SURABAYA – Sengketa bantal merek Harvestluxury terus bergulir di Pengadilan Niaga Surabaya. Sidang dengan nomor perkara 10/Pdt.Sus-HKI/Merek/2024/PN Niaga Sby digelar dengan menghadirkan Muhammad Isrok, dari sentral Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) Universitas Muhammadiyah, Malang. Rabu (12/3/2025).
Dalam kesaksiannya, Muhammad Isrok menegaskan Penggugat memiliki legal standing untuk mengajukan gugatan pembatalan merek terhadap Tergugat, karena adanya indikasi pendaftaran merek dengan itikad tidak baik.
Diketahui, sengketa ini melibatkan Deby Afandi sebagai Penggugat, sementara Tergugat adalah Fajar Yusrianto.
Deby Afandi dalam salah petitum gugatannya berharap agar majelis hakim menerima dan mengabulkan gugatannya untuk seluruhnya.
Menyatakan Tergugat telah melakukan Pendaftaran Merek Harvestluxury dengan itikat tidak baik. Menyatakan cara-cara penggunaan merek dan pemasaran Harvestluxury oleh Tergugat tidak dapat diterima.
Menyatakan pendaftaran Merek Harvestluxury di kelas 20 harus dibatalkan. Menyatakan pelarangan produksi, penjualan dan peredaran bantal merek Harvestluxury. Menyatakan bantal merek Harvestluxury yang terlanjur beredar harus ditarik oleh Tergugat dari peredaran.
Menyatakan merek bantal yang sah dan dilindungi sesuai Undang-undang adalah Harvest dan Harvestway milik Penggugat.
Sahlan Azwar, selaku kuasa hukum dari Deby Afandi mengungkapkan memang betul Harvestluxury telah memiliki legal standing alias HAKI, akan tetapi ketika menjual dia menggunakan merek Harvest ditambahi kata Original, hal ini membuat konsumen klien kami bingung. Bantal yang dibeli Harvest, tetapi yang diterima konsumen Harvestluxury,” ungkapnya selesai sidang di Pengadilan Negeri Surabaya.
Bukan itu saja, Sahlan menilai, video yang dipergunakan untuk penjualan juga mengecoh konsumen kliennya.
“Video klien kita digunakan Harvestluxury untuk memasarkan produk, ini jelas mengelabui konsumen. Karena promosinya menggunakan Harvest tapi dapatnya Harvestluxury. Kita harus menjual sesuai dengan apa yang terdaftar pada merk. Jangan sampai kita mengecoh dengan iklan,” lanjut Sahlan.
Istilahnya merek kita itu belum terdaftar tapi sudah beredar dan sangat dikenal masyarakat dan sudah sangat laku. Namun cela karena tidak ada pendaftaran. Itulah yang diambil oleh Tergugat untuk membuat merek baru, menjual dan mengedit video kita supaya barangnya laku. Potensi kerugian kita lebih dari Rp.5 miliar,” imbuh Sahlan.
Sedangkan Zulfi Syatria, kuasa hukum
dari Deby Afandi lainnya mengatakan, keterangan ahli yang dihadirkan Tergugat dalam persidangan sangat menguntungkan pihaknya. Bahwa undang-undang melindungi pemakai merek yang beritikad tidak baik dan sebaliknya.
Zulfi juga menyebut, legal standing Deby Afandi untuk menggugat Fajar Yusrianto cukup banyak. Legal standing pertama dalam Pasal 76 UU No 20 tahun 2016 dinyatakan, pemilik merek yang belum terdaftar sekalipun, berhak untuk menggugat, kalau ada indikasi pendaftaran oleh pihak lain mengandung unsur itikad tidak baik.
Legal standing yang kedua, merek Hervest Andri Wongso yang terdaftar sejak 2005 sudah beralih kepada Tergugat sejak September 2024. Ketiga, Penggugat sudah memiliki merek terdaftar sejak 6 April 2023 dengan nama Harvestway.
“Dan dimana Tergugat menjual mereknya dengan kata-kata Harvest dan luxurynya dihilangkan, berarti melanggar hak eksklusif Harvestway. Harvest juga bisa dong mengaku Harvest Original, sama dengan Harvestluxury, maka jadi bertambah legal standing kita,” sebut Zulfi Syatria.
Indikasi itikad tidak baik dari Tergugat semakin terlihat. Ketika dia menjual barangnya tidak sama dengan merek yang dia daftarkan.
“Yang dia daftarkan Harvestluxury, tapi barang yang dia jual Harvest Original. Dan menurut saksi ahli itu tidak dibenarkan. Kita harus menjual sesuai sertifikat yang ada. Itulah indikasi itikad tidak baiknya yang paling utama, selain ada indikasi yang lainnya seperti video- video yang dipakai tanpa izin,” pungkas
Zulfi Syatria. (Han)




