menggunakan asas preferensi hukum.

“Asas preferensi adalah peraturan yang terkemudian akan mengeliminasi peraturan yang lama. Peraturan yang umum bisa dieleminasi dengan peraturan yang Khusus. Meski ada peraturan yang baru, namun kalau peraturan yang baru tersebut dibuat dengan manajemen yang tidak beradab maka akan menjadi tidak sah juga,” jawabnya.

Disinggung tentang Gereja sebagai sebuah badan hukum. Siapa yang mempunyai kapasitas sebagai subyek hukumnya.? Ahli berpendapat bahwa kapasitas subyek hukum di Gereja itu adalah para jemaat.

Ditanya siapa yang harus digugat jika ada SK pengangkatan dan SK pemberhentian pejabat gereja yang ditandatangani dan diterbitkan oleh majelis pusat,?

“Kalau seseorang diangkat oleh majelis, maka yang memberhentikan majelis juga. Majelis itu sebagai reseprentatif saja. Badan hukum kan tidak bisa apa apa kalau tidak ada organ yang didalamnya,” jawab ahli.

Dikonfirmasi selesai sidang, Frankie Herdinnanto SH,. MH selaku kuasa hukum dari Markus Lewi mengaku diuntungkan dengan keterangan dari saksi ahli Dr. Habib Adji.

Frankie mengatakan, berdasarkan keterangan ahli sangat jelas dinyatakan bahwa AD/ART merupakan sebuah aturan atau undang-undang yang mengikat dan berlaku bagi organisasi itu sendiri. Kalau orang luar tidak bisa.

“Artinya apabila ada sebuah keputusan organisasi yang keluar dari AD/ART berarti melanggar. Terus apabila ada pelanggaran maka diperbolehkan digugat di Pengadilan,” katanya saat dikonfirmasi.

Sisi lain Frankie sangat menyayangkan sikap dari GPPS yang telah memberhentikan klienya tanpa melewati tahapan AD/ART yang benar.

“Prinsipal kami ini diberhentikan dengan tidak melalui mekanisme atau SOP AD/ART yang seharusnya. Harusnya, sebelum diberhentikan klien kami melewati masa pembinaan terlebih dahulu, misalnya melalui mekanisme surat peringatan (SP) satu dan SP dua dulu. Tapi di kasus ini tidak, Markus Lewi langsung diberhentikan dan motif dari pemberhentiannya juga tidak jelas,” tuturnya.

Mereka tandas Frankie, beralasan bahwa Markus Lewi ini telah melakukan perbuatan yang kurang tepat menurut AD/ART.

“Markus Lewi ini cucu dari pendiri dari GPPS. Diduga kuat latarbelakangnya karena pengadaan barang yang tidak sesuai mekanisme. Meski kenyataanya tidak ada satu SK pun dari Gereja maupun GPPS yang berkaitan dengan pengadaan barang tersebut,” tandas pengacara Frankie Hardinannto. (Han)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait