Dilema kaum duafa dan Anak Yatim

  • Whatsapp

Oleh Muhammad Yusuf*

SURABAYA- beritalima.com |Kaum dhuafa adalah golongan manusia yang hidup dalam kemiskinan, kelemahan, ketakberdayaan, ketertindasan dan penderitaan yang tiada putus. Hidup mereka seperti itu bukan terjadi dengan sendirinya tanpa ada factor yang menjadi penyebab, adanya kaum dhuafa telah menjadi realitas dalam sejarah kemanusiaan, sama halnya dengan keberadaan kaum aghniya yang memiliki kelebihan dan kelapangan, hal ini menunjukkan bahwa kehidupan manusia tidak dapat dilepaskan dari aturan-aturan yang telah digariskan oleh Allah SWT.

Manusia hidup dibumi ini atas kehendak-Nya. Dengan demikian, adanya kaum dhuafa disatu sisi dan aghniya di sisi lain, juga tidak dapat dilepaskan dari kekuasaan-Nya. Harus dipahami bahwa kaum dhuafa bukanlah orang yang diciptakan menderita, Allah SWT menciptakan manusia untuk menjadi khalifah dimuka bumi dan untuk mewujudkan kesejahteraan. Dengan demikian, manusia itu sendirilah yang harus berusaha mewujudkan kesejahteraan mereka.

Penderitaan dialami manusia pada dasarnya disebabkan oleh ulah mereka sendiri. Allah SWT berfirman bahwa “ kerusakan yang terjadi di daratan dan lautan merupakan hasil perbuatan tangan-tangan kotor manusia” ( QS. Ar-rum : 41).

Akibat ulah manusialah, ada yang mendapatkan kesenangan dan harta melimpah karena diuntungkan, meskipun dengan cara merusak. Sementara sebagian lain menjadi menderita karena kerusakan itu..

Derita kaum dhuafa beraneka ragam bentuk dan coraknya, mulai bentuk yang ringan hingga yang berat. Namun, sekurang-kurangnya penderitaan mereka menyangkut lima hal yang secara nyata terjadi pada masyarakat. Diantaranya yaitu : Pertama, kelaparan akibat tingkat ekonomi yang rendah, kedua, kekurangan gizi akibat berbagai kesulitan dan kekurangan pangan. Ketiga, kebodohan karena tidak mendapatkan pendidikan yang cukup. Keempat, keterbelakangan Karena lemahnya posisi mereka dimasyarakat. Kelima, kekufuran karena beratnya beban penderitaan yang mereka rasakan.

Adapun dari kelima point diatas disini saya akan memaparkan satu point diatas yaitu tentang Kelaparan.Kelaparan merupakan bagian dari kehidupan kaum dhuafa, mereka telah terbiasa dengan kelaparan. Bagaimana tidak ? mereka berada dalam keadaan susah , terpaksa tidak membeli beras dan bahan makanan lainnya. Karena tidak adanya beras dan bahan makanan, maka tidak ada yang dapat mereka masak, tidak mendapatkan makanan, dan tidak ada yang dimakan, maka dengan sendirinya akan lapar. Jika rasa lapar yang mereka derita secara terus menerus terjadi dan meluas, maka timbulah kelaparan masyarakat. Kelaparan kaum dhuafa ini semakin bertambah parah pada saat terjadi krisis atau musim paceklik seperti musim pandemic pada saat ini.

Fakir miskin yang berada dalam kemiskinan adalah kaum dhuafa yang paling rawan kelaparan. Mereka kelaparan bukan hanya karena tidak tersedianya bahan makanan, melainkan juga karena lemahnya daya beli mereka karena keterbatasan keuangan mereka. Kehidupan mereka sehari-hari dalam keadaan tidak berkecukupan. Mereka tidak memiliki kebutuhan uang untuk memenuhi kebutuhan primer, merekapun tidak dapat menggantungkan hidup kepada orang lain karena tidak setiap orang peduli. Apa lagi pada masyarakat yang nafsi-nafsi, individualistis, dan masa bodoh pada terhadap nasib fakir miskin, bahkan ada pula orang yang justru mengeploitasi kemiskinan dan kelaparan itu untuk mengeruk keuntungan yang besar.

Fakir miskin yang mengalami kelaparan semakin menderita ketika sector ekonomi berada dalam genggaman orang-orang tertentu saja. Orang-orang yang rakus tidak akan merasakan nasib mereka yang kelaparan. Orang-orang itu justru lebih mementingkan dirinya sendiri dengan menumpuk harta kekayaan dan menguasai sumber-sumber ekonomi sehingga tidak sampai mengalir dan tidak mau membantu orang-orang yang tengah mengalami kemiskinan dan kelaparan.

Orang-orang yang memperoleh kelebihan dan kelapangan dari Allah SWT, sudah seharusnya bersyukur dan mengeluarkan sebagian harta mereka untuk meringankan beban hidup kaum dhuafa. Dengan demikian, kaum aghniya berkewajiban untuk memberikan bantuan dan pertolongan kepada kaum dhuafa yang ada dalam dilingkungannya. Mereka yang mengalami kesempitan dan tergolong kaum dhuafa, tidak perlu berkecil hati dan putus asa. Selain berkewajiban untuk mencari nafkah, mereka juga memiliki hak dari harta orang-orang yang memiliki kelapangan, termasuk mendapatkan ilmu pengetahuan dan pengajaran agama.

Mereka justru telah mendapatkan kedudukan yang mulia dan terhormat disisi Allah SWT dan Rasulullah SAW. Allah SWT dan Rasullah dengan jelas memihak kaum dhuafa, maka tidak sedikit ayat al-qur’an yang membuktikan keberpihakan Allah kepada mereka. Begittu pula beberapa hadist yang membuktikan keberpihakan Rasulullah kepada kaum dhuafa. Allah SWT tidak mengkehendaki kaum dhuafa hidupnya penuh dengan kesulitan dan berbagai penderitaan.

Allah dan Rasullah juga memberikan solusi bagaimana cara untuk mengurangi, bahkan menghapuskan kesulitan yang mereka alami. Salah satunya adalah dengan mewajibkan orang yang berharta untuk mengeluarkan infaq dan zakat.
Dengan hadirnya NUCARE LAZISNU di masing masing wilayah dapat dijadikan wadah pengumpulan zakat infak dan sedekahnya sekaligus sebagai penyalurannya kepada mereka yang berhak diantaranya kaum dhuafa’ dan anak yatim.

Dengan demikian sinergi antara Pemerintahan dan masyarakat dalam mengatasi permasalahan kaum dhuafa dan yatim dapat sedikit demi sedikit dituntaskan.Cara paling mudah adalah memberikan sedekah kita antara 30 ribu tiap bulannya dengan hitungan estimasi jika ada 1000 para dermawan maka bisa terkumpul minimal 30 juta tiap bulannya.Mengingat UUD 1945 Pasal 33 yang berbunyi Fakir miskin dan anak terlantar dibiayai oleh negara maka dengan demikian Anak yatim yang tidak dibiayai negara dapat terbantu dengan adanya NUCARE LAZISNU yang sebagai lembaga resmi untuk mengelolah zakat infak dan sedekah dimasyarakat.

*Mahasiswa STAI ARROSYID Surabaya

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait